Bekerja di rumah, kadang walau semangat tetap mampu dijerang sekali waktu ada juga kalanya jenuh jadi es batu. Bermalas-malas memang nikmat, namun ujung-ujungnya badan kurang sehat. Kurang gerak, tak terasa perut buncit seperti bunting tua.
Apalagi jika tidur pagi, aduhai nikmatnya nikmat sekali. Makanya nenek kta dulu sering wanti-wanti, jangan tidur pagi nanti rejeki keduluan dipatok ayam, kita hanya kebagian sisa.
Saya jadi teringat pada saat buah pepaya yang ditaman tumbuh dan mulai berbuah. Mulanya saat jalan-jalan lewat di depan pekarangan orang lain, kemudian melihat pepaya berbuah dan menguning hampir matang di pohon.
Aduhai dalam hati berkata, alangkah nikmatnya jika pepaya tersebut dibiarkan beberapa hari dan saat matang sungguhan dipetik dengan hati-hati kemudian dikupas. Dipotong kecil-kecil seperti dadu lantas disimpan dalam kulkas beberapa waktu. Setelah dingin disantap saat tengah hari, dalam cuaca panas. Sungguh membayangkan saja menetes air liur tanpa terasa.
Saat ada kesempatan mendapatkan bibit pepaya, Â maka saya tanamlah pepaya sekian banyak. Beberapa bulan kemudian pepaya tumbuh dan berbuah. Bayangan nikmatnya pepaya matang di pohon yang dipotong dan dimasukkan kulkas, maka mulailah saya praktikkan.
Pembaca pasti akan membayangkan betapa nikmatnya saya saat menyantap pepaya tersebut. Apalagi saat tengah hari, pulang mancing dengan rasa haus yang sangat, rasa lapar juga menyengat. Satu mangkok penuh tentu saja akan habis ludes sekali hadap.
Semakin sering semakin berkurang nikmatnya. Mungkin bukan rasa pepayanya yang tidak segar dan manis lagi, bisa jadi karena lidah sudah terlalu sering. Nenek bilang "gomeg".