Air mata mengalir deras di kedua pipi Alfa. Di meja operasi di salah satu rumah sakit terkemuka, Istri Alfa, Beta, meninggal dunia. Kesedihan yang semakin menjadi seiring pengetahuan Alfa akan detik demi detik proses kematian istrinya.
Bahkan sampai detik terakhir menjelang kematian istrinya, Alfa masih memegang pisau bedah yang digunakannya untuk mengoperasi istrinya. Beta adalah istri sekaligus pasien Alfa. Sebagai salah satu dokter spesialis jantung terbaik, Alfa mengabaikan semuanya demi bisa mengusahakan kesembuahan Beta.
Lebih dari sekedar profesionalisme kerja, tapi semuanya dilakukan demi keselamatan dan kesembuhan istrinya. Demi cinta kepada belahan jiwanya.
Ada derita dan sakit yang mendera dirasa Alfa. Setiap kali pisaunya ditempelkan ke kulit dan daging Beta, dilihatnya wajah istrinya lekat-lekat. Dan setiap dilihatnya istrinya, sakit juga sampai ke ulu hatinya. Sempat di tengah operasi Alfa ingin menyerah, mendelegasikan tugas kesejawatnya. Namun kembali lagi. Demi cintanya, ia bisa dan rela menahan sakit yang ada.
"Sabar Dok, semua sudah kehendak yang Kuasa. Dokter yang sabar. Tuhan tahu Dokter sayang Bu Beta. Tuhan juga tahu Bu Beta sayang dokter. Tapi Tuhan juga sayang Bu Beta sehingga menempatkannya di tempat yang lebih indah dari sekedar di dunia", Carlie, seorang asisten bedah mencoba menenangkan Alfa.
Dimunculkan kembali dalam ingatan Alfa. Perjodohannya dengan Beta sepuluh tahun yang lalu. Waktu itu Alfa memang belum memiliki tambatan hati. Berbeda dengan Beta yang sudah menjalin hubungan asmara cukup lama dengan kekasihnya.
Hormat pada orang tuanya yang akhirnya membuat Beta bersedia menikah dengan Alfa. Sepuluh tahun umur pernikahan dengan dua orang putra. Keluarga kecil yang bikin iri tetangga karena bahagia yang ditampilkanya.
Lepas Alfa akan ingatan tentang Beta. Dengan air mata yang masih tersisa mengalir di pipinya, diarahkan pisau bedah ke hati Beta. Dibuka nya hati beta dengan hati-hati dan perlahan.
Sempat Charlie berusaha melarang. Namun tatapan Alfa membuat Charlie mengurungkan niatnya untuk melarang Alfa.
"Ah, ternyata benar. Selama ini aku memang tidak pernah berada di hatinya, bahkan sampai kematiannya sekalipun", Alfa menggumam namun cukup keras untuk bisa didengar Carlie.
Air mata berhenti mengalir dari mata Alfa. Ditariknya nafas dalam-dalam. Diliatnya wajah Beta untuk terakhir kalinya. Ada sunggingan senyum di bibir Beta. Pun demikian dengan Alfa.