Anak sesungguhnya memiliki rasa ingin tahu yang teramat besar. Anak-anak secara naluriah dibekali keinginan kuat untuk mengetahui apapun.Â
Dorongan dalam dirinya dalam mengamati, merenung dan memikirkan apa yang ada di sekitarnya amatlah kuat. Tidak salah ketika Montessori menyebut sifat anak yang seperti ini dengan sebutan "pikiran yang lekas menyerap".
Seperti teori tabula rasa yang dikemukakan John Locke  bahwa anak ibarat kertas putih. Kemampuan, kecenderungan dan juga dorongan anak belajar kuat salah satunya karena anak diibaratkan kertas putih. Sehingga anak bisa dengan mudah mengisi kertas itu dengan aneka ingatan, pikiran dan imajinasinya.
Belajar anak tidak bisa dilepaskan oleh orangtua mereka maupun orang terdekat mereka di rumah. Selain itu lingkungan tempat ia tumbuh turut serta memberi pengaruh cukup besar terhadap pertumbuhan dan perkembangannya.
Ajakan orangtua atau orang di luar dirinya untuk mengenal banyak hal membuat anak terangsang dan tumbuh rasa ingin tahunya. Orangtua atau orang terdekat yang pasif turut serta pada rendahnya rasa ingin tahu anak terhadap apapun.
Bahasa adalah salah satu yang bisa diserap oleh anak. Orang-orang di sekitar berkomunikasi dan mengajari anak mereka dengan bahasa. Dengan bahasa itulah anak terdorong untuk mengajak komunikasi dengan kita.
Dorongan, pancingan kita kepada anak kita untuk terus mengetahui dan belajar banyak hal, otomatis akan membuat anak kita lebih jauh dan belajar mengeksplore dunia di sekelilingnya.
Kalimat pendek, "Bapak itu apa?" atau "ibu itu siapa?" Adalah contoh kalimat singkat yang dirindukan orangtua dari anaknya. Â
Semakin anak bercakap, bergaul dan bercengkerama secara intens dengan orangtua, saudara sampai teman samping rumah akan membawa anak semakin banyak tahu tentang banyak hal. Dorongan untuk belajar pun semakin meningkat.