Mohon tunggu...
Arif Minardi
Arif Minardi Mohon Tunggu... Insinyur - Aktivis Serikat Pekerja, Ketua Umum FSP LEM SPSI, Sekjen KSPSI, Anggota LKS Tripartit Nasional

Berdoa dan Berjuang Bersama Kaum Buruh

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Mengapa IPO BUMN Loyo?

31 Agustus 2024   17:19 Diperbarui: 31 Agustus 2024   17:20 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bursa Efek Indonesia (BEI).(KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG)

Catatan : Arif Minardi 

Mengapa perusahaan pelat merah kurang percaya diri melantai di bursa. PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menyatakan tahun ini belum ada badan usaha milik negara (BUMN) maupun anak usaha di pipeline rencana penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) dan pencatatan perdana (listing) hingga saat ini. Transisi pemerintahan baru diharapkan segera melangkah tegak mendorong BUMN untuk melakukan IPO.

Padahal BEI selalu proaktif mengajak calon emiten baru untuk melaksanakan IPO. Sayang sekali, dua lembaga yang berhubungan dengan proses IPO di pasar modal mendapat sorotan terkait dugaan kuat kasus suap gratifikasi yang dilakukan karyawan BEI terhadap calon emiten yang ingin melantai di bursa. Sekedar catatan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan BEI adalah dua lembaga yang menjadi ujung tombak perizinan suatu perusahaan melakukan penawaran umum (listing).

Sepanjang semester I dan awal semester II-2024, terdapat 32 emiten yang telah melangsungkan IPO dan listing saham di BEI. Pekan ini saja, ada ISEA, GOLF, BLES, GUNA, dan LABS. Sementara itu, dalam pipeline hingga akhir 2024, lebih dari 30 perusahaan berencana menggelar IPO.Menurut PT Bursa Efek Indonesia (BEI) sepanjang tahun berjalan ini, tidak ada satupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang go public. Sementara, dalam daftar 35 calon emiten di pipeline BEI juga terpantau tak ada dari kelompok BUMN.

Pemerintahan baru sebaiknya melepas keraguan dan menempuh kembali initial public offering (IPO) bagi perusahaan pelat merah. Kegagalan IPO BUMN yang terjadi dimasa lalu hendaknya segera dicarikan solusi sehingga terwujud IPO yang berkualitas.

BEI perlu agresif mendekati Menteri BUMN Kabinet Prabowo Subianto terkait penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) dan pencatatan perdana saham (listing) sejumlah BUMN untuk tahun 2025. Selama ini BUMN yang tercatat di bursa memiliki kinerja baik, akuntabel, serta terjaganya profesionalitas.

Perlu segera mengusulkan mana saja dari BUMN atau anak-anak BUMN yang siap IPO. Pemerintahan baru jangan lagi mengumbar kekhawatirannya terkait BUMN yang melakukan penawaran umum saham perdana (initial public offering/IPO). Pemerintah berdalih jika IPO dilakukan pada tahun ini dikhawatirkan sahamnya bisa jatuh. Karena saat ini sedang mengalami perlambatan ekonomi.

Sangat ironis, sejak 2015 pemerintah mengunci pintu agar BUMN tidak IPO. Padahal negara mulai menghadapi persaingan dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Melalui IPO, BUMN akan lebih akuntabel dalam pengelolaan keuangan. Selain itu manajemen akan lebih berhati-hati dalam menjalankan perusahaan karena tidak lagi hanya bertanggung jawab kepada pemerintah tetapi juga kepada publik.

Setelah IPO, intervensi politik kepada BUMN dengan sendirinya akan menghilang. Karena intervensi semacam itu berpotensi merugikan perusahaan dan efeknya akan langsung terasa di lantai bursa. Sehingga manajemen akan lebih selektif dalam mengelola perusahaan bebas dari intervensi.

Mestinya beberapa BUMN didorong untuk segera IPO. Untuk BUMN yang bergerak dalam sektor pelayanan publik, seperti PT KAI, PLN, tidak perlu IPO. Sedangkan BUMN yang selama ini kinerjanya kurang efektif seperti sektor perkebunan sebaiknya segera didorong. Apalagi pemerintah telah melakukan penggelontoran dana penyertaan modal negara (PMN) terhadap beberapa BUMN.

Langkah itu tentunya merupakan strategi agar bisa melepas saham perdananya melalui initial public offering (IPO). Suntikan dana terhadap perusahaan pelat merah tersebut tentunya sebagai upaya pemerintah untuk memperbaiki posisi neraca keuangan BUMN agar bisa listing di bursa.

Adanya BUMN yang belum bisa mewujudkan IPO yang berkualitas dan penerbitan saham baru atau right issue mestinya diatasi secara sistemik. Sebagian BUMN di Indonesia belum bisa menyediakan laporan keuangan yang baik sesuai dengan standar pelaporan keuangan. Hanya sedikit BUMN yang dapat membuat laporan keuangan dengan baik sesuai dengan kaidah International Financial Reporting Standards.

Ukuran kinerja keuangan BUMN merupakan faktor penting untuk mewujudkan IPO BUMN yang berkualitas. Secara umum makna kata kinerja atau performance merupakan outcome yang dihasilkan dalam suatu periode. Ukuran kinerja keuangan BUMN yang dipakai adalah profitabilitas. Yang diartikan sebagai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba.

Profitabilitas dapat mengukur kinerja perusahaan secara keseluruhan dan dapat mengukur tingkat efisiensi dalam pengelolaan aset, kewajiban, dan ekuitas perusahaan. Selain itu pemegang saham lebih cenderung menggunakan profitabilitas karena kestabilan harga saham sangat tergantung pada tingkat keuntungan yang diperoleh dan penerimaan dividen di masa yang akan datang.

Hingga kini ada 18 BUMN yang IPO tergolong leading market. Sayangnya, hingga saat ini belum ada BUMN perkebunan yang melantai di bursa. Padahal negeri ini memiliki usaha perkebunan yang cukup banyak dan beraneka ragam. Juga banyak menyerap tenaga kerja dan memiliki derivatif usaha rakyat di sekitarnya.

Untuk itu perlu mewujudkan transparansi dan penyehatan BUMN Perkebunan. Sehingga mampu menarik basis investor yang berkualitas dan kuat, sehingga dalam kondisi krisis sekalipun nilai kapitalisasi BUMN Perkebunan tidak anjlok.Kegagalan IPO BUMN di waktu lalu, khususnya untuk PT Pos Indonesia (Posindo) merupakan tamparan keras. Bahwa BUMN belum mampu memenuhi ekspektasi stakeholder dan belum bisa melakukan inovasi, efisiensi, dan peningkatan pelayanan kepada pelanggan.

BUMN pada saat ini membutuhkan belanja modal (capital expenditure) yang besar untuk mengembangkan produk dan jasa berkualitas.Dalam kasus PT Posindo, sangat membutuhkan dana segar. Jika tidak mendapatkan dana segar maka kondisi Posindo bisa semakin terpuruk. Celakanya, opsi lain yaitu penyertaan atau tambahan modal dari negara sangat sulit diwujudkan. Oleh sebab itu harus ada task force yang mengusahakan kembali proses IPO bagi Posindo dengan cara yang lebih andal.

Salah satu belanja modal yang cukup signifikan bagi BUMN adalah investasi pada sistem informasi dan teknologi informasi yang mampu meningkatkan kinerja perusahaan. Sayangnya, investasi sistem informasi di BUMN selama ini kurang efektif dan kurang sesuai dengan kebutuhan bisnis.

Mestinya investasi teknologi informasi BUMN khususnya Sistem Informasi Akuntansi mampu mengintegrasikan sub-sub sistem atau komponen baik fisik maupun non fisik yang saling berhubungan dan bekerja sama satu sama lain secara harmonis untuk mengolah data transaksi yang berkaitan dengan masalah keuangan menjadi informasi keuangan.

Hal itu sesuai dengan teori Mcleod dan Schell bahwa bahwa sistem informasi akuntansi harus dapat mengumpulkan data dan dapat menjelaskan kegiatan perusahaan, mengubah data tersebut menjadi informasi serta menyediakan informasi bagi pemakai di dalam maupun di luar perusahaan.

Program IPO BUMN bisa berkualitas jika sebelumnya dilakukan transformasi manajerial. Keunggulan kinerja keuangan serta daya saing berkelanjutan dapat diperoleh melalui transformasi manajerial. Transformasi manajerial pada dasarnya merujuk kepada komitmen manajemen untuk mengelola perusahaan berbasis pada transparansi, akuntabilitas, pengelolaan risiko, dan tanggung jawab sosial terhadap konsumen, masyarakat, dan lingkungan.

Mewujudkan IPO BUMN pada dasarnya merupakan kendaraan untuk mentransformasikan manajemen perusahaan menjadi lebih transparan, akuntabel, dan kredibel. Hal ini sangat logis untuk dipahami, karena dengan masuknya BUMN ke pasar modal maka perusahaan didorong dan dituntut untuk menjadi perusahaan terbuka dengan mengedepankan manajemen berbasis good corporate governance.

Dengan go public maka BUMN didorong untuk memenuhi berbagai regulasi pasar modal khususnya keterbukaan informasi secara penuh (full disclosure), ketentuan dan regulasi terkait Good Corporate Governance (GCG), Risk Management, dan Corporate Social Responsibility (CSR). ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun