Mengasuh Anak Tangguh, Tugas Utama Orang Tua Bijaksana
Bismillah,
Menjadi orang tua yang tangguh adalah sebuah tugas mulia yang memerlukan kombinasi antara keteguhan spiritual (baca: iman), kedalaman psikologis, dan kebijaksanaan dalam pengasuhan. Allah mengingatkan dalam Al-Qur'an, surat An-Nisa ayat 9, bahwa kita harus takut jika meninggalkan generasi yang lemah di belakang kita. Ini adalah panggilan bagi para orang tua untuk memastikan anak-anak mereka tumbuh menjadi pribadi yang kuat, tidak hanya secara fisik tetapi juga secara spiritual, emosional, dan intelektual.
Pertama-tama, orang tua perlu membangun ketangguhan mereka sendiri. Sebagai pemimpin spiritual keluarga, mereka harus memastikan bahwa anak-anak mereka tumbuh dalam lingkungan yang penuh berkah dan kebaikan. Menjadi orang tua yang tangguh berarti mampu memberikan keteladanan, bukan hanya dalam hal ibadah, tetapi juga dalam setiap aspek kehidupan sehari-hari. Ini memerlukan komitmen dan kesadaran penuh bahwa anak adalah amanah dari Allah yang harus dipertanggungjawabkan.
Namun, menjadi orang tua yang tangguh tidak hanya berkaitan dengan aspek spiritual. Orang tua juga perlu hadir secara psikologis. Kehadiran psikologis ini sangat penting dalam mendampingi anak melalui berbagai tahap perkembangan mereka. Mulai dari usia nol hingga dua tahun, orang tua, terutama ibu, harus memastikan adanya kelekatan yang kuat. Tahap ini merupakan fondasi utama bagi perkembangan emosional anak
Pada usia dua hingga tujuh tahun, aspek biologis perlu diperkenalkan untuk membangun identitas anak. Misalnya, membiasakan anak memahami perbedaan jenis kelamin dengan tepat. Peran ayah dan ibu dalam tahap ini sangat penting untuk membimbing anak-anak mereka memahami peran gender mereka dalam masyarakat. Pada usia ini pula penekanan keimanan sehingga anak mudah menerima kebenaran.
Kemudian, pada usia delapan hingga lima belas tahun, orang tua harus fokus pada pendampingan fisik dan pengembangan intelektual anak. Anak-anak pada usia ini memerlukan dukungan emosional, intelektual, dan spiritual yang berkelanjutan. Pendekatan ini mencerminkan peran orang tua sebagai mitra asuh, yang bukan hanya mengarahkan tetapi juga ikut terlibat aktif dalam setiap proses pembelajaran anak. Peran manusia sebagai abdi Allah dan Khalifah Allah fil Ard ditanamkan dan dan di fahamkan.
Orang tua yang hadir secara psikologis juga harus siap menghadapi tantangan ketika anak mencapai usia remaja. Pada usia lima belas hingga dua puluh tiga tahun, peran orang tua lebih banyak sebagai pendamping yang mengarahkan anak menuju kemandirian. Mereka harus memahami dinamika kelompok sosial anak, yang sering kali menjadi pengaruh besar pada keputusan-keputusan penting dalam kehidupan anak.
Membangun ketangguhan anak juga berarti mengajarkan mereka untuk mampu menghadapi kegagalan dan kesulitan dengan sikap positif. Dalam penelitian oleh Dr. Angela Duckworth tentang grit atau ketahanan, ia menemukan bahwa anak-anak yang memiliki kombinasi antara gairah dan ketekunan mampu mencapai kesuksesan lebih baik dibandingkan mereka yang hanya mengandalkan kecerdasan semata. Ini menunjukkan bahwa ketangguhan mental harus menjadi salah satu fokus utama dalam pengasuhan .
Selain itu, orang tua juga perlu memperhatikan aspek kecerdasan emosional anak. Penelitian dari Yale Center for Emotional Intelligence menunjukkan bahwa anak-anak yang memiliki kecerdasan emosional yang baik cenderung lebih berhasil dalam kehidupan akademis dan sosial. Mereka juga mampu menghadapi tekanan hidup dengan lebih baik. Dalam hal ini, orang tua perlu mengajarkan anak-anak mereka untuk mengenali, memahami, dan mengelola emosi mereka secara efektif. Ini tidak hanya membantu mereka dalam situasi sehari-hari tetapi juga membangun fondasi kuat bagi hubungan interpersonal yang sehat  .
Di dunia yang semakin kompetitif ini, penting bagi orang tua untuk mengajarkan nilai-nilai spiritual Islam yang mendorong kemandirian anak, sekaligus memperkuat karakter mereka. Nabi Muhammad SAW bersabda, "Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya." (HR. Bukhari). Ini berarti orang tua tidak hanya bertanggung jawab untuk menyediakan kebutuhan materi anak, tetapi juga harus memastikan mereka tumbuh menjadi pemimpin dalam berbagai aspek kehidupan.