Mohon tunggu...
Arif Meftah Hidayat
Arif Meftah Hidayat Mohon Tunggu... Freelancer - Buruh Pabrik

Dengan atau tanpa saya menulis, dunia juga tidak akan berubah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Cukup Biar Aku

1 Desember 2017   21:16 Diperbarui: 1 Desember 2017   21:42 910
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berada diatara kompleks perkantoran menjadikan kafe nihil sepi ketika jam-jam istirahat seperti ini. Luasnya bangunan menjadikanya mampu menampung seberapapun orang yang datang. Saat di dalam ruangan penuh, masih ada gazebo-gazebo di luar yang nyaman untuk berbincang-bincang. Pohon-pohon ketapang sengaja ditanam untuk menjadikan tempat semakin rindang.

Bising dan pengapnya kota benar-benar samar oleh rindangnya pepohonan. Tak tampak jelas kendaraan di kemacetan yang semakin memenatkan pikiran. Tersamarkan pula klakson-klakson kendaraan yang biasanya menaikkan tekanan darah siapapun yang mendengarkannya.

Adalah tempat yang paling nyaman diantara semua tempat yang ada di kota. Bahkan lebih nyaman dari tempat kerja sekalipun.

Dan Aldi serta Fajrin, selalu menghabiskan waktu di tempat tersebut hingga jam isitirahat di kantornya usai. Isitirahat dalam arti yang sebenarnya. Dengan obrolan random khas anak muda tanpa sedikitpun membicarakan masalah kerjaan. Bagi mereka, waktu bekerja digunakan maksimal untuk memikirkan pekerjaan. Dan waktu di luar kerja, bahkan atasannya pun tidak boleh menanyai mereka masalah pekerjaan.

Di meja nomor 10 dekat dengan dinding adalah tempat favorit mereka. Dengan dinding kaca hitam transparan mereka bisa melihat yang berlalu lalang di luar tanpa sedikitpun mereka kelihatan dari luar.

Aldi melihat lekat sesosok perempuan yang duduk di gazebo depan kafe. Dalam ia memperhatikan perempuan cantik menawan yang sedang istirahat juga bersama teman-temannya.

"Vania Di? Cantik kan? Menyesal kau putus dengannya?", Fajrin memecah perhatian Aldi. Namun Aldi hanya tersenyum tanpa sepatah katapun keluar dari mulutnya. Lanjut ia memperhatikan perempuan yang pernah mengisi hatinya.

"Jika dibandingkan dengan Zaskia, pacarmu sekarang, bukankah Vania lebih cantik. Lebih menarik. Dan semua lelaki yang bisa melihat pasti memiliki penilaian yang sama. Balikan lagi aja Di! Dengan posisimu sekarang, tidak sulit membuat Vania kembali"

Kembali Aldi hanya tersenyum. Kali ini ia tidak hanya tersenyum. Ada kata-kata yang keluar dari mulutnya, "Sudah lah Jrin, aku tidak akan menjelaskan padamu panjang lebar tentang apa itu cantik. Tentang apa itu menarik. Kau yang sudah punya batasan akan definisi cantik dan menarik mungkin tidak akan pernah bisa menerima penjelasanku. Makanya tidak perlu kejelaskan padamu. Namun yang jelas, aku mencari pasangan untukku sendiri, yang aku dan dia bisa saling membutuhkan dan memenuhi kebutuhan. Aku mencari pasangan yang bahkan ketika yang menyayangi dia hanyalah aku, itu sudah cukup untuknya. Begitu pula sebaliknya. Dan satu lagi, aku cukup dengan seseorang yang bisa menyenangkan aku, bukan yang juga menyenangkanmu apalagi menyenangkan semua lelaki yang bisa melihat"

Kali ini giliran Fajrin yang hanya bisa tersenyum. Tak ada sepatah katapun yang keluar dari bibirnya. Diseruput kopi hitam yang berada di depannya. Giliran Fajrin yang melihat Vania lekat-lekat.

Aldi pun masih mengarahkan matanya keluar, ke arah Vania. Namun yang diperhatikan horizon yang lebih jauh dari tempat Vania bercenkerama dengan teman-temannya.

Aldi melihat dan menerawang masa depan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun