Mohon tunggu...
Arif Meftah Hidayat
Arif Meftah Hidayat Mohon Tunggu... Freelancer - Buruh Pabrik

Dengan atau tanpa saya menulis, dunia juga tidak akan berubah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Boikot

16 Agustus 2014   03:09 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:26 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

“Udah, gak usah dipinjemin pensil, dia kan sering ngilangin pensil milik orang lain”

“Udah, gak usah diajak main, dia kan curang kalau main”

Sewaktu masih kecil, belum tahu baik buruk, dan masih berpikiran serba pendek, mungkin pernah mengucilkan ataupun dikucilkan orang lain karena melakukan kesalahan ataupun orang lain yang melakukan kesalahan. Bukan bermaksud apapun, kecuali untuk memberikan efek jera agar tidak melakukan kesalahan yang mungkin dianggap tidak dapat ditoleransi.

Dewasa ini, atau setidaknya akhir-akhir ini, ajakan untuk mengucilkan sering terdengar kembali. Bukan ajakan mengucilkan orang per orang, melainkan sudah suatu bangsa atau bahkan Negara. Yang paling santer terdengar tentunya adalah ajakan untuk mengucilkan atau memboikot produk-produk zionis Yahudi. Alasannya sudah jelas, perang dan “pembantaian” yang dilakukan tentara Israel terhadap warga Palestina di daerah Gaza. Dan entah dengan alasan agama, kemanusiaan, ataupun keduanya, pemboikotan terhadap produk-produk Yahudi pada umumnya terus digencarkan.

Makanan, minuman, dan beberapa alat keperluan rumah tangga yang lain termasuk ke dalam produk yang akan atau mungkin bagi sebagian orang sudah diboikot. Indonesia merupakan Negara dengan jumlah penduduk lebih dari 240 juta jiwa. Jika ada 5 % saja yang menggunakan produk-produk tersebut secara rutin, maka logikanya, produsen-produsen tersebut akan mengalami kerugian atau setidaknya berkurang keuntungannya ketika produk-produk tersebut diboikot. Dan benar saja, terdapat klaim bahwa perusahaan-perusahaan yang diduga dan mungkin sudah terbukti milik orang Yahudi mengalami penurunan pendapatan dan keuntungan.

Terdapat anggapan bahwa perusahaan milik pengusaha Yahudi turut bertanggung jawab atas berlangsungnya kekerasan yang dilakukan oleh Yahudi, dalam hal ini adalah Israel. Perusahaan-perusahaan tersebut telah menyumbang ataupun membayar pajak kepada pihak Yahudi yang selanjutnya digunakan untuk membiayai kekuatan militer sehingga menjadi salah satu kekuatan militer yang paling baik di dunia. Jika yang digunakan sebagai dasar pemikiran adalah apa yang terjadi di Indonesia, maka pemboikotan merupakan hal sah dan baik dilakukan. Di Indonesia, pendapatan Negara, termasuk pendapatan dari perusahaan-perusahaan digunakan untuk membangun kekuatan militer dalam hal ini adalah menjaga pertahanan dan keamanan Negara. Di dalam Islam sendiri, yang merupakan agama dengan penganut terbesar di Indonesia, terdapat anjuran untuk menyisihkan harta yang dimiliki untuk membangun kesejahteraan masyarakat termasuk untuk berjuang dalam bidang agama.

Namun, apakah memang benar keuntungan yang diperoleh baik secara langsung ataupun tidak langsung digunakan untuk membiayai kekuatan militer Yahudi (Israel)? Bagaimana kalau ternyata perusahaan-perusahaan tersebut hanya murni digunakan untuk memperkaya diri orang-orang yang bekerja di dalamnya? Bagaimana kalau ternyata perusahaan-perusahaan tersebut malah memberikan pekerjaan dan menjadi sumber penghasilan keluarga, teman, ataupun tetangga yang mau memboikotnya? Jika jawabannya “iya” maka pemboikotan merupakan hal yang tidak tepat sasaran.

Yang sedikit menjadi bahan perdebatan adalah ketika yang terjadi adalah gabungan dari pernyataan ataupun pertanyaan yang sebelumnya saling berkontradikisi. Bagaimana kalau misalnya perusahaan-perusahaan yang dimaksud memang memberikan sumbangan kepada Yahudi namun di sisi lain juga merupakan sumber penghasilan dan penghidupan keluarga, teman, ataupun tetangga yang mau memboikotnya?

Sebenarnya tidak perlu khawatir pensil tidak dikembalikan ketika memiliki banyak persediaan pensil yang dapat digunakan. Tidak perlu khawatir dicurangi dan mengalami kekalahan ketika sudah memiliki keahlian dan kemahiran dalam melakukan permainan. Begitu juga dengan boikot memboikot ini. Pemboikotan ini tidak perlu dilakukan ketika yang mau memboikot memiliki jauh lebih baik dari yang mau diboikot. Hanya dengan persaingan murni, dan tanpa diboikot pun sesungguhnya banyak yang akan “mati” dengan sendirinya ketika yang mau memboikot lebih baik dan lebih kuat dari yang mau diboikot.

Menunggu solusi sempurna dengan diam dan tidak melakukan apa-apa merupakan suatu kesalahan. Lebih baik melakukan sesuatu yang dapat menyelesaikan sedikit masalah daripada tidak melakukan sama sekali. Jika menjadi lebih kuat dan lebih baik merupakan solusi sempurna yang akan tercapai dalam waktu yang tidak sebentar, maka memboikot produk mereka yang terbukti berperan dalam tragedi kemanusiaan di Timur Tengah merupakan salah satu pemecahan sedikit masalah yang patut dilakukan.

Boikot merupakan hal yang sah dilakukan. Namun ketika bisa menjadi lebih baik dan lebih kuat dari sekedar boikot memboikot, maka itu adalah hal yang lebih elegan dilakukukan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun