Obrolan di pos ronda memang tak ada matinya. Setiap kepala pasti punya cerita. Dan dahsyatnya tak ada topik yang tertolak menjadi hangat. Apa saja jadi hangat. Bukan hangat isinya. Yang hangat malah perdebatannya.
Sambil jaga malam, pasti malam terasa sangat panjang dan mencekam bila tak ada obrolan. Saling diam, apa enaknya? Begitulah kira-kira suasananya. Walau sambil main domino dan catur, tetap saja obrolan tidak jadi nomor dua.
Apa yang paling hangat? Apalagi kalau bukan soal politik.
Baca Juga: DJP Online. Oh...
Syahdan, beberapa minggu sebelum pilkada di Kabupaten kami, masing-masing warga punya tokoh yang dijagokan.
Saya mendukung bupati ini, karena kelebihannya bla bla bla. Yang lain mengomentari, pokoknya kalau sampai bupati itu berkuasa lihat saja sejengkal demi sejengkal tanahmu akan diambil dan dikuasai.
Mending dukung bupati ini saja, janjinya nanti masjid kita akan dipugar. Kita akan punya masjid besar. Eh, yang lain mengomentari, nyatanya masjid yang ada saja sepi penggunanya. Buat apa juga dibuat besar-besar.
Lanjut, ya terang ingin desa kita punya masjd besar seperti kampung sebelah, megah. Lah kita, apa? Masjid jadul begini. Bikin malu saja, kalah gengsi kita.
Merasa kalah dengan argumen yang diberikan, tak kalah ternyata. Mending pilih yang ini saja. Kemarin saya dapat bingkisan sarung, baju koko, sejadah, dan isteri saya dapat mukena dan jilbab.
Saya juga dapat, katanya. Tapi tetap saya tak mau pilih dia. Nanti pasti uang buat beli segala macam itu akan diambil dari dana negara, korupsi namanya.
Aku jadi pendengar saja, takut mau berkomentar apa. Paling berani cuma senyam-senyum saja pada keduanya agar tidak terlihat mendukung salah satunya.