Mohon tunggu...
Arif Meftah Hidayat
Arif Meftah Hidayat Mohon Tunggu... Freelancer - Buruh Pabrik

Dengan atau tanpa saya menulis, dunia juga tidak akan berubah

Selanjutnya

Tutup

Humor Artikel Utama

Traktor Tak Jadi Datang, Aku Rapopo

30 Maret 2015   13:21 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:48 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humor. Sumber ilustrasi: PEXELS/Gratisography

Di negara yang mengaku sebagai negara agraris, negara subur makmur loh jinawi, yang bahkan menanam kayu dan batu pun menjadi tanaman, petani logikanya merupakan salah satu profesi elit yang menjanjikan masa depan yang cerah. Hasil pertanaman yang merupakan kebutuhan hampir setiap manusia, seharunya diikuti oleh penghasilan yang didapatkannya secara terus menerus.

Namun, terkadang dan seringkali, rasionalitas logika tidak berkutik menghadapi kebetulan yang tidak diperhitungkan. Tidak mampu menghadapi penyalahan yang diorganisir. Makanya, terkadang dan seringkali juga, petani hanya menjadi obyek penderita yang jangankan dapat hidup mewah, hidup pas-pas an pun terkadang kurang.

Baik sebagai rumah tangga konsumsi ataupun sebagai rumah tangga produksi, petani selalu tidak diuntungkan dengan yang namanya mekanisme pasar. Harapan mendapatkan keuntungan berlipat sewaktu harga gabah tinggi seolah sirna bersamaan dengan berbagai kebijakan penurunan harga yang katanya disebabkan oleh pasokan yang masih berlimpah. Harapan meminimalisir pengeluaran karena harga beras yang murah seolah sirna juga bersamaan dengan membumbungnya harga beras akibat pasokan yang terbatas.

Dan yang paling baru, adalah masalah bantuan traktor untuk petani di Kabupaten Ponorogo. Banyak pemberitaan mengenai bantuan traktor dari pemerintah yang tak kunjung sampai kepada petani. Untuk kasus yang terakhir ini, tidak boleh lah langsung menyalahkan pemerintah seperti yang banyak diberitakan. Pemerintah, telah berniat untuk memberikan traktor, dan tidak selayaknya niat baik disalahkan. Selain itu, mungkin terdapat salah persepsi antara pemerintah, petani dan peliput media.

Ketika Presiden Jokowi melakukan kunjungan bersama dengan traktor-traktor yang dijajar rapi di jalan menuju sawah yang akan digunakan sebagai lokasi demonstrasi traktor, sudah tertanam di dalam mindset petani bahwa traktor tersebut nantinya akan dibagikan kepada mereka. Dalam suatu kejadian yang mengandung unsur harapan palsu, harapan palsu tidak melulu berasal dari pemberi harapan, tetapi juga berasal dari penerima. Penerima yang terlalu berharap, terlalu mengharapkan sehingga ketika pada akhirnya tidak diberi, maka hanya kecewa yang timbul. Dalam hal ini, petani sudah berharap lebih bahwa traktor yang dijajar nantinya akan diberikan kepada mereka. Padahal belum pasti yang dipajang itu akan diberikan kepada mereka. Memang petani yang memiliki harapan berlebih.

Traktor membutuhkan biaa operasional dan biaya perawatan yang tidak murah. Jika hanya untuk makan terkadang kurang, maka tidak bijaksana jika harus menambah beban petani dengan mendatangkan traktor-traktor  untuk mereka. Pemerintah sudah memperhitungkan kenaikan harga bbm yang juga nantinya diikuti oleh meningkatnya biaya operasional traktor. Daripada semakin memberatkan petani atau daripada traktornya tidak digunakan karena tidak memiliki biaya operasional, lebih baik traktor tidak diberikan kepada petani.

Tidak dipungkiri, traktor dapat mempercepat pengolahan tanah dan membuat pekerjaan menjadi efisien. Namun, di negara dengan penduduk banyak seperti Indonesia ini, efisiensi terkadang tidak diperlukan. Yang dibutuhkan adalah jenis-jenis pekerjaan padat karya yang memerlukan banyak tenaga kerja. Traktor dinilai sebagai alat yang menjadikan banyak orang menganggur. Oleh karena itu, lebih baik traktor tidak diberikan ke petani, yang menjadikan banyak buruh tani lain menganggur.

Kasihan memang petani, sudah banyak kebijakan yang tidak memihak mereka, masih juga digunakan lucu-lucu an.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun