Mohon tunggu...
Arif L Hakim
Arif L Hakim Mohon Tunggu... Konsultan - digital media dan manusia

digital media dan manusia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Apa Jadinya Dunia Tanpa Islam?

12 Juli 2015   04:01 Diperbarui: 12 Juli 2015   04:01 6533
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Judul buku Graham E. Fuller, seorang guru besar sejarah di Simon Fraser University Kanada, ini lumayan kontroversial. Mengapa dia harus membahas tentang pengandaian ketiadaan Islam di tengah kecamuk global terhadap agama ini? Tetapi bagi saya, kehadiran buku dengan sudut pandang yang berbeda yang dihasilkan oleh seorang intelektual Barat yang memiliki pengalaman tinggal dan bekerja di Dunia Islam selama dua dekade seperti Graham E. Fuller sangat membuat penasaran.

Empat belas bab yang ada di buku ini ditulis dengan gaya penuturan yang segar dan provokatif. Tak hanya itu, secara pribadi saya merasa mendapat beberapa pencerahan tentang sumber-sumber konflik yang mengganggu keharmonisan dunia saat ini.

Buku ini diawali dengan catatan tentang pandangan (saling memandang lebih tepatnya) antara ‘agama-agama Abraham’ dan menjadikan kawasan Arabia sebagai titik awal pembahasan. Pandangan Yahudi terhadap Islam dan Kristen, perspektif Islam terhadap Yahudi dan Kristen, kemudian pandangan-pandangan Yahudi dan Kristen terhadap Islam, membuka cakrawala pembaca tentang sudut pandang sejarah keberadaan agama-agama ini.

Keterkaitan antara kondisi sosial, terutama perkembangan politik terhadap perkembangan agama-agama di masa lalu menjadi salah satu landasan pembahasan. Dalam buku ini isu agama yang berkembang dibahas secara kontekstual, tidak terlepas dari struktur dan situasi kehidupan manusia yang memeluknya.   

Penulis The Future of Political Islam ini juga mampu mengutarakan berbagai rentetan sejarah yang terjadi di agama-agama samawi lainnya. Seperti yang tertuang dalam Bab V saat penulis membawa pembaca untuk meninjau ulang dengan apa yang terjadi saat Perang Salib. Jika selama ini Perang Salib selalu diasosiasikan dengan permasalahan agama, Graham E. Fuller mencoba meninjau perang bersejarah ini dari sudut pandang berbeda. Bahwa sangat mungkin ada kekuatan-kekuatan dahsyat lainnya yang bekerja: sebuah dorongan untuk perluasan kekuasaan dan perkembangan-perkembangan politik, ekonomi, dan sosial yang melatarbelakangi terjadinya perang besar tersebut. Fuller kemudian bertanya kepada pembaca; “Andaikata Islam tidak ada-alasan yang jelas bagi petualangan Perang Salib-mungkinkah sebuah bentuk Perang Salib Barat melawan Timur masih terjadi?”

Salah satu hal yang membuat buku ini semakin menarik adalah bagaimana si penulis membuat uraian sejarah tentang proses pertemuan Islam dengan agama bahkan kaum-kaum tertentu yang pernah ada di muka bumi. Ada lima bab di bagian dua yang secara gamblang mengungkapkan pertemuan-pertemuan Islam di batas-batas peradabannya, mulai dari Romawi, Rusia, Eropa, India, hingga China. Di negara terakhir yang disebutkan, kembali Fuller menulis bahwa beberapa permasalahan yang terjadi di sana bukanlah Islam sebagai penyebab utamanya. Penganut Islam Han Cina telah terintegrasi dan secara kreatif membangun hubungan-hubungan antara budaya Muslim dan budaya Cina, keragaman etnis di Cina-lah yang menjadi masalah, bukan Islam. Demikian seperti ditulis Graham E. Fuller di akhir Bab XI. 

Lalu di mana posisi Islam di era modern seperti sekarang? Tiga bab yang tersisa di bagian akhir buku dengan judul asli "A World Without Islam" ini memberi gambaran tentang wajah Islam yang mengalami fluktuasi saat menghadapi isu kolonialisme, nasionalisme, jihad, terorisme, sampai dengan tanggapan terhadap kebijakan-kebijakan baru dengan dunia Islam.  

Buku ini ibarat kumpulan saripati atas kajian-kajian yang dilakukan oleh berbagai pemikir tentang sejarah dan perkembangan agama-agama yang ada di dunia. Referensi yang dijadikan sumber tulisan yang ada di buku ini begitu berbobot, beberapa hasil pemikiran dan kajian dari kampus, lembaga, maupun tokoh yang terbiasa memunculkan hasil kajian yang memiliki expertise di bidangnya disadur dan dikutip di dalam buku yang diterbitkan oleh Penerbit Mizan ini.    

Meskipun demikian, buku ini menghasilkan kesimpulan yang cukup berbeda dan mungkin di luar nalar berpikir sebagian orang Barat. Graham E. Fuller berargumen bahwa andai dunia tanpa Islam, tetap saja Barat akan menyerang Timur Tengah walaupun tidak ada Perang Salib, karena yang mendorongnya sedemikian kuat adalah nafsu imperialismenya. India mungkin tidak memiliki kekayaan seperti sekarang jika saja tidak mewarisi budaya Islam Mughal. Perpecahan tetap terjadi antara Gereja Ortodoks dengan Gereja Roma. Serta aksi bom bunuh diri mungkin tetap ada, karena bukan muslim yang pertama kali melakukannya. Sehingga tak heran jika penulis yang juga mantan Wakil Ketua National Intelligence Council di CIA ini menganggap bahwa buku ini adalah salah satu buku yang menawarkan sejarah alternatif, selain sejarah yang selama ini kita pelajari bahkan telah diyakini keberadaannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun