Display menunjukkan angka 39 derajat celcius saat termometer tembak diarahkan ke keningku. Aku merasa dingin walaupun suhu tubuhku setinggi itu.Â
Teriknya sinar mentari tengah hari bahkan begitu kunikmati. Aku disuruh pulang dari kerjaan saat itu juga. Saat itu, sekitar bulan Mei. Kasus korona memang sedang sangat tinggi. Ada karyawan yang sedikit saja flu atau panas tinggi, maka diminta untuk di rumah saja.
Sebelumnya, tepat di pagi harinya, aku melaksanakan vaksin untuk korona dosis pertama. Tidak terdapat gejala apapun sebelum vaksin dilakukan. Semua screening sebelum vaksin baik riwayat kesehatan, suhu, dan tekanan darah normal sehingga vaksinasi bisa dilanjutkan.Â
Observasi pasca vaksinasi selama 15 menit pun tidak terdapat gejala apapun yang perlu dipikirkan. Namun kurang beruntung, ternyata siangnya terjadi hal seperti yang aku ceritakan di awal.
Dan lebih kurang beruntungnya, hasil tes tiga hari berselang menunjukkan aku positive covid. Aku tes setelah indra penciuman tidak bisa dipergunakan dengan normal. Aku tidak bisa mencium bau apapun. Untungnya, selama dua hari belakangan aku tidak masuk kerja. Tidak berinteraksi dengan siapapun juga (mungkin sudah feeling).
Rumor beredar, aku covid karena vaksin. Entahlah bagaimana cara berpikir orang-orang. Aku hanya satu diantara ratusan yang divaksin. Aku hanya seorang yang positif covid dari semua yang divaksin. Jadi bagaimana orang-orang bisa menyimpulkan aku positif covid karena vaksin?
Saat itu tidak terlalu aku pedulikan. Fokusku hanyalah bagaimana aku tetap bahagia biar daya tahan tubuh tetap terjaga. Begitulah orang-orang memberi nasihat. Memang saat itu gejala yang menyerangku ringan. Namun isolasi di rumah selama dua minggu tanpa banyak sosialisasi dengan orang orang luar adalah hal yang cukup atau bahkan membosankan. Jadi saat itu aku tidak peduli dengan rumor yang beredar.
Selain fokus ke kesehatanku, hal lain yang kulakukan adalah menginfokan kepada orang-orang yang berinteraksi denganku dua atau tiga hari sebelum aku divaksin. Karana aku merasa aku sudah terinfeksi virus corona sebelum vaksin hanya saja tidak menunjukan gejala. Dan baru bergejala saat ditambahkan virus yang dilemahkan ke dalam tubuhku dalam bentuk vaksin.
Perasaan yang selanjutnya kujelaskan ke orang-orang. Mungkin bukan menjelaskan juga, cuma memberikan alternative berpikir. Cuma memberikan alternatif dalam melakukan analisa masalah. Cuma memberikan alternative kemungkinan-kemungkinan penyebab covidku.
Sebenarnya tak ada untungnya juga buatku. Anggapan orang-orang juga tidak mengubah apapun. Kembali lagi aku mungkin hanya bercerita. Aku hanya memberikan alternative lain. Bahkan jika orang-orang masih menganggap aku covid karena divaksin, aku tidak boleh memaksa mereka untuk tidak berpikir atau beranggapan demikian.
Sekali lagi aku hanya bercerita tentang kemungkinan. Tidak memaksakan ke orang-orang.