Mohon tunggu...
Arif Yudistira
Arif Yudistira Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

Suka Ngopi, dan jalan-jalan heppy.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sekolah dan Kebahagiaan

29 Mei 2023   15:24 Diperbarui: 29 Mei 2023   15:27 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Bila Tuan dan Puan mencari sekolah terbaik di Indonesia di mesin pencarian, maka Tuan dan Puan akan langsung menemukan sekolah dengan nilai UTBK atau peringkat nilia ujian terbaik. Kriteria sekolah berprestasi atau terbaik sering salah kaprah atau mengalami gagal paham.

Sekolah yang baik adalah sekolah yang dianggap mampu melahirkan prestasi nasional, tanpa tahu bagaimana iklim sekolah maupun kultur sekolah dibangun. Sekolah yang baik dianggap baik bila ia mampu melahirkan satu bintang yang membuat nama sekolah mentereng. 

Jika muridnya seribu orang, anggap saja 10 orang yang terbaik yang mampu mengangkat dan membuat citra sekolah berprestasi bertahan, maka sekolah tersebut akan dianggap baik atau patut jadi rujukan.

Proses pendidikan sering dianggap sebagai sesuatu yang bukan pokok tetapi hal yang sering dikesampingkan. Orang lebih melihat hasil atau skor atau perangkat untuk mengukur ketimbang proses belajar yang maksimal.

John Holt (2010) menulis kalimat menohok tentang betapa tak menghargainya sekolah terhadap proses perkembangan anak. "jika sekolah bisa mengenali, menghargai, dan membantu tumbuhnya keberanian dalam diri anak-anak, banyak permasalahan serius yang mereka hadapi, tidak sekadar pembelajaran tetapi juga disiplin, akan mendapatkan solusinya. Tetapi hampir tidak ada bahwa ini akan terjadi"

 

Menghargai Proses 

Pendidikan sering gagal dalam proses yang sering berulang saat guru dan murid di dalam kelas. Dalam kelas yang monoton, murid diperlakukan, dipaksa menjadi pengekor, menjadi pengikut, menjadi follower. 

Murid jarang atau hampir tidak pernah diberi waktu untuk berpikir. "kita akan belajar apa hari ini anak-anak?" Ruang kelas, sekolah dalam entitas paling kecil dianggap sebagai ruang untuk guru, bukan untuk murid. 

Sejak kapan murid diberi keleluasaan, menggunakan pikiran mereka, memberi mereka sedikit kebebasan untuk mereka dan berdasarkan apa yang mereka mau? Tentu hampir mustahil. Sekolah secara tidak langsung memiliki kontribusi massif dalam turut serta membangun jembatan bagi langgengnya pembodohan anak-anak kita.

Ruang kelas harus memberi lebih banyak waktu dan kesempatan bagi siswa atau murid untuk belajar lebih jauh tentang lingkungan, tentang aturan dan tentang apapun. Bukan guru yang memiliki hak mengatur dan memberi proses belajar-mengajar secara utuh, tetapi menafikkan peran murid jelas bukan pilihan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun