Sedikit mengherankan ketika di zaman yang serba tidak pasti ini justru semakin banyak orang yang memenuhi keinginan alih-alih kebutuhannya. Manusia berbondong-bondong membelanjakan uangnya untuk barang yang dianggapnya perlu padahal telah memiliki sesuatu yang fungsinya sama dengan apa yang baru saja dibelinya. Manusia membelanjakan uangnya untuk sesuatu yang menyenangkan hatinya padahal sesungguhnya telah ada kesenangan itu disekitarnya.
Pola konsumsi masyarakat telah berubah. Uang yang semula dialokasikan untuk membeli sebanyak-banyaknya barang beralih digunakan untuk membeli sebanyak-banyaknya kesenangan. Membeli sebanyak-banyaknya pengalaman. Membeli sebanyak-banyaknya pengakuan. Tidak heran jika kemudian pusat-pusat perbelanjaan tidak lagi menjadi pusat destinasi orang-orang yang mampu secara finansial. Tempat rekreasi, tempat wisata, dan pusat-pusat hiburan lah menjadi destinasi andalan.
Walaupun demikian, pola memprioritaskan kebutuhan-keinginan sepertinya masih sama dengan yang dulu. Barang, kesenangan, pengalaman, dan pengakuan masih sebatas masuk katagori konsumsi. Artinya yang dikeluarkan untuk mendapatkannya tidak benar-benar kembali menjadi sesuatu yang bernilai tambah.
Ada orang yang membeli laptop baru padahal masih memiliki laptop dengan harapan lebih produktif ketika nantinya memiliki laptop yang baru. Namun faktanya, laptop tersebut hanya sebatas menjadi barang konsumsi karena tidak ada yang dihasilkan dari laptop tersebut. Kebiasaan dengan laptop yang lama perlu diperbaiki baru setelah itu dapat membeli laptop yang baru.
Berwisata seharusnya menghadirkan pengalaman, pembelajaran, dan kesenangan yang pada akhirnya memunculkan insipirasi. Sesuatu yang dibutuhkan untuk menciptakan sesuatu yang baru. Atau setidaknya mampu merehatkan jiwa dan raga sehingga ketika kembali kepada rutinitas kerja, produktivitas dapat dengan baiknya terjaga. Namun kenyataannya, berwisata hanya menciptakan pengakuan, pengalaman, dan kesenangan yang hanya semetara dan tidak menghasilkan apa-apa selain terkurasnya tenaga.
Keinginan untuk berbelanja konsumsi, baik berupa barang ataupun jasa sudah seharusnya ditahan. Bahkan oleh orang yang paling kaya secara finansial sekalipun. Perlu perubahan pola prioritas kebutuhan-keinginan untuk menuju masa depan finansial yang lebih aman.
Belanja sebaiknya diprioritaskan untuk barang dan jasa produksi dan mungkin investasi. Perlu dipersiapkan dana-dana talangan yang dapat digunakan untuk keperluan masa depan. Kesehatan, pendidikan anak, dan biaya-biaya tidak terduga perlu direncanakan dan disiapkan alih-alih membelanjakan semuanya untuk sekedar konsumsi.
Jika menjadi modern hanyalah soal berubah dari konsumsi barang yang bergeser pada penghabisan biaya untuk membeli pengalaman dan kesenangan, maka mungkin lebih bijaksana jika kita tetap menjadi manusia konvensional. Manusia yang dari sebagian pendapatannya dialokasikan untuk tabungan di masa yang akan datang.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI