Mohon tunggu...
Arif Meftah Hidayat
Arif Meftah Hidayat Mohon Tunggu... Freelancer - Buruh Pabrik

Dengan atau tanpa saya menulis, dunia juga tidak akan berubah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dinding Batu Bata Merah (Bagian 1)

2 Oktober 2017   05:36 Diperbarui: 2 Oktober 2017   05:41 1193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Kenapa tak kau putuskan saja pacarmu dan menikah denganku?"

Entah kenapa pertanyaan tersebut masih terngiang di pikiran Dinda. Pertanyaan atau lebih tepatnya sebuah tawaran dari seorang lelaki yang benar-benar baru pertama Dinda melihatnya. Sebuah tawaran yang diajukan di warung makan tempat Dinda biasa membeli makan siang sewaktu istirahat dari pekerjaannya. Sebuah tawaran yang tentu saja seperti sambaran petir di siang bolong.

"Siapa lelaki itu? Sejak kapan dia tahu aku punya pacar? Sejak kapan di mengamatiku sampai berani langsung berbicara seperti itu dihadapanku", dan banyak lagi pertanyaan yang masih berkecamuk di pikirannya.

Malam itu sepi, suasana cukup tenang untuk ukuran rumah Dinda yang berada di pinggiran kota. Sesekali terdengar jelas kendaraan yang lewat di jalan raya, sesekali suara jangkring dan gemricik air yang berada di tamannya, dan sesekali pula detak jam terdengar karena heningnya suasana.

Sebelum memutuskan untuk menerima Rendra, memang banyak lelaki yang mendekati Dinda. Tapi entah kenapa lelaki tadi beda. Ada sesuatu yang mendorongnya untuk memikirkan pertanyaan yang diajukan padanya. Dan memang hanya pertanyaannya yang dipikirkannya. Wajah sang lelaki sudah sejak ore tadi hilang dari ingatannya.

Handphone nya bergetar, menyadarkannya dari pikiran pertanyaan yang diajukan padanya tadi siang.

"Sayang makan malam yang banyak! Jangan lupa buah dan sayurnya! Isitirahat dulu aja Yang kalau memang sedang tidak enak badan. Love you..", pesan singkat perhatian Rendra padanya.

Pikiran akan pertanyaan yang diajukan padanya tadi siang membuatnya mengaku ke Rendra bahwa dia sedang tidak enak badan. Merasa bersalah memang, tetapi pikiran tersebut benar-benar mengganggu. Dia juga heran akan hadinya orang tidak dikenal yang bisa semengganggu itu.

"Iya sayang, aku udah makan. Ini mau istirahat. Love you too", balas Dinda dengan lebih singkat.

"Aku kan sudah punya Rendra. Dia baik. Perhatian. Dan dia selalu bisa membuat hariku berwarna. Kenapa aku harus memikirkan lelaki yang bahkan sekarag aku sudah lupa wajahnya"

 Lama Dinda mencoba memejamkan mata. Bukan istirahat yang ia dapatkan. Justru pikiran-pikiran yang semakin lama semakin mengganggu. Tak terdegar lagi suara kendaraan lewat. Tak terdengar suara gemercik air. Tak terdengar pula detak jarum jam. Bahkan suara dipan yang bergerak akibat gestur Dinda yang gelisah pun tak juga terdengar. Hanya pertanyaan tadi siang yang terngiang dan terdengar jelas sampai ke pikirannya, "Kenapa tak kau putuskan saja pacarmu dan menikah denganku?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun