Semarang (09/02) – Pada akhir-akhir ini terutama pada saat musim penghujan datang, tingkat kerentanan penyakit dbd (demam berdarah) merupakan salah satu hal yang harus diwaspadai selain penyakit Covid-19. Terutama pada kawasan-kawasan perkotaan dengan kepadatan bangunan padat dengan populasi penduduk yang tinggi, salah satunya ialah Kota Semarang. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Semarang, pada tahun 2020 tahun lalu terdapat 293 kasus dbd yang tiap bulannya mengalami peningkatan. Hal tersebut juga terjadi pada tahun berikutnya, sebagaimana yang dilansir dari pernyatan Direktur RSUD Wongsonegoro, kasus pasien yang terkena dbd pada tahun 2021 tergolong tinggi. Walaupun tidak setinggi di tahun sebelumnya, ini harus menjadi perhatian bersama agar kasus tidak semakin meningkat baik di masa sekarang maupun di tahun-tahun berikutnya (ujarnya).
Memasuki awal tahun 2022, Pemerintah Kota Semarang telah mengupayakan pemberantasan sarang nyamuk pada tiap-tiap kelurahan di Kota Semarang, termasuk Kelurahan Bendungan sebagai langkah awal dalam penggulangan penyakit demam berdarah. Pemberantasan sarang nyamuk di Kelurahan Bendunga dilakukan pada tiap-tiap rumah warga secara door to door dengan pemeriksaan kebersihan pada tiap-tiap badan air. Akan tetapi masih dinilai kurang efektif karena masih banyak masyarakat yang belum menerapkan pola hidup bersih dan kekurangan sukarelawan dalam membantu pengecekan, serta masih ditemukannya kasus demam berdarah terutama di RW 2 dan RW 3.
Visualisasi tingkat kerawanan demam berdarah (dbd) di Kelurahan Bendungan melalui pemetaan sangat dibutuhkan untuk mengurangi risiko atau dampak dbd yang lebih besar. Menanggapi hal tersebut, mahasiswa KKN Tim 1 Universitas Diponegoro, 2021/2022 melakukan pemetaan kerawanan bencana non alam (deman berdarah) di Kelurahan Bendungan, Kecamatan Gajahmungkur. Adanya pemetaan tingkat kerawanan DBD tersebut sejalan dengan salah satu tujuan dari program pembangunan berkelanjutan (SDG’s) yakni point ke-3 dari SDG’s terkait “Memastikan kehidupan yang sehat dan mendukung kesejahteraan bagi semua untuk semua usia”, dimana kesehatan menjadi salah satu aspek penting dalam pemberdayaan masyarakat dan pembangunan suatu wilayah.
Kegiatan pemetaan dilakukan dengan melakukan telaah dokumen terlebih dahulu pada beberapa artikel yang terkait. Kemudian ditentukanlah beberapa variabel/parameter terkait potensi perkembangan demam berdarah, collect data (pengumpulan data sekunder), dan pengolahan data maluli aplikasi pemetaan ArcMap 10.8, dan layouting sebegai langkah akhir dari pembuatan peta. Peta yang telah jadi diserahkan kepada pihak kelurahan yaitu Bapak Yahannes Maryunani Y.K., S.Sos selaku Lurah Bendungan pada Rabu, (9/2/2022) di Balai Kelurahan Bendungan.
Penulis : Arif Rahman
Editor : Reny Wiyatasari, S.S., M.Hum.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H