Melati yang (Pernah) Ingkar Janji
Waktu telah lelah
Digenggam dan diperas
Tangan kaki letih berayun
Nun jauh di sana
Melati mencoba sembunyi
Menutupi kesalahannya
Biasanya lambaian tangan menyapa,
"Aku suka! Lanjutkan!"
"Tiga kata" jadi gula untuk kopi pahitnya
Dalam guman, "Aku sedang berusaha, Sayang! Doakan agar menjadi seperti mereka. Berkibar hingga melampaui mega."
Memangnya bisa!
Melatimu ada di mana?
Bagaimana kau membujuknya?
Kaki terpasung masa lalu
Tangan terbelenggu seribu rantai
Di belakangmu, kau tak tahu
Wanginya telah ditumpahkan
Segenap lantai basah
Masih bersisa
Baca Artikel Puisi Yang Telah Cuci....
Waktu telah lelah
Digenggam dan diperas
Senyum manis melegakanmu
Mungkin saja,
Ada sedikit harapan alarm terjeda
Tapi kau tak akan bisa!
Coba lihat sekelilingmu
Kita ada di belantara
Mahluk buas siap menerkam
Lalu merobek kulit
Menyisakan tulang belulang
Tak butuh waktu lama
Melati!
Kalau memang punya harga
Punya wangi yang masih tersisa,
Tumpahkanlah di atas kepalanya
Lalu katakan, "Maaf, Sayang. Aku khilaf. Ku kira kemarau akan datang. Makanya di sumur itulah aku berendam."
Ia tak menyadari seberapa dalam sumur di hadapannya
Ia tak akan menduga
Sumur itulah pembunuh masalnya
Seseorang telah menaruh tuba, hingga ikan-ikan baunya menyebar ke mana-mana
Harummu tak akan mampu mengalahkannya
Menyamainya pun tidak!
Jadi tak usahlah berdalih
Tak usah minta maaf
Sebentar lagi satu demi satu kelopakmu akan jatuh
Bersama waktu
Yang telah lelah
Digenggam dan diperas