Mohon tunggu...
Arif Meftah Hidayat
Arif Meftah Hidayat Mohon Tunggu... Freelancer - Buruh Pabrik

Dengan atau tanpa saya menulis, dunia juga tidak akan berubah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Serba Salah Mengembangkan Pertanian Indonesia

28 Maret 2018   06:10 Diperbarui: 28 Maret 2018   08:53 492
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber gambar: ekonomi.kompas.com)

Dengan predikat negara agraris yang telah dan masih berlaku sampai saat ini, Indonesia seharusnya tidak pernah bermasalah dengan pertaniannya. Dan hal tersebut telah terbukti, setidaknya pada tataran pertanian dalam batasan yang sempit.

Dalam ruang lingkup pertanian yang paling kecil, bercocok tanam, kendala yang ada masih bisa diatasi dengan modifikasi dan penyediaan sarana dan prasarana penunjang bercocok tanam. Namun dalam lingkup yang lebih besar, sistem pertanian pada umumnya masih memilliki kendala yang belum dapat diatasi.

Kesejahteraan petani, keberlanjutan sistem usaha tani, alih fungsi lahan pertanian, pencemaran lingkungan di lahan pertanian, dan rangkaian distribusi hasil pertanian adalah beberapa masalah yang sampai sekarang masih terlalu parsial jalan keluarnya.

Sebagai contoh konkret, masih banyak petani dan atau orang yang benar-benar bekerja di bidang bercocok tanam berada pada kondisi yang serba kekurangan. Masih terdapat pula beberapa komoditas pertanian yang menyumbangkan inflasi.

Satu waktu keberadaannya melimpah ruah dengan harga yang murah. Di waktu yang lain, keberadaannya jarang dan memiliki harga yang mahal. Cabai dan bawang merah contohnya.

Usaha perluasan areal tanam, pelatihan-pelatihan budidaya komoditas penyumbang inflasi, serta bantuan sarana dan prasarana merupakan salah satu cara mengatasi masalah kurangnya supplay komoditas. Mengatasi masalah kesejahteraan petani yang tak kunjung membaik.

Bantuan bibit bawang merah diberikan ke petani secara cuma-cuma. Sarana dan prasarana penunjangnya pun disediakan walaupun tidak sepenuhnya. Dan pelatihan-pelatihan tentang budidaya bawang merah pun banyak digelar di areal baru pengembangan sentra bawang merah, Kalimantan dan Sulawesi.

Dan hasilnya memang menggembirkan. Sepanjang pertengahan 2017 persediaan bawang merah di tingkat nasional cukup tersedia. Tidak terdapat gejolak harga yang membuat banyak orang berteriak.

Namun di sisi lain, kelebihan ketersediaan bawang merah di pasaran menjadikan harganya lebih rendah daripada modal  yang dikeluarkan. Sebagai konsumen, harga murah tentunya hal yang diinginkan. Tapi sebaliknya, bagi produsen, harga murah juga berarti kerugian.

Jangankan keuntungan, untuk balik modal pun susah payah dilakukan. Bahkan beberapa penanam bawang merah mengaku stres karena tidak mampu mengembalikan pinjaman modal dari bank.

Adalah salah satu contoh betapa pertanian di Indonesia merupakan masalah yang pelik. Dalam sistem yang ada, pengembangan di suatu sub sistem terkadang hanya menguntungkan satu pihak tetapi merugikan sub sistem yang lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun