[caption id="attachment_355925" align="aligncenter" width="600" caption="Lokasi site offshore sebuah perusahaan migas dunia di Indonesia (dok. pribadi)"][/caption]
“Kekayaan terbesar Indonesia bukan pada emas, minyak, dan barang tambang lainnya, melainkan ada pada manusianya”, seru seorang cendekiawan muda di sebuah seminar.
Saya langsung mengiyakan kata-kata tersebut. Selama ini, migas (minyak dan gas) serta barang tambang adalah sesuatu yang identik dengan kekayaan sebuah bangsa. Padahal, yang mengoperasikan segala kekayaan tersebut adalah manusianya. Segala macam kekayaan yang terkandung di dalam bumi akan terkelola dengan maksimal jika manusianya sudah terkelola dengan baik.
Akhir-akhir ini migas yang puluhan tahun dianggap sebagai primadona kekayaan Indonesia, menjadi sorotan tajam setelah beberapa tragedi menerpa sektor ini. Mulai dari persoalan lifting yang terus menurun, merosotnya harga minyak dunia, belum terkelolanya kandungan migas yang tersedia dengan optimal, hingga permasalahan moral hazard pada individu pengelola sektor strategis ini.
[caption id="attachment_359923" align="aligncenter" width="600" caption="Cadangan Migas Indonesia per 1/1/2014 (SKK Migas)"]
Sementara itu dalam publikasi bertajuk Outlook Capaian Tahun 2014 dan Rencana Kerja 2015, SKK Migas menyebutkan bahwa tantangan sektor hulu migas masih relatif kompleks. Tantangan-tantangan tersebut diantaranya adalah tentang bagaimana mengatasi gangguan operasi, mengurangi unplanned shutdown, mengatasi decline rate yang semakin tajam, mengatasi kendala pembebasan lahan dan perijinan, dan mengatasi kendala dalam proses pengadaan.
Melihat deretan tantangan tersebut, perhatian mengerucut pada kondisi sumber daya manusia (SDM) yang beraktivitas pada pengelolaan sumber daya alam andalan bangsa kita ini. Manusia adalah pelaku dan pemilik kendali dari semua kekayaan, apa arti bangsa yang kaya dengan sumber daya alam tetapi sumber daya manusianya tidak bisa mengelola dengan baik?
Maka optimalisasi dalam memberdayakan SDM di sektor migas mutlak dilakukan. SKK Migas bekerjasama dengan berbagai elemen sudah melakukan beberapa langkah untuk memaksimalkan potensi SDM yang bergerak dalam industri hulu migas. Dalam laporan tentang Penyusunan Blueprint dan Roadmap Pengelolaan SDM Industri Hulu Migas Nasional, SKK Migas telah merinci beberapa program seperti key player program and management, national capacity building, program sertifikasi petroteknikal bertaraf internasional, hingga penyesuaian peningkatan kapabilitas Balai Latihan Kerja (BLK) di sekitar wilayah operasi KKKS.
Bermacam program tersebut dilakukan sebagai langkah prioritas untuk mencapai visi besar pengelolaan SDM industri hulu migas nasional; Memastikan ketersediaan tenaga kerja nasional yang berkualifikasi global dan memiliki integritas nasional melalui kemitraan strategis dan kebijakan terintegrasi guna menjamin keamanan pasokan energi nasional secara global.
Langkah-langkah tersebut juga semakin menguatkan komitmen dalam mencapai target tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) pada industri hulu migas. Sebagai catatan, hingga akhir 2014 secara nominal angka komponen TKDN sektor migas menyentuh nilai tertinggi sejak 2006, yaitu sebesar USD 17,354 juta. Namun secara persentase, sampai dengan Desember 2014 komponen TKDN hanya 54 persen, mengalami tren penurunan dibanding periode 2010 yang sempat menembus 63 persen.
[caption id="attachment_359924" align="aligncenter" width="600" caption="Capaian Komitmen TKDN Kegiatan Usaha Hulu Migas 2006-2014 (SKK Migas)"]
Melihat tren penurunan seperti ini, tentu kegiatan industri hulu migas perlu melakukan berbagai pembenahan. Terlebih, saat berbicara mengenai pengoptimalan potensi SDM yang selama ini bergerak dalam industri hulu migas. Lalu dari mana memulainya?
Recruitment yang transparan dan akuntabel
Langkah pertama yang sebaiknya ditempuh adalah pembenahan dalam proses recruitment, karena dari sinilah input SDM yang sesuai dengan impian SKK Migas dengan kualifikasi talent dan expertise kelas dunia akan didapatkan.
Masih banyak putra-putri di Indonesia yang berprestasi dan memiliki minat kuat untuk memajukan industri hulu migas. Mereka layak masuk dan menggenapi 96 persen tenaga kerja asal Indonesia yang selama ini berkarya di industri hulu migas. Maka seleksi yang ketat dan berdasarkan merit system perlu dijalankan dengan baik. Dari individu-individu berkualitas yang telah terjaring ini, perubahan besar menuju industri hulu migas yang clean and clear niscaya akan terjadi.
Kemudian dari sisi kelembagaan, kumpulan orang-orang berintergitas yang telah berada dalam industri hulu migas tersebut akan membawa pencapaian berbagai visi besar. Mengutip kalimat Jim Collins dalam bukunya Good to Great; “Great vision without great people is irrelevant”, SKK Migas sebagai pemilik otoritas industri hulu migas memiliki kesempatan tidak hanya sebagai good organization, tetapi sudah saatnya menaiki tahapan sebagai great institutions.
Law enforcement yang tegas
Berbagai permasalahan moral hazard maupun pelanggaran yang terjadi di dalam industri hulu migas perlu ditangani dengan serius melalui pemberian sanksi yang tegas, dan tanpa tebang pilih. Langkah penegasan dalam pemberian sanksi ini sejalan dengan rencana SKK Migas yang akan menerapkan kebijakan whistle blowing system (sistem pengaduan suatu perbuatan berindikasi pelanggaran).
Ketegasan yang dilakukan adalah bentuk pembuktian kepada masyarakat bahwa industri hulu migas dikelola dengan profesional demi memenuhi hajat hidup rakyat Indonesia. Selain itu, langkah ini akan dijadikan teladan bagi lembaga lainnya, terutama bagi komponen stakeholder yang berada di pusat maupun di daerah.
Peningkatan kerjasama dengan entitas lokal
Kabar terbaru tentang pelibatan BUMD Propinsi Kalimantan Timur saat akan memulai pengelolaan kembali blok mahakam setelah habis masa kontrak bagi hasil adalah angin segar tersendiri dalam industri hulu migas. Meskipun selama ini kegiatan usaha hulu migas telah banyak bekerjasama dengan BUMN, namun bagi masyarakat (dan stakeholder) lokal secara langsung multipplier effect industri hulu migas akan terlihat lebih nyata jika BUMD yang diajak bekerjasama.
Adanya kerjasama dengan BUMD (bahkan mungkin nantinya dengan BUMDes) juga akan mendongkrak kontribusi bagi masyarakat di daerah-daerah lokasi industri hulu migas.
[caption id="attachment_359925" align="aligncenter" width="640" caption="Keterlibatan Bank BUMN/BUMD pada kegiatan usaha hulu migas (SKK Migas)"]
Pendekatan Pemberdayaan, bukan pendekatan uang
Pada tulisan sebelumnya berjudul Migas Untuk Kedaulatan, Bukan Untuk Ketergantungan, saya menyebutkan contoh pendekatan instan yang kerap dilakukan oleh perusahaan/kontraktor migas terhadap masyarakat terdampak di daerah-daerah.
Melihat fenomena tersebut, SKK Migas perlu membuat kebijakan strategis agar perusahaan/kontraktor migas lebih mengutamakan program-program pemberdayaan yang lebih sustainable daripada melakukan pendekatan dengan uang.
Di sisi lain, perlu dilakukan sosialisasi yang massive kepada masyarakat agar sadar bahwa migas bukan sesuatu yang abadi, dan segera mengambil langkah cerdas dalam berkolaborasi dengan perusahaan/kontraktor migas. Proses penyadaran ini memang cukup menantang, namun jika sudah digerakkan dengan baik dan terarah, polemik yang sering terjadi di lokasi-lokasi industri hulu migas bisa dikurangi. Masyarakat lokal sebagai 'tuan rumah' pun merasa dihargai dan merasakan dampak positif kehadiran industri hulu migas yang beroperasi di daerahnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H