Selain mengajarkan keterampilan berpikir kritis, komunikasi, dan kemandirian, penting bagi orang tua untuk menanamkan semangat belajar sepanjang hayat pada anak-anak mereka. Di tengah perubahan dunia yang sangat cepat, kemampuan untuk terus belajar dan berkembang menjadi salah satu faktor kunci kesuksesan.
Sebuah laporan dari OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) menyebutkan bahwa pada tahun 2030, 14% dari semua pekerjaan yang ada saat ini diperkirakan akan hilang akibat otomatisasi, sementara 32% lainnya akan mengalami perubahan signifikan dalam cara mereka dilakukan. Ini menekankan pentingnya fleksibilitas dan kesiapan untuk belajar hal-hal baru sepanjang hidup .
Untuk mendorong semangat belajar sepanjang hayat (attarbiyatu madal hayyah) , orang tua mulainya dengan memberikan contoh. Misalnya, dengan menunjukkan kepada anak bahwa mereka sendiri juga terus belajar dan mencoba hal-hal baru, baik itu melalui membaca, mengikuti pelatihan, atau mempelajari keterampilan baru. Ketika anak-anak melihat orang tua mereka menikmati proses belajar, mereka akan lebih cenderung mengadopsi sikap yang sama.
Selain itu, penting juga bagi orang tua untuk menciptakan lingkungan yang mendukung proses belajar. Ini bisa dilakukan dengan menyediakan bahan bacaan yang bervariasi, mengenalkan anak-anak pada berbagai aktivitas yang merangsang kreativitas, serta memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengeksplorasi minat dan bakat mereka.
Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang tumbuh di lingkungan yang kaya akan stimulasi intelektual cenderung memiliki prestasi akademik yang lebih baik dan kemampuan pemecahan masalah yang lebih kuat .
Tidak kalah pentingnya adalah pendidikan tentang pengelolaan emosi. Anak-anak harus dibimbing untuk memahami dan mengelola emosi mereka dengan bijaksana. Kemampuan untuk mengelola emosi akan membantu mereka dalam menghadapi tekanan hidup, menjaga hubungan yang sehat dengan orang lain, dan mengambil keputusan yang lebih baik.
Menurut penelitian dari Yale Center for Emotional Intelligence, anak-anak yang dilatih dalam kecerdasan emosional cenderung memiliki kesejahteraan psikologis yang lebih baik dan performa akademik yang lebih tinggi. Mereka juga lebih mampu beradaptasi dengan situasi yang sulit.
Di sisi lain, pengasuhan berorientasi masa depan juga harus menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara dunia materi dan spiritual (baca: keimanan). Dalam Islam, kita diajarkan untuk tidak hanya fokus pada kesuksesan duniawi, tetapi juga mempersiapkan diri untuk kehidupan di akhirat.
Rasulullah saw. bersabda: “Al kayyisu man daana nafsahu wal amila limaa ba’dal mauut.” Artinya: “Orang yang cerdas adalah orang yang mengoreksi dirinya dan beramal sebagai bekal setelah mati."
Oleh karena itu, selain membekali anak-anak dengan keterampilan yang relevan untuk dunia kerja, orang tua juga harus memastikan bahwa mereka memahami makna kehidupan yang lebih dalam. Ini bisa dilakukan melalui pendidikan agama yang intensif, seperti mengajarkan anak-anak untuk beribadah dengan benar, mengenalkan nilai-nilai Islam, dan memupuk kecintaan pada Al-Qur'an.
Dengan menggabungkan pengembangan keterampilan duniawi dan spiritual, kita dapat mempersiapkan anak-anak untuk menghadapi tantangan hidup dengan lebih baik, serta menjadi individu yang seimbang, baik dari segi intelektual maupun moral.