Mohon tunggu...
Arif Saifudin
Arif Saifudin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Tasawuf - UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

instagram : @arif.saifuddinn

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Nilai Kesempurnaan dalam Pandangan Ibnu Bajjah

13 September 2024   20:55 Diperbarui: 13 September 2024   21:32 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mungkin kita sering mendengar kata "Nilai", tapi apakah kita paham dengan apa yang dimaksud dengan kata Nilai itu?

Beberapa filosof yang hidup pada masa ke 3 H / 9M juga pernah mengartikan apa yang dimaksud dengan nilai? Tapi kebanyakan dari mereka mengartikan kalau nilai adalah sesuatu yang muncul dan berasal dari dalam diri manusia. 

Jika kita merujuk ke dalam buku Sufi dari Zaman ke Zaman karya Abu Wafa' al-Taftazhani, disana dia mengatakan bahwa kalau nilai adalah moral. Dan moral adalah suatu kebenaran. Nilai juga diartikan sebagai bagian dari ajaran tasawuf, dan tasawuf juga disebut sebagai jalan orang-orang agar senantiasa dekat kepada Tuhan sehingga membuat orang tersebut semakin bermoral, memiliki nilai layaknya berlian yang dibersihkan dari kerak-kerak yang menempel di sekitarnya.

"Tasawuf adalah Moral, Moral adalah Tasawuf". Ungkapan semacam ini yang membuat saya ketika selepas membaca buku Sufi dari Zaman ke Zaman, seketika merasa haus akan keilmuan yang saya miliki, karena semakin sadar betapa luasnya ilmu Allah itu.

Jika berkaca ke Andalusia yang sekarang ini disebut dengan Spanyol, di sana pun terdapat seorang filosof muslim yang hebat dan bahkan bisa dibilang tidak tertandingi dalam segi analisisnya. Ibnu Thufayl bahkan memuji-memujinya di dalam Hayy Ibn Yaqzan, di sana dia mengatakan bahwa "tidak ada seorang filosof yang lebih hebat analisisnya, kecuali guruku ini".

Dalam sejarah barat atau spanyol namanya tercatat dengan sebutan "Avempace" atau jika di dalam islam dia dikenal dengan sebutan Ibnu Bajjah. Ia lahir pada masa ketika 5 tahun setelah kematian hujjatul ilsam yakni Imam al-Ghazali. kelahiranya disebut-sebut sebagai sebuah anugerah besar.

Anugerah besar yang diharapkan oleh kedua orang tuanya bahkan benar-benar terjadi ketika Ibnu Bajjah tumbuh di usia dewasa. Pada masa itu dia berguru dengan guru-guru besar yang ada di Spanyol salah satunya berguru dengan Al-Farabi. Dia berguru dengan Al-Farabi tidak secara langsung, tapi melalui murid-murid Al-Farabi. Dia belajar begitu giat salah satu karya Al-Farabi, yaitu Al-Madinah Al-Fadillah. Kitab yang ditulis langsung oleh Al-Farabi ini memang tidak salah dalam memilih pembacanya. Karena begitu Dia bertambah usia, Ibnu Bajjah sangat menguasai betul apa yang dimaksud di dalam tulisan-tulisan yang ada di dalam Al-Madinah Al-Fadillah.

Dalam kitab Tadbir Al- Mutawahid, Ibnu Bajjah menuliskan bahwa nilai-nilai yang tertanam di dalam diri seseorang manusia, sangat mempengaruhi betul kepada lingkungan. begitupun sebaliknya. Apa yang ada di Lingkungan akan mempengaruhi kehidupan diri seseorang ataupun suasana bathin dalam diri manusia.

Untuk menjadi manusia yang sempurna bahkan di dalam kitab tersebut dikatakan, bukan hanya mengasah dan menjaga kesucian bathin tapi seseorang senantiasa harus menjaga perilaku dan tindakan dari setiap apa yang dilakukanyya. Ibarat sebuah negara, Negara akan sempurna jika pemimpin dan rakyatnya bersatu dan saling membangun satu sama lainnya. Dan di sana juga dikatakan faktor lingkungan juga ikut mempengaruhi bagaimana kesempurnaan itu akan tercapai.

Dalam hal ini Ibnu Bajjah juga mengajarkan kepada kita, bahwa Meditasi, kholwat, atau releksasi merupakan bagian penting dari terwujudnya kesempurnaan yang ingin dicapai tersebut. Karena sesuatu akan dikatakan sempurna jika Zohirnya sempurna, bathinnya juga sempurna. Seperti filosof yang Zohirnya sempurna, tapi akalnya juga sempurna. Tapi apakah filosof benar-benar sempurna? kata Ibnu Bajjah, filosof dapat sempurna jika mereka menghindari sesuatu yang dapat menghambat dari kesempurnaan itu sendiri. Oleh karena itu berada di dalam keramaian tapi selalu merasa sepi itu harus benar-benar dijaga. Ataupun sebaliknya, berada di dalam kesendirian tapi selalu merasakan adanya sosok yang hadir.

Jika seseorang sudah dapat merasakan hal-hal semacam itu, bukan suatu yang mustahil. Kesempurnaan akan mendatanginya, bukan Dia yang mendatangi kesempurnaan itu. Inilah beberapa pelajaran yang diajarkan oleh Ibnu Bajjah di dalam Tadbir Al-Mutawahhid.

referensi:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun