Anda mungkin sangat familiar dengan pertunjukan stand up comedy. Pertunjukan humor yang disajikan oleh seseorang melalui runtutan kata, cerita, dan berbagai kreatifitas yang mengundang tawa ini telah populer di layar kaca Indonesia. Kompas TV pun sudah enam kali secara periodik menggelar kompetisi stand up comedy melalui program SUCI (stand up comedy Indonesia).
Ada yang menyebut stand up comedy mulai muncul di dunia sejak abad ke-18. Eropa dan Amerika Serikat adalah wilayah di mana stand up comedy mulai banyak dipertunjukkan.
Tetapi dalam perkembangannya, Amerika Serikat lebih terlihat massive dalam penyebaran stand up comedy. Bahkan ada tradisi serupa setiap tahunnya yang dilakukan dalam white house correspondent dinner di Gedung Putih, Washington DC. Sambutan Presiden Amerika Serikat dalam acara tersebut lebih mirip stand up comedy daripada pidato kenegaraan.
Namun, tahukah anda bahwa di Indonesia ternyata juga ada tradisi stand up comedy yang hampir serupa dengan Amerika?
Di Papua, terdapat sebuah kekayaan budaya yang dibingkai dengan nuansa jenaka. Di wilayah paling timur Indonesia ini dikenal dengan mob atau mop. Ada yang menyebut mop adalah singkatan dari Mati ketawa ala Orang Papua. Ada pula yang mendefinisikan Mop sebagai istilah yang digunakan sebagai representasi lelucon atau humor yang dituturkan secara lisan menggunakan logat dan aksen ala Papua.
Belum diketahui dengan pasti sejak kapan tradisi mop mulai dilakukan oleh masyarakat Papua. Namun mop bukan hanya digunakan untuk hiburan semata, melainkan untuk refleksi dan perekat sosial masyarakat Papua. Tak heran jika ada orang-orang Papua berkumpul, selain kopi, rokok, dan sajian makanan yang ada di depannya, mop membuat ‘pecah’ suasana dan mengakrabkan mereka.
Dalam sebuah penelitian berjudul Tertawa Dalam Bingkai Tradisi (Studi Deskriptif Mob Sebagai Tradisi Berkomunikasi Masyarakat Papua) oleh Agusly Irawan Aritonang, S.Sos.,MA dan Marsefio Sevyone Luhukay,S.Sos.,M.Si disebutkan bahwa:Â
Mop berisikan cerita humor yang disampaikan kepada pendengar atau khalayaknya. Mokoagouw (2010) dalam tulisannya tentang Pemaknaan Perempuan dalam wacana Mop Papua: Kajian Semiotik menyebutkan Mob sebagai wacana humor khas Papua yang umumnya berkisah, menyindir, sekaligus menertawakan berbagai kisah seputar orang Papua dari berbagai macam etnis, kelompok usia, status ekonomi, dan status pekerjaan. Mop juga tidak sekedar menyindir aspek-aspek sosial politik tetapi juga aspek-aspek keagamaan. Mop sebagai budaya Papua merupakan tradisi lisan tetapi didorong perkembangan Teknologi Komunikasi dan Informasi maka Mop sendiri juga berkembang secara luas melalui media seperti HP, radio, televisi, bahkan diunggah ke media sosial berbasis internet.
Dalam acara ‘Bicara Papua’ yang diselenggarakan oleh Keluarga Mahasiswa Papua Gadjah Mada (KEMPGAMA) dan didukung oleh UGM dan PT Freeport Indonesia saya kembali menikmati lelucon-lelucon mop Papua. Kerinduan dengan bapak angkat yang jago mop  sewaktu saya bertugas di Papua terobati berkat acara yang digelar di Gedung Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasoemantri (PKKH) UGM 2-3 Juni 2016 kemarin. Â
Adalah Mas Dolphin (katanya karena lama di Jawa, Pace-bapak- ini dipanggil Mas saja) yang didapuk sebagai penutur mop di sela-sela rangkaian acara Bicara Papua. Melihat gestur tubuhnya saja membuat orang tertawa. Ditambah dengan nihilnya dua gigi seri yang membuatnya ompong, apalagi dengan mop-mop segar yang keluar darinya, membuat seisi Gedung PKKH UGM mati ketawa.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!