Stasiun Lempuyangan, 3 April 2015. Waktu masih menunjukkan pukul 06.56 ketika saya sampai di barisan antrian untuk membeli tiket untuk tujuan Solo Balapan. Hari libur nasional yang bertepatan dengan hari jumat menjadikan akhir minggu tersebut menjadi long week end. Adanya long week end sedikit banyak pasti berpengaruh terhadap panjangnya antrian pada hari dan jam tersebut. Panjangnya antrian sedikit bayak juga membuat suasana emosi sedikit lebih tinggi. Terbukti, seorang lelaki dengan segala kekesalannya dengan tegas mengumpat seorang perempuan yang tiba-tiba nyelonong masuk dalam barisan depan tanpa ikut berjajar dari bagian paling belakang.
Pukul 07.14, tepat saya berada di depan loket penjualan tiket kereta api lokal. Niat hati membeli tiket Prameks apa daya yang tersedia hanya Joglo Ekspress. Petugas penjual tiket menyebutkan bahwa tiket Prameks sudah habis sejak setengah jam sebelum saya berdiri di depan loket penjualan tiket. Prameks yang selain lebih murah, juga berangkat terlebih dahulu daripada Joglo Ekspress. Prameks pukul 07.34 sementara Joglo Ekspress 08.21.
Sambil menunggu kereta yang akan datang dan berangkat lebih dari sejam kemudian, saya memutuskan untuk sarapan di warung yang berada di seberang jalan di depan stasiun. Rasa sesal, kecewa dan jengkel tiba-tiba datang begitu saja tatkala seorang lelaki paruh baya menawarkan tiket kereta Prameks kepada seseorang. Terdapat puluhan lembar tiket kereta prameks yang digenggam di tangannya. Empat lembar tiket terjual dengan harga total empat puluh ribu rupiah, lebih mahal dari harga asli, tiga puluh dua ribu rupiah. Â Belum sempat saya menanyakan sepatah kata pun, bapak-bapak penjual tiket sudah lari-lari ke seberang jalan untuk kembali menawarkan tiketnya dari balik pagar stasiun.
Sambil menunggu mie rebus yang dipesen, sambil menunggu juga bapak-bapak yang mungkin akan kembali lagi. Mie rebus datang, bapak-bapak tersebut tak kunjung datang. Begitu kereta Prameks datang, bapak-bapak penjual tiket langsung pergi menghilang. Dan sepertinya, memang hanya tiket Prameks lah yang dijual oleh bapak-bapak tersebut.
Kebijakan penjualan tiket kereta jarak jauh secara online merupakan kebijakan yang baik yang sebenarnya juga menekan laju percaloan tiket kereta api. Tetapi, selalu saja ada celah bagi para calo untuk senantiasa beraksi. Tidak ada kesempatan menjual tiket kereta jarak jauh, tiket kereta lokal pun dapat juga dimanfaatkan.
Serba salah ketika berhadapan dengan para calo ini. Di satu sisi, calo terkadang memberi kemudahan tetapi di sisi lain percaloan seringkali merugikan banyak pihak. Walaupun demikian, bagaimanapun percaloan adalah tindakan illegal yang lebih banyak merugikan daripada menguntungkannya. Percaloan hanya menguntungkan segelintir orang dan merugikan lebih banyak orang. Dan layaknya hal yang lebih merugikan lainnya, sudah seharusnya kegiatan peraloan ini memang lebih diminimalisasi atau bahkan dihapuskan.
Percaloan dewasa ini memang masih ada, tetapi kedisiplinan dan perbaikan kebijakan pasti akan menghilangkan percaloan yang tersisa.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI