Pada tahun 2020 Presiden Republik Indonesia Joko Widodo telah mengeluarkan kebijakan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) tahun 2020-2024 yang menjadi pedoman bagi Kementerian/Lembaga dalam menyusun rencana strategis Kementerian/Lembaga.
      Kebjiakan Presiden segera ditindaklanjuti oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Kemenkumham RI) dengan membuat perencanaan strategis diantaranya mengusulkan amandemen Undang-Undang nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia  (DPR-RI).
      Dinamika pengelolaan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), Rumah Tahanan Negara (Rutan) dan Balai Pemasyarakatan (Bapas) seperti kelebihan isi hunian, kerusuhan, pungutan liar, pemenuhan hak Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) dan pengamalan paradigma keadilan restoratif menjadi alasan untuk merubah peraturan yang lama.
      Dirumuskan dalik-dalil jitu dari para ahli yang memberikan masukan-masukan empiris dan akademis. Pembahasan berlangsung secara teliti dan cermat agar peraturan yang baru memncerminkan hukum yang teintegrasi dengan nilai-nilai Hak Asasi Manusia.
      Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemasyarakatan yang sedang dibahas oleh pemerintah dan DPR-RI sempat mendapatkan respon dari sejumlah kalangan seperti kecurigaan obral pemberian remisi dan program integrasi terhadap terpidana kasus koruptor.  Selain itu kecurigaan upaya menggagalkan terpidana mati untuk tidak dieksekusi dan lain sebagainya.
      Kemenkumham bersikap bijak dan terus berusaha meyakinkan masyarakat melalui uji petik secara terbuka di kampus, seminar, media masa, media sosial dan ruang diskusi lainnya bahwa RUU Pemasyarakatan akan membawa kemaslahatan bagi masyarakat, bangsa dan Negara terutama niat mulia dalam pembaharuan pengelolaan Lapas dan Rutan, perlakuan terhadap WBP dan yang paling sensasional adalah partisipasi dalam keadilan resoratif.
      Pada tanggal 7 Juli 2022 DPR-RI mengesahkan RUU Pemasyarakatan menjadi Undang-Undang nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan. Era baru Pemasyarakatan pun dimulai, sejumlah kebijakan baru diatur seperti keberadaan Lembaga Penempata Anak Sementara (LPAS) yang berfungsi sebagai tempat sementara bagi Anak selama proses peradilan berlangsung.
      Kemudian keberadaan Asesor Pemasyarakatan yang bertugas melakukan asesmen penempatan Tahanan, penempatan Anak, penempatan Narapidana, penempatan Anak binaan dan membuat Asesmen dalam rangka  Penelitian Litmas (Litmas).
      Pengamatan yang disebut dalam UU Pemasyarakatan adalah segala bentuk kegiatan dalam rangka melakukan pencegahan, penegakan disiplin, dan pemulihan gangguan keamanan dan ketertiban yang diselenggarakan untuk menciptakan kondisi yang aman dan tertib di lembaga penempatan anak sementara dan lembaga pembinaan khusus anak.
      Pada bulan Ramadhan kemarin penulis bersama tim gabungan dari Bapas Ciangir, Lapas Terbuka Ciangir, Kanwil Banten,  Rutan Kelas I Tangerang dan Tentara Nasional Indonesia malam hari melakukan sidak kedalam Rutan Kelas I Tangerang untuk melakukan penggeledahan terhadap WBP sebagai bentuk deteksi dini mencegah gangguan keamanan dan ketertiban.
      Ada hal yang menarik yaitu tentang hak rekreasional yang dapat diperoleh Tahanan, Anak dan Narapidana. Saat ini sudah sering dilakukan acara hiburan pertunjukan musik  di sejumlah Lapas/Rutan yang dapat dinikmati oleh  semua WBP. Secara estimologi istilah rekreasional adalah kegiatan latihan fisik bebas sehari-hari di udara terbuka dan Tahanan memiliki waktu tambahan untuk kegiatan hiburan harian, kesenian, atau mengembangkan keterampilan.