Upaya China untuk bertumbuh dengan membangun infrastruktur merupakan strategi competitive advantage, sebagaimana dilakukan oleh negara-negara maju lainnya. Amerika dan sejumlah negara Eropa, membangun keunggulan kompetisinya dengan memaksilkan resource yang mereka miliki.
Dikutip dari laman www.bbs.binus.ac.id, Michael E. Porter, penggagas teori Competitive Advantage menyebutkan bahwa suatu negara memperoleh keunggulan daya saing (Competitive Advantage) jika perusahaan (yang ada di negara tersebut) kompetitif. Perusahaan menjadi kompetitif salah satunya melalui inovasi yang meliputi peningkatan teknis proses produksi.
Secara umum, menjaga pertumbuhan ekonomi adalah upaya yang dilakukan hampir semua negara di dunia dengan strateginya masing-masing. Sehingga keberhasilan China membentuk mekanisme kerja yang menghasilkan biaya produksi rendah, ditambah dengan kebijakan subsidi, adalah langkah normal yang mereka lakukan untuk tetap kompetitif dan menjaga pertumbuhan.
Kedua, mekanisne eCommerce yang merupakan Pasar Persaingan Sempurna
Predatory pricing merupakan bagian dari jenis politik Dumping, sebuah kebijakan dari suatu negara untuk menjual produk ke luar negeri dengan harga murah untuk menguasai pasar negera lain. Dalam www.ocbcnisp.com disebutkan, Indonesia pernah dituding Korea Selatan telah melakukan politik dumping saat menjadi penyuplai kertas. Hasilnya, rakyat Korea lebih menyukai produk Indonesia yang lebih murah dan lebih bagus. Ada pula ekspor sutera dari China dengan harga murah ke India yang merupakan negara penghasil sutera. Atau yang dilakukan Jepang dengan produk elektronik serta mobil dan motornya.
Jika mengacu pada teori ini, dumping merujuk pada desain pemasaran produk dari satu negara ke negara lainnya yang spesifik pada produk tertentu, yang memang dipasarkan dengan harga murah untuk 'mematikan' produk di pasar negara tujuan.
Sementara praktik harga murah yang dipasarkan melalui Tik Tok Shop, jauh dari konteks tersebut. Produk murah yang ada di TikTok Shop tidak hanya berasal dari satu negara saja. Produknya pun sangat beragam. Bahkan jika dipadankan dengan teori pasar persaingan sempurna, maka karakteristik transaksi di TikTok Shop pada dasarnya mendekati konsep tersebut. Banyak penjual dan pembeli, produk homogen, penjual dan dan pembeli dapat keluar masuk pasar dengan mudah. Inilah yang menyebabkan laman www.landx.id menyebut e-commerce masuk kategori pasar persaingan sempurna.
TikTok Shop sendiri pada dasarnya fitur eCommerce yang hanya memiliki izin operasi sebagai sosial media. Namun mekanisme yang berlaku pada TikTokShop tidak ubahnya Pasar Persaingan Sempurna yang jauh dari konteks jenis Dumping yakni predatory pricing.
Ketiga, optimalisasi hidden asset sebagai strategi pemasaran
Masih ingat dengan promo salah satu maskapai penerbangan yang menjual tiketnya dengan harga hanya USD 1? Atau kamar hotel yang banderol dengan harga tidak lebih dari Rp. 50 rb? Umumnya dipasarkan saat low season. Hal ini dilakukan, untuk memaksimalkan kursi / kamar kosong dari maskapai atau hotel tersebut. Pada dasarnya, mereka menjual dengan harga nyaris gratis karena produk tersebut tidak memberikan tambahan variabel cost yang signifikan. Namun di satu sisi, promo dengan harga murah tersebut terdengar bombastis dan berpotensi viral dan sensasi, sehingga brand semakin dikenal. Inilah yang disebut dengan memaksimalkan hidden asset.
Produk di TikTokShop pun sejatinya sama, sebagaimana dibahas di atas, produk murah di TikTokShop adalah barang-barang yang tidak habis terjual. Daripada menumpuk dan menambah biaya penyimpanan, maka barang-barang tersebut dipasarkan secara murah secara online, termasuk salah satunya melalui TikTok Shop.