Mohon tunggu...
Arif Minardi
Arif Minardi Mohon Tunggu... Insinyur - Aktivis Serikat Pekerja, Ketua Umum FSP LEM SPSI, Sekjen KSPSI, Anggota LKS Tripartit Nasional

Berdoa dan Berjuang Bersama Kaum Buruh

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Penerimaan Negara dan Masalah Nilai Tambah Hilirisasi

17 Januari 2024   13:00 Diperbarui: 17 Januari 2024   13:03 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Penerimaan Negara (KOMPAS/DIDIE SW) 

Bagian ketiga dari 3 tulisan :

Agenda besar bangsa kedepan adalah menyehatkan politik anggaran agar tidak terjadi ketimpangan dan kebocoran. Jika dilihat dari volumenya struktur anggaran kurang signifikan dibandingkan dengan faktor demografi, geografis serta pertumbuhan IPM.                                   

Apalagi para penguasa daerah cenderung memutuskan belanja untuk sektor publik masih dibawah belanja birokrasi. Buruknya proses dan kualitas penyusunan APBD merupakan indikasi bahwa kebijakan keuangan di negeri ini belum pro-rakyat. Politik anggaran di daerah banyak yang tidak wajar bahkan terkesan ngawur, salah satu contohnya adalah  alokasikan Rp 1,1 Miliar untuk biaya karangan bunga dalam APBD Kota Bekasi. Inilah akibat proses pembahasan anggaran yang tidak melibatkan partisipasi publik.

Perlu mengadopsi teori Herman Minsky seperti yang tercantum dalam bukunya yang berjudul “Stabilizing the unstable economy”. Selama ini para akademisi dan praktisi ekonomi mengenal istilah Minsky Moment untuk menggambarkan ekonomi yang berada dalam kondisi turbulensi.

Kondisi pasar telah berjalan di jalur bebas hambatan. Hampir semua rezim pemerintahan di dunia menciptakan kondisi yang memungkinkan pasar bekerja dengan sempurna, termasuk di antaranya membuat UU yang memuluskan pergerakan barang, jasa, dan keuangan, pembentukan lembaga-lembaga pendukung, serta mencegah segala rupa gangguan yang datang dari individu atau kelompok terhadap bekerjanya mekanisme pasar tersebut.

Turbulensi Tiada Henti

Dalam rezim neoliberal, peran negara difungsikan mendukung dari belakang. Namun, setelah sekian lama apa yang terjadi.Ternyata daya dan upaya diatas justru mengakibatkan turbulensi yang tiada henti-hentinya. Dengan kondisi diatas, banyak pihak yang merekomendasikan inversi atau membalik situasi yang menyebabkan turbulensi tersebut. Yakni memberlakukan kebijakan dimana sebaiknya pasar tidak lagi dilepas sebebas-bebasnya.

Dibalik rekomendasi tersebut, bekerja model analisis yang melihat krisis yang terjadi selama ini bersifat siklikal yang bersandar pada teori siklus bisnis, yang populer disebut Minsky Moment. Teori siklus bisnis itu secara sederhana dinyatakan adanya dua periode. Pada mulanya adalah periode optimisme dalam pasar finansial, yang ditandai oleh tindakan agresif dan ekspansif dari pemberi dan penerima utang karena adanya peluang keuntungan besar di masa depan yang bisa diraih segera.

Akibatnya, dalam periode ini, kehati-hatian dalam pasar diabaikan, praktik spekulasi sangat dominan sehingga menggiring pada periode yang disebut “the death of business cylce”. Lalu muncul periode yang pesimis, yang ditandai oleh hilangnya kepercayaan pada pelaku pasar yang kemudian menyebabkan terjadinya krisis. Gejala tersebut kini mulai tampak, dan korban yang paling menderita adalah rakyat kelas pekerja.

Ilustrasi sumber daya alam ( sumber : pengajar.co.id ) 
Ilustrasi sumber daya alam ( sumber : pengajar.co.id ) 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun