Menjadi pembelajar membutuhkan suatu kesabaran. Untuk paham suatu pelajaran, terkadang dibutuhkan bukan hanya kecerdasan atau intelektualitas, tetapi juga suatu ketelatenan dan kerajinan. Pun demikian dengan memahami isi dari suatu bacaan. Terkadang diperlukan lebih dari sekali baca untuk benar-benar tahu dan paham isi bacaan. Ketelatenan, kesabaran, dan motivasi yang kuat diperlukan dalam kegiatan membaca, suatu pembelajaran. Mental yang kuat diperlukan untuk dapat bertahan menjadi seorang pembaca. Selesai!
Memang benar, tetapi bukan itu poin utama alasan tulisan ini dibuat.
Pernah suatu ketika saya berada di stasiun, berada di dalam kereta, berada di dalam kapal, dan berada di tempat umum yang lainnya. Setelah diperhatikan, terdapat salah satu persamaan yang menurut saya cukup menarik. Di tempat-tempat tersebut saya mendapati para wisatawan mancanegara (bule) yang sangat asyik dengan buku-buku mereka. Sesekali mereka ngobrol dengan teman yang berada di sebelahnya, dan kemudian kembali asyik dengan buku-buku mereka. Yang menurut saya cukup menarik, mereka tetap fokus pada aktivitas membaca walaupun di sekitar mereka banyak yang berlalu lalang. Mereka tetap fokus walupun di sekitarnya terdapat teman-temannya.
Cukup menarik karena saya jarang menjumpai pada diri saya sendiri khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya. Tidak sedikit sebenarnya yang membaca di tempat-tempat umum, namun ketika diperhatikan, sedikit-sedikit kepala mereka tengok kanan tengok kiri seperti ada yang dicari. Tercipta kesan bahwa mereka mudah terganggu terhadap suasana di sekitarnya. Ada kesan bahwa tidak ada fokus pada aktivitas membaca yang dilakukan.
Autis vs Mental Baja
Ketika seorang teman melakukan aktivitas membaca, bukannya diam dan menciptakan suasana kondusif, tetapi malah berisik dan “mencie-ciee” seolah membaca adalah hal aneh dan tidak lumrah dilakukan. Pembaca seringkali di judge sebagai orang rajin yang sebenarnya malah mengganggu aktivitas membaca itu sendiri. Membaca seringkali menjadi aktivitas yang serba salah ketika berada di sekitar teman-teman. Hanya karena fokus membaca di tengah-tengah kerumunan orang, judgement tidak lagi hanya sampai pada taraf rajin, tetapi juga sampai taraf autis (unsos). Pembaca dianggap tidak peka dan tidak mau bersosialisasi dengan lingkungan sekitar.
Banyak yang kemudian menghentikan aktivitas membaca hanya karena “dicie-ciee”, dijudge rajin, atau bahkan dijudge autis. Tetapi tidak sedikit pula yang tetap melanjutkan aktivitas membaca karena memiliki prinsip dan memiliki mental baja. Yang bermental baja biasanya memiliki keyakinan bahwa menjadi tidak autis bukan berarti di mana-mana harus ngobrol kesana kemari dengan orang lain. Menjadi tidak autis bukan berarti harus senantiasa berbasa-basi dengan setiap orang yang ditemui. Menjadi tidak autis adalah bisa membagi waktu kapan harus bersosialisasi dan kapan waktunya mengembangkan diri dengan aktivitas membaca.
Pembaca yang baik tidak akan membiarkan dirinya terbawa arus keinginan orang-orang yang berada di sampingnya. Pembaca yang baik adalah yang memiliki mental kuat, yang akan memilih tetap melakukan aktivitas membacanya daripada meninggalkan aktivitas membacanya. Pembaca yang baik juga berarti pembelajar yang baik. Pembelajar yang baik akan mampu menciptakan perubahan ke arah yang lebih baik.
Perubahan tercipta dari pembelajaran yang konsisten. Pembelajaran yang konsisten dapat tercipta salah satunya dari aktivitas membaca yang konsisten. Aktivitas membaca hanya akan berlangsung secara konsisten jika mental sudah sekuat baja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H