Mohon tunggu...
Arif R. Hakim
Arif R. Hakim Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Negeri Malang (UM)

Pelajar

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Mahasiswa Prodi Bahasa dan Sastra UM Gelar Jagat Pitarah: Serangkaian Acara untuk Mengikat Sastra dan Sejarah

27 November 2024   15:00 Diperbarui: 27 November 2024   15:11 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto pasca-seminar Jagat Pitarah

Di atas panggung Seminar Jagat Pitarah yang diadakan Selasa lalu (12/11/2024), lelaki berusia 60-an tahun tersebut, nampak duduk tenang, menyampaikan apa yang ia pahami kepada segenap audiens, dan berpesan, “Akal budi dan adab lah yang dapat kita jadikan kunci dalam menghargai sejarah, budaya, dan masa depan yang akan datang.” Begitulah Prof. Dr. Djoko Saryono., M.Pd. menutup penyampaian materinya lalu gemuruh tepuk tangan mengisi penuh ruangan kemudian.

Mengusung tema “Membaca Masa Depan Melalui Sejarah Peradaban,” mahasiswa prodi Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Malang menggelar serangkaian acara seminar dan pameran Jagat Pitarah selama tiga hari, 12-14 November 2024. Acara ini, selain mereka adakan sebagai wadah apresiasi sastra dan seni, sekaligus menjadi pemenuhan tugas akhir mata kuliah Kurasi Sastra yang mereka jalani.

“Kami harap, setelah diselenggarakannya kegiatan ini, para mahasiswa dan masyarakat yang hadir pada umumnya, tidak lagi menghargai sastra dan seni dengan cara yang buta. Tetapi juga melalui pertimbangan dan proses kurasi yang ketat demi mengangkat nilai yang terkandung di dalamnya pula,” ucap Prof. Dr. Wahyudi Siswanto. M.Pd., selaku dosen pengampu mata kuliah tersebut.

Seminar untuk Peradaban yang Kita Dambakan

Seminar Jagat Pitarah. Dari kanan (1) Prof. Dr. Wahyudi Siswanto. M.Pd., (2) Prof. Dr. Djoko Saryono. M.Pd., (3) Moderator.
Seminar Jagat Pitarah. Dari kanan (1) Prof. Dr. Wahyudi Siswanto. M.Pd., (2) Prof. Dr. Djoko Saryono. M.Pd., (3) Moderator.

Mulai pagi, 12 November di aula AVA gedung D14 UM, para partisipan, pengunjung, dan tamu undangan ramai mengisi ruang acara. Acara dibuka dengan khidmat, satu pembacaan puisi dari seorang mahasiswa ditampilkan sebagai pertunjukan pembuka, kemudian dilanjut dengan inti acara: penyampaian materi oleh Prof. Djoko dan Prof. Wahyudi.

Di panggung acara, tampak sejenak, Prof. Djoko, selaku pemateri pertama tampak melihat dan membaca tema acara di layar proyektor. Lalu ia lanjut dengan menyampaikan pembuka yang membuat banyak audiens nampak sedikit tak menyangka, “Kita, seharusnya janganlah terlalu merasa tergopoh-gopoh oleh wacana dan rencana pembangunan yang besar-besaran tentang masa depan. Kita, seyogianya juga harus sempat memiliki waktu untuk menikmati hidup begitu adanya.” Terang beliau, jika tolak ukur pembangunan peradaban adalah upaya untuk mengejar kebahagiaan komunal, maka marilah kita mengupayakan hal itu dengan menghilangkan segala bentuk tekanan.

Selain berbicara tentang bagaimana seharusnya kita dapat mengupayakan diri untuk memperoleh kebahagiaan dengan cara yang bahagia, beliau juga menekankan, bahwa memang untuk merencanakan pembangunan yang akan datang, sesekali kita harus melihat banyak jejak yang telah kita tinggalkan di peta sejarah. Dan dalam proses meraba-raba wacana yang hendak dibangun tersebut, akal budi dan adab lah yang menjadi dua pusaka sebuah bangsa untuk dapat mewujudkannya.

Pada sesi penyampaian materi selanjutnya, Prof. Wahyudi yang dikenal sebagai seorang yang giat dalam dunia kependidikan, terkhusus literasi dan sastra, menegaskan, “Kita perlu mengemas banyak cerita yang tetap mengedepankan pola pikir logis (untuk kemajuan bangsa) namun tetap membawa sentuhan imajinatif dan dapat mengalir, diterima di banyak dan setiap kebudayaan kita sendiri.” Baginya, budaya bercerita adalah budaya yang dekat dengan kehidupan masyarakat Indonesia. Maka dengan itu, penggabungan daya antara intelektualitas ilmiah dan naratologi sastra, diharapkan mampu menghidupkan kembali nilai-nilai luhur para moyang kita di masa lampau sebagai anak tangga generasi kini dapat bertumbuh, berpikir kritis, dan bermoral dengan sebaik-baiknya.

“Kita memerlukan banyak buku-buku dan narasi-narasi yang bertebaran untuk mengarahkan bangsa ini agar dapat selalu berbenah tanpa meninggalkan identitas aslinya.” Setelah materi usai disampaikan, seminar Jagat Pitarah pun diakhiri dengan sesi tanya-jawab oleh peserta, kemudian dilanjut dengan pemberian cinderamata kepada dua pemateri tersebut.

Pameran, Taman Baca, dan Wadah Setelah Kita Tiada

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun