Catatan  Arif Minardi  *)Â
Hingga kini sektor ketenagakerjaan nasional masih menyimpan konflik yang substansial terkait dengan pengupahan dan hubungan industrial. Tidak jarang organisasi pekerja mencanangkan aksi mogok kerja sebagai langkah perjuangan. Namun begitu, langkah tersebut hendaknya dipertimbangkan secara matang. Jangan sampai aksi tersebut justru menjadi bumerang bagi individu pekerja. Mogok kerja harus memiliki substansi yang logis dan esensinya harus benar-benar dimengerti oleh para anggota.
Sejatinya mogok kerja adalah senjata pamungkas setelah perundingan yang efektif benar-benar mengalami kebuntuan. Mogok kerja hendaknya tidak dilakukan karena ambisi atau motif politik praktis yang dilakukan oleh pengurus organisasi pekerja. Nasib kaum buruh jangan dikorbankan untuk kegiatan politik praktis yang notabene merupakan agenda parpol tertentu.
Jangan sampai mogok kerja justru semakin memperburuk kondisi perusahaan yang kini tengah mengalami beban berat. Kini masalah ketenagakerjaan tidak hanya menyangkut hak-hak normatif karyawan seperti upah, jaminan sosial, hak berserikat dan lain-lain. Ada hal yang sangat substansial terkait dengan kesulitan perusahaan yang bisa berakibat kepailitan dan efek luasnya. Hal diatas sebaiknya dijadikan introspeksi oleh kalangan serikat pekerja. Agar mereka turut memikirkan dan ikut bertanggung jawab terhadap masa depan perusahaan yang menjadi sumur kehidupannya.
Dalam situasi dunia yang sarat persaingan sengit, kondisi perusahaan bisa terancam pailit alias bangkrut sewaktu-waktu. Hal ini tidak peduli bagi perusahaan swasta maupun BUMN, semua berpotensi mengalami kepailitan. Fakta menunjukkan bahwa di negara kapitalis yang memiliki sistem dan jaminan ketenagakerjaan yang baik saja jika terjadi kepailitan maka hak pekerja menjadi terpuruk.
Untuk itulah Kementerian Ketenagakerjaan dan pihak organisasi serikat pekerja sebaiknya mencari jalan jika terjadi kasus kepailitan. Dibutuhkan terobosan hukum dan politik, antara lain dengan membangun lembaga penjaminan ataupun asuransi yang bisa menjamin dan menguatkan hak-hak pekerja bilamana perusahaan tempatnya bekerja di pailitkan.
Serikat pekerja yang menyatakan aksi mogok kerja massal hendaknya mengedepankan rasionalitas dan tidak bersikap destruktif. Pemerintah sebaiknya membentuk tim yang kapabel untuk mendorong renegosiasi guna mencari jalan tengah yang bisa mengatasi kebuntuan.
Forum Perundingan
Dalam kaidah manajemen modern, pekerja pada prinsipnya juga berperan sebagai stakeholders. Oleh sebab itu serikat pekerja sangat berkepentingan terhadap kelangsungan hidup perusahaan. Serikat pekerja sebaiknya memiliki kemampuan untuk mengkaji dan menganalisa kinerja perusahaan secara obyektif. Sayangnya, kemampuan tersebut belum banyak dimiliki oleh pengurus serikat pekerja di negeri ini.
Undang undang telah menempatkan serikat pekerja dan pihak pengelola perusahaan sama-sama kuat. Dalam arti jika serikat pekerja memiliki hak sekaligus senjata pamungkas berupa aksi mogok kerja dalam menuntut hak-hak normatifnya, begitupun para pengusaha juga memiliki hak sekaligus senjata berupa langkah untuk me-lock out perusahaannya. Hanya saja, mekanismenya diatur lebih lanjut oleh UU yang mana secara garis besarnya para pengusaha dilarang secara diam-diam, melainkan harus membicarakan lebih lanjut dengan Serikat Pekerja yang ada di lingkungannya lewat forum perundingan.