Mohon tunggu...
Arif Lukman Hakim
Arif Lukman Hakim Mohon Tunggu... Lainnya - RnD Manager for Personal Care Product

saya bekerja di suatu perusahaan dibidang personal care sebagai manager RnD. Saya juga merupakan seorang mahasiswa S2 yang sedang menjalankan studi di bidang teknik kimia. tujuan saya menulis adalah untuk sharing pengalamaan dan pengetahuan saya selama bekerja di bidang yang saya tekuni

Selanjutnya

Tutup

Beauty

Peran Penting Muhammadiyah Terhadap Peluang dan Tantangan Industri Kosmetik Halal di Indonesia

15 Januari 2025   02:02 Diperbarui: 15 Januari 2025   02:02 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beauty. Sumber ilustrasi: Unsplash


Oleh : M. Arif Lukman Hakim

Dewasa ini industri halal menjadi topik yang populer dibicarakan, hal ini dikarenakan industri halal di Indonesia mengalami peningkatan yang sangat pesat. Data dari tahun 2020 menyatakan bahwa jumlah produk yang bersertifikasi halal di Indonesia berjumlah sekitar 59.400 produk, sedangkan pada tahun 2023 jumlah produk halal di Indonesia mencapai 1.420.000 produk, artinya dalam kurun waktu satu tahun perkembangan produk halal di Indonesia mengalami kenaikan hingga 1.360.600 produk. Indonesia sebagai negara dengan jumlah umat muslim no.2 terbanyak di dunia tentunya akan menjadi pasar yang sangat menggiurkan bagi produsen industri berlabel halal di dunia, tidak terkecuali pada industri kosmetik dan kesehatan. Indonesia sendiri diproyeksi akan menjadi konsumen terbesar untuk produk kosmetik dan kesehatan berlabel halal pada tahun 2025 dengan nilai konsumsi mencapai $281,6 miliar. Pada laporan State of the Global Islamic Economy (SGIE) tahun 2023/2024, Indonesia berada pada peringkat ketiga sebagai negara dengan ekonomi halal terbesar di dunia setelah Arab Saudi dan Malaysia. Ada beberapa faktor yang mendorong pesatnya pertumbuhan halal di Indonesia yaitu kesadaran umat islam di Indonesia akan pentingnya penggunaan kosmetik berlabel halal, peran pemerintah dalam mendukung percepatan industri halal di Indonesia dan peran aktif organisasi masyarakat seperti Muhammadiyah dalam mendukung program-program pemerintah untuk percepatan industri halal di Indonesia.

Kosmetik halal memiliki arti penting dari sudut pandang Islam, terutama dalam kaitannya dengan kepatuhan Syariah dan kesehatan spiritual konsumen Muslim. Dalam konteks ini, kosmetik halal tidak hanya berfungsi sebagai produk kecantikan, tetapi juga sebagai representasi nilai-nilai agama yang harus dipatuhi oleh umat Islam. Setiap produk yang digunakan, termasuk kosmetik, harus memenuhi kriteria halal, yang berarti bebas dari bahan-bahan yang dilarang dalam Islam, seperti bahan yang berasal dari babi atau yang mengandung zat najis. Sertifikasi halal merupakan aspek penting dalam industri kosmetik halal, karena memberikan jaminan kepada konsumen bahwa produk yang mereka gunakan telah melalui proses verifikasi yang ketat. Menurut Abdullah, 2023 kesadaran konsumen akan pentingnya sertifikasi halal semakin meningkat, yang berdampak positif pada keputusan pembelian mereka. Sebagai contoh, mayoritas responden dalam sebuah penelitian menyatakan bahwa mereka lebih cenderung membeli produk kosmetik bersertifikat halal, bahkan bersedia membayar lebih mahal. Hal ini menunjukkan bahwa konsumen Muslim tidak hanya mempertimbangkan aspek estetika, tetapi juga aspek spiritual dan etika dalam memilih produk kosmetik. Lebih lanjut, religiusitas dan pengetahuan tentang halal berperan penting dalam mempengaruhi perilaku konsumen Muslim. Menurut Adiba dan Wulandari, 2018 konsumen di Indonesia sangat selektif dalam memilih produk kosmetik berlabel halal. Selain itu, sikap positif terhadap produk halal juga berkontribusi terhadap niat beli konsumen. Hal ini mencerminkan bahwa kosmetik halal bukan hanya sebuah pilihan, tetapi juga merupakan bagian dari identitas dan komitmen keagamaan seorang Muslim.

Pemerintah Indonesia dalam hal ini, sangat mendukung perkembangan industri halal di Indonesia. Salah satu  regulasi yang menunjukkan sikap pemerintah dalam menunjukkan dukungan dalam percepatan industri halal di Indonesia salah satunya adalah Undang-undang nomor 33 tahun 2014 tentang jaminan produk halal di Indonesia. Melalui undang-undang ini, pemerintah mengharapkan semua produk yang beredar di Indonesia dapat memenuhi standar halal yang ditetapkan, sehingga memberikan kepastian hukum bagi konsumen muslim. Ada beberapa program yang diluncurkan oleh pemerintah demi percepatan industri halal di Indonesia seperti program Sertifikasi Halal Gratis (SEHATI) yang diluncurkan pada tahun 2022, dukungan lembaga halal center, serta kampanye dan program edukasi kepada masyarakat dan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Program sertifikasi halal gratis bertujuan untuk mempercepat proses sertifikasi halal bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Dengan adanya program ini, diharapkan lebih banyak pelaku usaha dapat mendapatkan sertifikasi halal tanpa harus terbebani biaya yang tinggi. Hal ini sangat penting, mengingat UMKM merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia yang menyumbang 60% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Pemerintah juga mendirikan halal center. Halal center berfungsi untuk memastikan produk dan layanan halal di industri. Lembaga ini berperan penting dalam memberikan edukasi kepada pelaku usaha mengenai pentingnya sertifikasi halal dan proses yang diperlukan untuk mendapatkannya. Dengan adanya halal center, diharapkan industri halal di Indonesia dapat tumbuh secara berkelanjutan dan memenuhi permintaan pasar yang semakin meningkat. Pemerintah juga sangat aktif melakukan sosialisasi halal di Indonesia seperti yang baru-baru ini dilakukan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementrian Agama Republik Indonesia pada tanggal 19 Februari 2024 mengenai sistem jaminan halal untuk produk pangan dan kosmetik.

Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi islam terbesar di Indonesia memiliki peran yang sangat signifikan dalam mengembangkan industri halal di Indonesia. Dengan lebih dari 30 juta anggota, Muhammadiyah tidak hanya berfokus terhadap hal keagamaan, namun juga berkomitmen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui berbagai program dan inisiatif, termasuk dalam sektor ekonomi halal. Ada bebrapa program atau peran Muhammdiyah dalam percepatan pertumbuhan industri halal di Indonesia seperti pendidikan dan pelatihan, penerapan sistem jaminan halal, advokasi dan kebijakan. Pada program pendidikan dan pelatihan, Muhammdiyah aktif dalam memberikan pendidikan dan pelatihan, terutama untuk pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) mengenai pentingnya sertifikasi halal, standard sertifikasi halal dan alur sertifikasi halal di Indonesia. Melalui program pelatihan yang diadakan, Muhammadiyah membantu pelaku usaha untuk memahami proses sertifikasi halal dan cara memproduksi kosmetik yang memenuhi standar halal. Beberapa pelatihan yang diselenggarakan oleh Muhammadiyah seperti Seminar Pra Muktamar Muhammadiyah-'Aisyah ke-48 yang diselenggarakan pada 12 Mei 2021 di Universitas Muhammadiyah Bandung dengan tema "Industri dan Pariwisata Halal  Peluang dan Tantangan",  Webinar halal yang diselenggarakan oleh Asosiasi Kantor Urusan Internasional (ASKUI), Perguruan Tinggi Muhammadiyah-'Aisyah (PTMA), Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyahdan Biotechnology and Halal Centre Universitas Muhammdiyah Yogyakarta pada 30 November 2022 dengan tema "Halal : Faith and Food, Webinar halal yang diselenggarakan oleh Lembaga Pemeriksa Halal dan Kajian Halal Thayyiban (LPH-KHT) pada 28 Maret 2021 dengan tema "Industri Halal dan Kebutuhan Sumber Daya Halal".

Program kedua yang dilakukan oleh Muhammadiyah adalah Penerapan Sistem Jaminan Halal. Muhammadiyah berperan dalam penerapan sistem jaminan halal melalui inisiatif seperti "Muhammadiyah Halal Pledge". Inisiatif ini bertujuan untuk mendorong pelaku usaha kecil dan menengah untuk berkomitmen terhadap produksi kosmetik dan bahan pangan halal. Dengan adanya komitmen ini, diharapkan produk yang dihasilkan tidak hanya memenuhi standar halal, tetapi juga berkualitas tinggi sehingga dapat bersaing di pasar. Sebagai organisasi yang memiliki pengaruh besar, Muhammadiyah juga terlibat dalam advokasi kebijakan terkait industri halal. Muhammadiyah mendorong pemerintah untuk mempercepat proses sertifikasi halal dan memfasilitasi akses bagi pelaku UMKM untuk mendapatkan sertifikasi tersebut. Dengan dukungan dari Muhammadiyah, diharapkan regulasi yang ada dapat lebih berpihak kepada pelaku usaha kecil dan menengah.

Selain membuat program-program untuk percepatan sertifikasi halal untuk produk kosmetik dan halal di Indonesia, Muhammadiyah melalui akademisi dan majelis tarjih juga sangat vokal mengenai tantangan kosmetik berlabel halal di Indonesia. Seperti penggunaan kosmetik water proof terhadap keabsahan air wudhu dan penggunaan alkohol sebagai pelarut di industri kosmetik. Nurkhasanah guru besar bidang ilmu farmasi universitas ahmad dahlan menjelaskan bahwa produk kosmetik saat ini telah berkembang dengan formulasi seperti tahan air, tahan keringat, dan tahan lama. Namun, faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi keabsahan wudhu. Oleh karena itu, pengujian penetrasi air menjadi hal yang wajib dilakukan dalam sertifikasi halal. "Kosmetik yang tahan air dapat mencegah air wudhu menyentuh kulit, sehingga wudhu menjadi tidak sah. Menanggapi permasalahan kosmetik waterproof terhadap sah atau tidak nya wudhu, Majelis Ulama Indonesia menjelaskan tentang ketentuan penggunaan kosmetik tahan air :

  • Kosmetika yang tidak tembus air harus dibersihkan atau dihilangkan terlebih daulu dari anggota atau bagian tubuh yang wajib disucikan sebelum penggunanya bersuci dari hadas kecil dan hadas besar.
  • Apabila kosmetika yang tidak tembus air tidak dibersihkan dan dihilangkan dari anggota/bagian tubuh yang wajib disucikan sebelum penggunanya bersuci dari hadas kecil maupun hadas besar, maka bersucinya tidak sah.

Penggunaan alkohol dalam produk-produk seperti parfum, antiseptik, dan pembersih tangan sering kali menimbulkan pertanyaan tentang status kehalalannya dalam Islam. Menurut Fatwa Tarjih Muhammadiyah, alkohol tidak secara otomatis dianggap najis. Alkohol yang berasal dari khamr (minuman yang memabukkan) dianggap najis, sedangkan alkohol yang diproduksi melalui proses non-khamr, seperti sintesis kimiawi atau fermentasi non-khamr, tidak dianggap najis. Oleh karena itu, penggunaan alkohol jenis ini dalam produk non-konsumsi, seperti parfum dan antiseptik, diperbolehkan selama tidak membahayakan kesehatan. Hal ini sejalan dengan kaidah bahwa sesuatu yang memabukkan dalam jumlah banyak tetap haram meskipun dalam jumlah sedikit, namun dalam konteks produk non-konsumsi, alkohol yang bukan berasal dari khamr dan tidak digunakan untuk diminum tidak termasuk dalam kategori ini.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Beauty Selengkapnya
Lihat Beauty Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun