Mohon tunggu...
Arif Meftah Hidayat
Arif Meftah Hidayat Mohon Tunggu... Freelancer - Buruh Pabrik

Dengan atau tanpa saya menulis, dunia juga tidak akan berubah

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Plawangan Sembalun, Dua Jingga Berbeda dalam Senja yang Sama

4 Februari 2015   20:48 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:50 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“hujan tidak selalu diakhiri dengan pelangi”

Hujan deras sepanjang siang menjadi pemadam titik-titik api yang tersebar di padang sabana di Gunung Rinjani. Kabut dan asap yang muncul bersamaan dengan matinya titik api semakin memperpendek jangkauan jarak penglihatan.

Bunyi rintik derasnya air hujan yang menerpa tenda menjadi backsound effek yang kadang diselingi suara angin yang menerpa pepohonan. Tidak ada suara binatang berkeliaran, tidak pula terdapat suara manusia yang sedang bercengkrama.

142303246153999148
142303246153999148

Hanya beraktivitas di dalam tenda, itulah pilihan dan keputusan paling rasional yang seharusnya dilakukan. Pilhan dan keputusan yang paling bijaksana untuk dapat beristirahat setelah disiksa di tujuh bukit penyiksaan sehari sebelumnya. Dan bukan kami saja yang berkeputusan sama, diantara barisan tenda-tenda, tak satupun nampak aktivitas manusia. Semua, entah akivitas apa yang mereka lakukan di dalam tenda.

Plawangan Sembalun, Pos terakhir sebelum Puncak Rinjani. Pos yang hanya berjarak sekitar tiga jam dari puncak Gungung Rinjani,Puncak Dewi Anjani. Suasana begitu sepi, predikat sebagai salah satu gunung yang paling ramai didaki pun benar-benar tidak terasa.

Dan semuanya berubah ketika hujan telah reda. Semenjak suara gemercik hujan sudah tidak terdengar lagi menerpa tenda, seketika itu juga dikeluarkan dari dalam tenda. Begitu kepala dikeluarkan dari tenda, tampak pertama semburat warna jingga yang menyala. Posisi pintu tenda yang manghadap ke barat benar-benar strategis untuk melihat nyala jingga dari mentari yang sudah tenggelam sepenuhnya.

Tidak puas hanya dengan melihat dari dalam tenda, akhirnya dikeluarkan semua badan dari dalam tenda. Subhanallah…..

Plawangan Sembalun, sebuah gigir kawah atau mungkin puncak punggungan bukit yang menyimpan kemegahan dan keagungan yang luar biasa. Empat penjuru mata angin dapat dilihat dan dinikmati dengan jelas. Sebelah barat, danau segara anak terkurung dengan tegas gugusan gigir kawah yang mengelilinginya. Sebelah timur, dua buah bukit yang dibelakangnya terdapat laut dengan pulau-pulaunya. Sebelah selatan, terlihat gagah track menuju puncak Dewi Anjani. Dan sebelah utara, beberapa pepohonan yang menahan angin kencang yang mungkin dapat menerpa tenda-tenda.

Semburat jingga semakin menyala di ufuk barat, gradasi warna jingga, pekat sealur hitam awan, dan warna biru yang semakin memudar menghitam benar-benar menciptakan suasana senja yang luar biasa. Buih air dan kemamuannya dalam memantulkan cahaya menjadikan Segara Anak ibarat cermin raksasa yang semakin menegaskan itu senja.

Dari arah timur, tanpa diduga purnama memunculkan penuh wajahnya. Abu-abunya langit cerah tanpa awan perlahan memudar tergeser cahaya bulan. Samar terlihat pantulan cahaya dari laut yang berada tepat di bawahnya.

Semakin hilangnya semburat jingga di ufuk barat digantikan dengan semakin tegasnya nyala jingga purnama. Suatu pertunjukan alam yang sangat luar biasa. Pergantian siang dan malam yang benar-benar menujukkan betapa besarnya Sang Kuasa.

Jingga yang sempurna, jingga yang seharusnya menyadarkan untuk tidak mendustakan nikmat Yang Kuasa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun