Di sebuah rumah berarsitektur Bali di Desa Guwang, Sukawati Gianyar, gitar-gitar ukir buah karya seorang anak bangsa lahir untuk mendunia. Adalah I Wayan Tuges, sosok paruh baya dengan kemampuan seni kreatif di sekujur jari-jarinya yang sukses menyuntikan inovasi terhadap instrumen gitar. Di tangan pria kelahiran 7 Oktober 1952 itu, gitar tak lagi tampil apa adanya. Gitar tak lagi tampil dengan bentuk lekuk polos tanpa taburan aksen khusus. Berkat keterampilan pahat yang dimilikinya, I Wayan Tuges menciptakan gitar-gitar eksotik yang dibalut dengan detil-detil ukiran khas Bali.
Kreasi inovatif Wayan Tuges itu pun langsung menuai decak kagum dari gitaris-gitaris ternama di dunia, semenjak mulai dipamerkan secara resmi pada tahun 2007 lalu. Gitar-gitar ukir I Wayan Tuges telah ‘terbang’ ke negara-negara, seperti Kanada, Jepang, Eropa dan Amerika Serikat. Tercatat musisi-musisi kondang seperti Rob Lutes, Rick Monroe, Dino Bradley dan George Canyon Band Country Rock Little Texas menggunakan koleksi gitar ukir karya I Wayan Tuges. Tak hanya gitaris dunia, beberapa musisi Indonesia semisal Dewa Budjana, Balawan, Iwan Fals, dan Erros Djarot pun memesan gitar-gitar ukir Tuges. Bahkan pria yang berdomisili di Jalan Baruna 5, Guwang – Sukawati tersebut juga pernah diminta secara eksklusif oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono, agar dibuatkan gitar ukir khusus. Permintaan yang sama juga datang dari Menko Polhukam RI, Djoko Suyanto.
Di bawah brand gitar “Blueberry” yang diinisiasinya bersama musisi dan pengusaha asal Kanada, Danny Fonfeder serta pembuat gitar profesional berkebangsaan Amerika Serikat, George Morris, I Wayan Tuges pun menciptakan instrument gitar yang mampu mengolaborasikan estetika seni barat dan timur. Dari perjumpaan dengan kedua gitaris profesional itu pula yang mendorong I Wayan Tuges untuk mengenal dan mendalami lebih lanjut tentang proses pembuatan gitar. Bertempat di kediamannya di Desa Guwang, Sukawati, Tuges pun menciptakan workshop gitarnya sendiri yang kini mempekerjakan sebanyak 20 seniman ukir desa setempat.
Di hadapan Money & I Magazine, pria yang mengaku hingga kini belum mahir memainkan gitar itu pun membagi cerita di balik ide inovatifnya terkait gitar ukir serta sekaligus pencapaian-pencapaian yang ia peroleh darigitar ukir yang mendunia tersebut. Berikut petikan lengkapnya!
Bagaimana Anda berkenalan dengan dunia seni pahat?
Pada dasarnya, saya memang seorang pemahat. Jadi untuk urusan memahat, saya sudah cukup banyak mencicipi asam garamnya. Sejak tahun 80-an, saya sudah berkali-kali melakukan eksibisi patung ukir di Eropa. Ilmu ukir yang saya punya ini bisa dibilang warisan dari leluhur saya. Dari kakek saya, Nyoman Selag yang memang multitalenta di bidang seni, kemudian diturunkan kepada Ayahanda, I Nyoman Ritug, dan akhirnya saya teruskan. Bahkan Ayah saya itu, di umurnya yang sudah sangat tua kini masih terlihat aktif untuk berkarya. Dan bisa dibilang ketertarikan saya terhadap seni ukir sudah tumbuh secara alamiah sejak kecil. Ya, barangkali karena atmosfer seni ukir yang begitu kental di lingkungan keluarga saya itulah penyebabnya. Kini, anak saya juga tidak bisa jauh dari seni ukir ini, meski latarbelakang pendidikannya di bidang ekonomi.
Bagaimana ceritanya Anda bisa beralih dari memahat patung, kemudian kini membuat gitar dengan desain ukir-ukiran?
Sembilan tahun yang lalu, sekitar tahun 2005, ada seorang musisis dan pengusaha asing bernama Danny Fonfeder datang kemari membawa sebuah gitar yang dibelinya dari sebuah toko di Denpasar. Ia mengaku tertarik dengan hasil ukiran saya dan secara tidak langsung menantang saya untuk membuatkan gitar seperti yang dibawanya tersebut, namun harus dilengkapi dengan aksen ukir-ukiran. Waktu itu saya berpikir keras, apa mungkin saya bisa membuatkan gitar seperti keinginanya. Namun saya berusaha untuk optimis, kalau orang lain bisa buat, kenapa saya enggak. Ya, yang penting kan belajar dulu bagaimana cara membuatnya.
Akhirnya saya cobaa-coba saja buat sendiri. Masih saya pajang gitar ukir yang pertama kali saya buat itu di sini. Tapi ya hanya gitar ukir biasa, belum bisa menghasilkan suara (tertawa). Saya ini sama sekali buta dengan instrumen gitar. Bahkan sampai sekarang pun belum mahir memainkannya. Memang ilmu membuat gitar itu terbilang rumit, apalagi gitar akustik. Kalau gitar elektrik mungkin lebih sedikit gampang, tapi kalau akustik itu pembuatannya begitu kompleks. Mulai dari pemilihan material, ketebalan desain, dan kerangka desain di dalamnya itu akan mempengaruhi kualitas produksi suara, sehingga semua komponen perlu diperhatikan betul.
Lalu setelah itu Anda memutuskan untuk langsung memproduksi gitar-gitar ukir lebih banyak?
Tak secepat itu. Setelah bereksperimen dengan satu gitar ukir tersebut, saya memutuskan untuk belajar dan mendalami serius tentang pembuatan gitar selama dua tahun dengan seorang pembuat gitar paling senior di Amerika Serikat bernama George Morris. Kebetulan beliau itu kerap datang ke Bali. Jadi, ketika semua gitar yang saya buat tersebut dipastikan olehnya bahwa telah siap untuk dipamerkan, maka saya pun akhirnya berani memasarkannya ke publik Internasional.
Di mana gitar-gitar ukir itu pertama kali Anda launching?
Waktu itu kita launching gitar-gitar ukir itu di Montreal Jazz Festival, Kanada pada Juli 2007 silam. Dan respon orang-orang di sana cukup menggembirakan. Mungkin karena kita tampil beda. Saya melihat yang paling penting dalam gitar itu bukan semata keindahan tampilannya, tapi lebih kepada keindahan suara yang dihasilkannya. Akhirnya mulai kita mendapatkan banyak endorse, misalnya di Kanada ada Paul Deslauriers, seorang gitaris yang sempat mendapatkan predikat Top Blues Guitarist. Ia yang pertama kali memakai gitar saya. Saya cukup kaget juga, karena sebelumnya saya sempat takut kalau suara gitar saya tersebut akan terdengar kurang memuaskan. Namun, ketika Paul memainkannya di acara launching, di mana diliput oleh banyak media Internasional, saya langsung terkesima mendengar gitar saya ternyata ada suaranya (tertawa). Waktu launching, kita pamerkan 20 gitar. Setiap gitar memiliki motif dan model yang berbeda-beda berdasakan bentuknya, misalkan bentuk grand concert, classical, dreadnought, parlor, dll.
Mengapa Anda memilih untuk fokus di gitar ukir dan tidak mencoba untuk membuat gitar yang biasa pada umumnya?
Saya memang ingin tampil unik dengan ini. Buat apa saya membuat gitar yang toh nantinya sama di pasaran. Terkadang kita tidak bisa jadi yang nomor satu atau susah menjadi yang “the best”, tapi kita masih punya celah kesempatan untuk menjadi yang “the most unique”.
Hingga kini, berapa jumlah gitar ukir yang Anda produksi? Apa semuanya rata-rata made by order saja?
Sampai sekarang sudah ada 1.500 gitar yang telah tersebar di seluruh dunia. Kalau sekarang saya memang cenderung melayani yang made by order saja, jadi tidak terlalu banyak. Ya rata-rata setahun ada sekitar 50 order-an. Sementara untuk stock gitar yang sudah ready di tokoada sekitar seratus gitar. Ya bagi saya, meski enggak punya duit banyak, tapi melihat gitar-gitar ini saja sudah membuat saya senang (tertawa).
Apakah Anda menjalin kerjasama dengan pihak lain yang menangani eksportir?
Untuk ekspor, memang kita ada beberapa kerjasama dengan pihak luar, namun sekarang sudah mulai melakukannya secara mandiri.
Mengapa segmen pasar gitar ukir Anda cenderung untuk Internasional? Bagaimana dengan pasar di dalam negeri?
Di lokasl masih sedikit, karena memang perlu dirangsang lagi musisi-musisi lokal untuk memakai produk buatan anak negeri, karena terkadang musisi lokal enggak percaya kalo ada orang Indonesia yang bisa bikin gitar dengan kualitas suara berkelas. Musisi lokal malah cenderung beli gitar mahal sampai ke luar negeri.
Bahan-bahan kayu apa saja yang Anda gunakan untuk membuat gitar ukir?
Dulu sempat menggunakan kayu-kayu impor, seperti rose wood, kayu mahoni, kayu eboni, dan alascan spruce. Namun, sekarang saya lebih dominan pakai kayu lokal, karena bagi saya kayu lokal juga enggak kalah bagusnya. Kayu lokal yang saya gunakan itu adalah kayu Akasia. Sebenarnya kayu jenis ini sudah banyak dikenal di berbagai belahan dunia, namun memang penamaannya saja yang berbeda.
Berapa lama pengerjaan untuk sebuah gitar ukir?
Bervariasi, tergantung dari kerumitan detail desainnya. Ada yang bisa dikerjakan hanya dalam waktu dua bulan, ada pula yang bahkan sampai dua tahun. Kalau dari segi desain, beberapa klien ada yang membawa contoh desain yang diinginkannya sendiri. Tapi saya juga menawarkan beberapa contoh desain yang pernah saya kerjakan. Di sini kan banyak produk yang sudah jadi dan ada juga video demo dari suara gitar yang saya buat. Jadi saya tunjukan itu semua sebagai pertimbangan mereka, ketika memilih desain gitar yang diinginkan.
Boleh tahu makna dibalik brand gitar ukir “Blueberry” Anda itu ?
Itu nama anak dari seseorang yang membantu pemodalan saya dalam memproduksi gitar-gitar ukir ini.
Apakah tidak ada keinginan untuk membuat brand baru lagi?
Ya, memang ada rencana untuk itu. Pada umumnya kan memang brand gitar itu sesuai dengan nama si pembuatnya. Saya sedang merintis brand baru itu bertajuk “Tuges”, namun dalam prosesnya memang perlu pengenalan lebih lanjut kepada para customer. Tidak mudah memang, tapi saya coba saja. Kalau ada klien yang datang, biasanya saya beri pilihan mau blueberry atau brand yang ada nama saya, begitu.
Boleh tahu kisaran harga gitar ukir Blueberry?
Harganya bervariasi tergantung dari bahan dan tingkat kerumitannya. Ya mulai dari kisaran 5 jutaan rupiah ke atas, ada yang belasan juta, hingga puluhan juta rupiah.
Seberapa puas Anda dengan karya-karya gitar ukir yang sejauh ini telah Anda hasilkan?
Sekarang saya sudah mulai percaya diri, kalau sebelumnya memang sempat takut kalau ada orang yang mengerti tentang gitar kemari dan mencoba gitar buata saya. Karena saya masih kurang percaya diri dengan gitar buata saya sendiri itu. Beruntung banyak yang mengagumi produksi suara dari gitar-gitar ukir saya, sehingga membuat saya lebih percaya diri lagi untuk berkarya. Ya bisa dibilang kualitas suara gitar saya sudah bisa diadu dengan merek-merek gitar ternama lainnya.
Text : Putera Adnyana
Photo : IB Baruna
Reportase : Arif Rahman & Tim
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H