Bocah dengan Petir Di Kepalanya
Dahulu sekali, ketika ia masih bocah
Petir-petir diusung dalam keadaan panas merontokkan helai demi helai rambut ikalnya
Ia jajakan keliling pasar sambil berteriak, "Ini kue enak! Ini kue enak! Silakan! Silakan!"
Ia tak menyadari, satu persatu pembeli teracuni dan mati
Pasar kemudian sepi
Orang-orang baru di tengah pasar tak lagi menyaksikan bocah penjaja petir
Mungkikah ia juga telah mati?
Tidak!
Ia tidak akan pernah mati!
Bocah penjaja petir telah menjadi darah
Masuk dalam urat-urat nadi
Sesekali keluar dari mulut-mulut mereka lewat umpatan keji
Suatu ketika penguasa datang mencari
Orang-orang pun ribut menanyakan, "Buat apa kau cari bocah penjaja petir itu, Tuan Paduka! Bukankah kehadirannya telah meracuni!"
"Aku ingin berterimakasih kepadanya, karenanya aku menjadi terkenal, menjadi berjasa, dan kekuasaan meluas seluas-luasnya."
Maka munculah penjaja petir satu persatu
Sayalah penjaja petir itu!
Sayalah penjaja petir itu!
Sayalah penjaja petir itu!
Ia jajakan petir di kepalanya sambil berteriak, "Ini racun! Ini racun! Ini mematikan! Ini mematikan! Silakan! Silakan!"
Maka tak satu pun pembeli mendekati
Masing-masing mengusir menyuruhnya pergi
Orang-orang di tengah pasar tak menyadari
Penjaja petir kali ini tak menjajakan racun lagi
Demi gengsi dan ingin dikatakan, "Hebat! Kau pemberani!"
TB, 24 Desember 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H