Mereka melekatkan nama Mukidi di banyak cerita-cerita lucu yang tidak ada kaitannya dengan si pembuat Mukidi. Orang menyukainya, tergelak, dan membaginya kembali melalui saluran media sosial pada grup yang berbeda.
Hal yang sama terjadi pada lagu Keong Racun, lagu ini sudah dirilis pada tahun 2006, penyanyi perdananya adalah Lissa. Namun lagu ini tak lantas populer, selang 4 tahun kemudian lagu ini kemudian mewabah ketika Shinta dan Jojo membawakannya secara lipsinc melalui channel You Tube.
Kisah Mukidi dan lagu Keong Racun memvalidasi, cerita itu sukses dan menyebar bukan karena siapa yang menceritakannya, tapi bagaimana cerita itu disampaikan.
Malcolm Gladwell lewat bukunya Tipping Point, menyampaikan teori yang menarik mengenai hal ini. Menurutnya, hal itu ditentukan oleh kebiasaan sejumlah kelompok orang. Mereka diklasifikasikan dengan sejumlah sebutan, yakni:
Innovators, karakternya orang-orang yang tyertarik dan suka mencari sesuatu yang baru, umumnya memiliki semangat berpetualang.
Early Adopters, biasanya tokoh panutan, mereka kerap  mengamati apa yang dilakukan oleh para Innovators.
Early Majority, sedikit unik, karena ini merupakan kelompok orang yang tidak berani mencoba hal baru, kecuali sudah ada tokoh panutan mereka (role model) yang mencoba lebih dahulu.
Late Majority, adalah kelompok yang umum, orang-orang yang meniru Early Majority, meniru apa-apa yang sudah dilakukan oleh banyak orang.
Laggards, adalah kelompok terakhir, mereka mengkonsumsi hal-hal yang sudah lewat, yang sudah update beberapa bulan sebelumnya, barulah mereka konsumsi sekarang.
Dua kelompok yang pertama, Innovator dan Early Adaptor, merupakan kelompok orang yang mempunyai visi, menginginkan perubahan secara revolusioner, dan hal inilah yang membedakan mereka dengan orang-orang kebanyakan. Namun yang menciptakan tren adalah orang Innovator, dengan jumlah  populasi yang terbatas, bahkan mereka tidak memiliki pengaruh apa-apa.