Mengapa perusahaan pelat merah kurang percaya diri melantai di bursa. PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menyatakan tahun ini belum ada badan usaha milik negara (BUMN) maupun anak usaha di pipeline rencana penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) dan pencatatan perdana (listing) hingga saat ini. Transisi pemerintahan baru diharapkan segera melangkah tegak mendorong BUMN untuk melakukan IPO.
Padahal BEI selalu proaktif mengajak calon emiten baru untuk melaksanakan IPO. Sayang sekali, dua lembaga yang berhubungan dengan proses IPO di pasar modal mendapat sorotan terkait dugaan kuat kasus suap gratifikasi yang dilakukan karyawan BEI terhadap calon emiten yang ingin melantai di bursa. Sekedar catatan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan BEI adalah dua lembaga yang menjadi ujung tombak perizinan suatu perusahaan melakukan penawaran umum (listing).
Sepanjang semester I dan awal semester II-2024, terdapat 32 emiten yang telah melangsungkan IPO dan listing saham di BEI. Pekan ini saja, ada ISEA, GOLF, BLES, GUNA, dan LABS. Sementara itu, dalam pipeline hingga akhir 2024, lebih dari 30 perusahaan berencana menggelar IPO.Â
Menurut PT Bursa Efek Indonesia (BEI) sepanjang tahun berjalan ini, tidak ada satupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang go public. Sementara, dalam daftar 35 calon emiten di pipeline BEI juga terpantau tak ada dari kelompok BUMN.
Pemerintahan baru sebaiknya melepas keraguan dan menempuh kembali initial public offering (IPO) bagi perusahaan pelat merah. Kegagalan IPO BUMN yang terjadi dimasa lalu hendaknya segera dicarikan solusi sehingga terwujud IPO yang berkualitas.
BEI perlu agresif mendekati Menteri BUMN Kabinet Prabowo Subianto terkait penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) dan pencatatan perdana saham (listing) sejumlah BUMN untuk tahun 2025. Selama ini BUMN yang tercatat di bursa memiliki kinerja baik, akuntabel, serta terjaganya profesionalitas.
Perlu segera mengusulkan mana saja dari BUMN atau anak-anak BUMN yang siap IPO. Pemerintahan baru jangan lagi mengumbar kekhawatirannya terkait BUMN yang melakukan penawaran umum saham perdana (initial public offering/IPO). Pemerintah berdalih jika IPO dilakukan pada tahun ini dikhawatirkan sahamnya bisa jatuh. Karena saat ini sedang mengalami perlambatan ekonomi.
Sangat ironis, sejak 2015 pemerintah mengunci pintu agar BUMN tidak IPO. Padahal negara mulai menghadapi persaingan dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Melalui IPO, BUMN akan lebih akuntabel dalam pengelolaan keuangan. Selain itu manajemen akan lebih berhati-hati dalam menjalankan perusahaan karena tidak lagi hanya bertanggung jawab kepada pemerintah tetapi juga kepada publik.
Setelah IPO, intervensi politik kepada BUMN dengan sendirinya akan menghilang. Karena intervensi semacam itu berpotensi merugikan perusahaan dan efeknya akan langsung terasa di lantai bursa. Sehingga manajemen akan lebih selektif dalam mengelola perusahaan bebas dari intervensi.
Mestinya beberapa BUMN didorong untuk segera IPO. Untuk BUMN yang bergerak dalam sektor pelayanan publik, seperti PT KAI, PLN, tidak perlu IPO. Sedangkan BUMN yang selama ini kinerjanya kurang efektif seperti sektor perkebunan sebaiknya segera didorong. Apalagi pemerintah telah melakukan penggelontoran dana penyertaan modal negara (PMN) terhadap beberapa BUMN.