ORANG BESAR TIDAK LAHIR DARI ORANG BESAR by Sekolah Internet
Sobat Sekolnet (Sekolah Internet) Kegelisahan saya berhari-hari semoga memberikan kemanfaatan untuk sobat sekolnet. Apa bentuk kegelisahan yang saya alami sehingga akan memberikan dampak positif bagi siapapun yang membacanya. Bermula dari pertanyaan saya tentang orang besar. Mengapa orang besar jarang melahirkan orang besar ?. Dalam sejarah peradaban ini kita banyak menemukan orang besar yang memiliki pengaruh terhadap perubahan nilai sosial. Namun manakala kita coba melirik, kebagian yang terdekat dari putaran pengaruh itu, dalam hal ini keluarga (anak), maka sepeninggalnya kita hampir jarang menemukan keturunan yang memiliki kemampuan seperti pendahulunya (Bapaknya). Apalagi kehebatannya melebihi, hampir sulit kita temukan. Bill Gates yang memiliki nama besar dan membawa perubahan besar ternyata, hari ini kita belum menemukan anaknya melebihi kemampuannya, Soekarno pressiden RI pertama memiliki kemampuan orator begitu menakjubkan, tapi hari ini kita belum menemukan dari keturunannya yang memberi pengaruh perubahan itu, kecuali harta warisan kemudahan. Imam Syafi'i yang memberikan pencerahan begitu besar bagi warna keIslaman dunia dengan madzhabnya, kita juga tidak menemukan keturunannya , memiliki kualitas yang melebihi dirinya atau sama seperti beliau. Buya Hamka, M. Natsir, Bung Hatta, dan masih banyak tokoh besar lainnya. Sebab telah banyak terjadi kesalahan persepsi yang mengatakan bahwa orang besar (genius) itu adalah faktor gen. itu adalah kesalahan besar. David Shenk, seorang penulis Amerika di bidang genetika, meminta orang untuk berpikir lagi jika mengatakan bakat atau kejeniusan seseorang berasal sepenuhnya dari gen alias keturunan. Menurutnya, kecenderungan untuk mengatakan kemampuan tersebut adalah genetik (predisposisi) telah sangat dilebih-lebihkan. Pandangan ini menyebabkan terabaikannya potensi yang dimiliki dalam diri seseorang. “Ada kesalahpahaman yang mendalam tentang sebuah prestasi besar. Gen tidak membatasi kita untuk biasa-biasa saja atau lebih buruk dari itu,” kata David Shenk, seperti dilansir dari Timesonline, Kamis (25/3/2010). Dalam buku barunya The Genius in All of Us, yang menggambarkan perbandingan dengan karya sosiolog pop Kanada Malcolm Gladwell, Shenk menggambarkan bahwa DNA manusia terbuka untuk terus-menerus dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal. Alam dan pemeliharaannya secara konstan berinteraksi, sama halnya dengan gen yang dapat diaktifkan atau dinon-aktifkan atau diungkapkan ke derajat yang berbeda-beda, tergantung pada lingkungannya. Bidang epigenetika semakin menunjukkan bahwa pengalaman lingkungan selama hidup meninggalkan jejak pada gen, yang diwariskan kepada anak-anak. Shenk berpandangan pengaruh lingkungan dapat melebihi apa yang mungkin dianggap sebagai keterbatasan manusia. Sebagai contoh kemampuan bermusik. Banyak pemusik yang mengatakan bahwa dia terlahir tanpa bakat musik atau ada yang mangatakan dia terlahir untuk bermusik. Faktanya adalah tidak ada seseorang yang terlahir dengan bakat bawaan. Setiap orang terlahir dengan potensi nada bermusik. Hal ini bisa dilihat dalam jumlah keseluruhan kasus (prevalensi) yang jauh lebih tinggi seperti China negara yang berbahasa dengan nada yang sempurna. Orang China berkomunikasi sehari-hari dengan nada yang sempurna, sehingga menjadi lebih baik dalam hal itu. Memiliki keunggulan genetik dalam bidang olahraga tertentu juga dipertanyakan. Keberhasilan pelari maraton Kenya misalnya bukan berasal dari gen melainkan budaya yang telah mendarah daging. Banyak anak-anak Kenya berlari 8 hingga 10 km per hari sejak usia 7 tahun. Bahkan ciri-ciri kepribadian seperti keuletan atau ketekunan untuk mempengaruhi keberhasilan dalam setiap bidang kehidupan dapat dilatih. Persepsi pembatasan diri adalah salah satu hambatan terbesar untuk prestasi besar atau jenius. Dalam sebuah percobaan, anak-anak diberi pilihan untuk menerima satu marshmallow dengan segera atau menunggu 15 menit untuk mendapatkan dua buah marshmallow. Sepertiga dari anak-anak segera memilih satu marshmallow (manisan), sepertiga lainnya menunggu beberapa menit, tetapi menyerah karena tergoda, sedangkan sepertiga terakhir sabar menunggu untuk menerima dua marshmallow. Pesan yang diperoleh dari hal ini adalah anak yang secara alami lebih disiplin dan ditakdirkan untuk berbuat lebih baik. Penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa anak-anak dapat diajarkan manfaat menunda kepuasan. Shenk mengatakan bahwa semua orang tua bisa belajar dari ini.
“Ada logika melingkar tentang bakat. Ketika Anda melihat seseorang yang hebat, misalnya David Beckham sebagai pemain sepak bola, mereka begitu jauh dari apa yang Anda mampu, kemudian Anda akan berasumsi bahwa Anda tidak bisa sampai di sana,” kata Shenk.
Shenk mengakui bahwa judul bukunya dimaksudkan untuk menjadi provokatif, tetapi ia mengatakan, “Saya tidak mengatakan bahwa siapa pun bisa apa saja, tapi tidak ada yang dapat menjadi besar dalam segala hal kecuali jika mereka memiliki keyakinan mendasar tentang kemungkinan”. Bagaimana mengubah anak menjadi orang besar (jenius) 1. Percaya Mulailah dengan sebuah keyakinan yang sederhana bahwa setiap anak memiliki potensi besar dan terserah kepada orang tua untuk mengumpulkan sumber daya tersebut untuk dieksploitasi. 2. Model pengendalian diri Berperilakulah sebagai contoh agar anak juga berperilaku seperti yang kita inginkan. Tidak membeli, makan atau mengambil apapun yang kita inginkan, kapanpun kita inginkan. Semakin kita menunjukkan pengendalian diri, semakin anak akan menyerap. 3. Berlatih Jangan segera menanggapi setiap permohonan anak. Biarkan anak belajar berurusan dengan frustasi dan keinginan. Biarkan mereka belajar bagaimana menenangkan diri dan menemukan bahwa segalanya akan baik-baik jika mereka menunggu apa yang mereka inginkan. Bagaimana mengubah diri menjadi orang besar (jenius) 1. Mengidentifikasi keterbatasan dan kemudian mengabaikannya Jarak antara kemampuan yang dimiliki dan kemampuan yang diinginkan begitu besar sehingga tujuan yang muncul tidak tercapai. Kebesaran tidak hanya satu langkah yang biasa-biasa saja, melainkan melampaui yang biasa-biasa saja dengan satu langkah. Keterbatasan sebaiknya tidak menjadi halangan dalam menggali potensi, ibarat orang yang ingin memanjat pohon kelapa dan pohon pepaya. Yang terus berlatih memanjat pohon kelapa, pastinya ia akan sangat mudah memanjat pohon pepaya, tetapi yang hanya berlatih memanjat pohon pepaya akan menemukan kesulitan ketika memanjat pohon kelapa. Karenanya raih yang tertinggi, yang rendah akan terlewati. 2. Menunda kepuasan Dalam budaya konsumen, kita senantiasa dikondisikan untuk memenuhi keinginan dengan segera. Prestasi besar melampau keinginan itu. Orang yang akan menjadi besar adalah orang yang menunda kesenangannya dalam waktu dekat dan akan mengumpulkan kesenangan itu pada waktu yang panjang. Sesuatu yang bersifat instan biasanya cenderung tidak bertahan lama. 3. Punya sosok pahlawan Pahlawan menginspirasi, bukan hanya karena karya besarnya tetapi awal sederhana yang mereka miliki. Einstein pernah bekerja sebagai petugas memberi hak paten atau Thomas Edison dikeluarkan dari sekolah di kelas pertama, pada usia 6 atau 7 tahun karena guru menganggapnya terbelakang. Sobat Sekolnet (Sekolah Internet), untuk menjadi orang besar tidak harus keturunan orang besar. Riset membuktikan bahwa tidak ada korelasi antara kecerdasan keturunan gen dengan pengaruh kebesaran sosial. Bisa saja orang tumbuh dalam suasana kemudahan dalam meraih gelar pendidikan, tapi itu tidak menjamin ia bisa tumbuh besar dan memilki pengaruh sosial. Berbahagialah orang biasa-biasa saja, karena ia bisa menghasilkan orang besar dari keturunannya, dan janganlah berbangga anda menjadi besar, karena anak anda belum tentu bisa tumbuh menjadi besar seperti anda, apalagi melebihi. Sungguh sesuatu itu digilirkan oleh yang maha pencipta, bersemangatlah melahirkan orang besar, sekalipun kita hadir sebagai keluarga yang biasa-biasa saja. Semoga memberikan kemanfaatan..... http://www.sekolnet.com/
INFO LEBIH BANYAK UNTUK INDONESIA BERPRESTASI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H