Kejaksaan Republik Indonesia sebagai institusi penegakan hukum merupakan salah satu unsur penting di dalam sistem hukum Indonesia. Sebagai bagian dari struktur hukum dalam sebuah sistem hukum. Kejaksaan R.I. adalah lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan negara, khususnya di bidang penuntutan. Dinamika perkembangan masyarakt dan hukum yang berjalan sangat cepat seringkali meninggalkan pengembangan sumber daya manusia. Persoalan sumber daya manusia tidak hanya dialami oleh Kejaksan tetapi juga institusi lain.
Selama ini kejaksaan cukup nilai lemah dalam hal organisasi maupun pemanfaatan sumber daya manusianya, sehingga diperlukan pembaruuan yang lebih sistematis. Dalam hal rekruitmen Kejaksaan sebagian besar sama halnya dengan pegawa negeri sipil. Tetapi dalam pelaksanaanya ada yang berbeda dari rekruitmen pegawai negeri sipil, salah satunya ialah persyaratan tinggi bada dalam rekruitmen kejasaan.Â
Persyaratan tinggi badan ini diatur dalam Peraturan Kejaksaan Agung Nomor : PER-035/A/JA/12/2009, yang mensyaratkan pelamar pegawai Kejaksaan haruslah memiliki postur yang ideal dengan tinggi badan untuk laki laki minimal 160 cm dan perempuan minimal 150 cm. Meski terdengar seperti aturan standar, kriteria ini menuai perdebatan karena dianggap tidak relevan dengan tugas dan tanggung jawab seorang jaksa. Jaksa memiliki peran melakukan penuntutan, melaksanakan putusan pengadilan dan melakukan pengawasan terhadap putusan. Jika ditilik lagi relevansi tinggi badan sama sekali tidak selaras dengan tugas jaksa.
Perysaratan tinggi badan pada institusi kejaksaan seharusnya dapat dipertimbangkan lagi pengaturannya, dimana hemat penulis dalam hal ini meliputi pertimbangan :
Tidak Relevan dengan Kompetensi
Profesi jaksa lebih menuntut kecerdasan, kemampuan berpikir kritis, dan integritas moral. Tugas mereka adalah menegakkan hukum, menguasai detail kasus, dan memberikan argumen yang kuat di pengadilan. Dalal hal hal ini tinggi badan sama sekali tidak berkaitan dengan kompetensi berpikir seseorang.Berpotensi Diskriminatif
Syarat tinggi badan bisa saja menghambat peluang seseorang yang berbakat dan memiliki kompetensi tinggi tetapi tidak memenuhi kriteria fisik tersebut. Belum lagi pada beberapa daerah di Indonesia memang memiliki genetik tinggi badan yang berbeda, hal ini bisa saja menimbulkan diskriminasi pada beberapa kelompok wilayah di Indonesia.Tidak Sejalan dengan Prinsip Kesetaraan
Dalam UUD 1945 Pasal 28D (3) disebutkan bahwa "setiap warga negara berhak atas kesempatan yang sama dalam pemerintahan" Menjadikan tinggi badan sebagai syarat masuk dapat dianggap melanggar prinsip ini karena tidak memberikan kesempatan yang adil bagi semua orang, terutama mereka yang secara fisik tidak sesuai dengan kriteria tetapi memiliki kualitas yang sangat baik.Citra Profesionalisme yang Keliru
Tinggi badan sering diasosiasikan dengan kesan wibawa dan profesionalisme. Namun, profesionalisme sejati tidak terletak pada fisik, melainkan pada kemampuan dan sikap kerja.Â- Bertentangan dengan Prinsip Meritokrasi
Prinsip meritokrasi, yang menekankan pada kompetensi dan prestasi, menjadi dasar dalam sistem Kejaksaan. Menjadikan tinggi badan sebagai syarat utama dapat mengabaikan prinsip ini, karena menilai aspek fisik yang tidak mencerminkan kemampuan kerja. Dalam beberapa kasus banyak pegawai Kejaksaan yang gagal menjadi Jaksa dikarenakan badan yang tidak proposional.
Syarat tinggi badan dalam rekrutmen kejaksaan lebih banyak menimbulkan masalah daripada manfaat. Kriteria ini tidak relevan dengan tugas utama seorang jaksa. Untuk menciptakan rekrutmen yang lebih adil dan sesuai dengan kebutuhan profesi, Kejaksaan sebaiknya menghapuskan syarat tinggi badan sebagai kriteria mutlak. Fokus rekrutmen harus diarahkan pada kompetensi, integritas, dan kemampuan kerja.
Mengambil contoh negara yang bertetanggan dan jauh lebih maju Singapura sudah tidak menerapkan persyaratan dalam proses pelaksanaan rekruitmen Aparatur Negara non Militernya, seharusnya Pemerintah Indonesia lebih melek lagi dan bisa mempertimbangkan penghapusan syarat tinggi badan pada proses rekruitmen Kejaksaan ataupun Aparatur Sipil Negara. Karena pada akhirnya, masyarakat membutuhkan jaksa yang cerdas, berintegritas, dan mampu menegakkan hukum dengan adil, bukan sekadar yang memenuhi standar fisik tertentu.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H