[caption id="attachment_360566" align="aligncenter" width="640" caption="Crew Kompas TV saat shooting untuk Cerita Indonesia (dok. pribadi)"][/caption]
Saya lahir dan tumbuh bukan di lingkungan penulis. Namun saya bersyukur karena orang tua saya selalu memberi ruang dan kesempatan yang terbuka lebar untuk meraih pengetahuan dari beragam cara. Seiring waktu yang berlalu, dari sekian banyak cara untuk menggandakan pengetahuan saya tertarik dengan aktivitas membaca,traveling, dan menulis.
Untuk aktivitas yang saya sebutkan terakhir, saya menjalaninya tanpa tendensi. Saya menuliskan apa saja yang saya lihat dan rasakan. Saya juga bukan tipe penulis yang mengandalkan kecepatan. Lebih baik mengutamakan tulisan yang tulus dari lubuk hati daripada menulis asal-asalan.
Menulis juga menjadi salah satu cara untuk menitipkan karya pada generasi berikutnya. Saya percaya bahwa tulisan tak pernah mati meskipun si penulis sudah berada di pusara. Benar kata Pramoedya Ananta Toer,“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”
Beragam berkah dalam hidup yang pernah saya rasakan berawal dari menulis, tak terkecuali dari aktivitas menulis di Kompasiana. Walaupun secara kuantitas tidak terlalu banyak tulisan yang saya publikasikan, keajaiban sering datang dari tulisan yang saya unggah di Kompasiana.
Baru-baru ini, saya kembali mendapatkan keajaiban lagi dari aktivitas menulis. Berkat tulisan, saya diajak oleh Kompas TV untuklivedi Kompasiana TV, sama seperti kompasianer yang lainnya.
Tak berhenti sampai di situ saja, saya benar-benar tak menyangka ketika dihubungi oleh Mbak Yesi (salah satu reporter Kompas TV) dan membicarakan tulisan tentang Jogja dan sekitarnya yang pernah saya tuliskan di Kompasiana.
Akhirnya setelahcrewKompas TV berada di Jogja, mereka mengajak saya untuk bertemu dan berdiskusi secara langsung. Bersama Mas Hendra, kompasianer jogja yang telah diakui sebagaibest citizen journalismpada kompasianival tahun lalu, kita diberi penjelasan bahwa Kompas TV dan Kompasiana bekerjasama untuk mendokumentasikan tulisan-tulisan kompasianer melalui program acara bertajuk Cerita Indonesia.
“Jadi, nantiscriptyang dipakai untukshootingini sesuai apa yang kita tuliskangituya Mas?”, tanyaku kepada Mas Oki, produser Cerita Indonesia.
“Iya Mas. Jadi apa saja yang Mas Arif dan Mas Hendra tuliskan itu yang akan didokumentasikan. Nanti Mas Arif dan Mas Hendra juga yang memerankan.” begitu jawaban Mas Oki.
“Waduuuh..berarti saya yang antah berantah ini muncul di televisi dong?”, saya mulai panik.
“Iya. Siap-siap ya. Rileks saja, nanti kita pandu pengambilan adegannya.”, seru Mas Maul,cameramanKompas TV yang pernah keluar masuk hutan Papua dan Kalimantan untuk membuat dokumenter.
Akhirnya dari pertemuan malam itu disepakati, dari beberapa tulisan, Mas Hendra akanshootingtentang angkringan dan museum anak kolong tangga. Kemudian terpilihlah tiga tulisan saya yang siap didokumentasikan secara audio visual dan akan ditayangkan di program Cerita Indonesia.
Hari pertama untuk pengambilan gambar, saya dancrewKompas TV menyambangi Pasar Kotagede, sebuah pasar yang berumur sekitar 400 tahun dan masih mempertahankan hari pasaran legi sebagai puncak keramaiannya.
Di sela-sela terik matahari yang mulai meninggi, saya diarahkan untuk berjalan, dan beraksi sesuai dengan apa yang saya tuliskan pada tulisan Berkelana di Pasar Tertua Jogja. Pasar Kotagede yang sangat riuh, justru membuat Mas Oki, Mas Maul, dan Mbak Yesi semakin bersemangat mengabadikan aktivitas pasar ini.
Hari berikutnya, kami melanjutkan perjalanan ke Makam Imogiri, tempat disemayamkannya para leluhur Mataram yang terletak di sebuah bukit di sebelah selatan Jogja. Sesuai dengan tulisan, saya menemui Mbah Jadir, sosok inspiratif yang pernah saya tulis di Kompasiana dengan judulKisah Sang Penjaga Makam Para Raja.
[caption id="attachment_360568" align="aligncenter" width="640" caption="Mas Maul dan Mbak Yesi saat mendokumentasikan Makam Imogiri (dok. pribadi)"]
Pada hari terakhir proses pendokumentasian, kami bergerak menuju ke Magelang untuk mendokumentasikan aktivitas para pengrajin bambu di Desa Kebonsari, Kecamatan Borobudur. Selain bertemu dengan Pak Banjar yang berhasil mengekspor kreasi bambunya ke beberapa negara tetangga, kami juga bertemu dengan simbah-simbah yang dengan tekun menata bambu menjadi beragam alat rumah tangga.
[caption id="attachment_360569" align="aligncenter" width="640" caption="Tim Cerita Indonesia sedang mendokumentasikan pengrajin bambu hias (dok. pribadi)"]
Dari tiga hari yang saya lewati, saya menyimpulkan bahwa aktivitasshootingternyata melelahkan. Meskipun demikian, bersama Mas Oki, Mas Maul, dan Mbak Yesi saya banyak belajar tentang proses pengambilan sebuah adegan dokumenter yang ternyata tidak gampang. Sama seperti yang diceritakan Mas Hendra, pengalaman shooting perdana dalam hidup saya ini juga diliputi keceriaan karena lelucon-lelucon segar sering terlontar dari Mas Gombes, orang serba bisa yang berakting sebagai driver selama crew Kompas TV berada di Jogja.
[caption id="attachment_360567" align="aligncenter" width="588" caption="Saya yang antah berantah berada di antara tim kreatif Cerita Indonesia (dok. Mbak Yesi)"]
Sampai selesai shooting, saya masih tak menduga, bahwa apa yang saya tulis ternyata bisa menjadi beragam rupa dampaknya. Sungguh pengalaman tersendiri karena aktivitas menulis yang awalnya hanya sekedar wujud aktualisasi diri dan pelampiasan pikiran, ternyata mendapatkan apresiasi dan divisualisasikan di televisi.
Jika anda penasaran dengan dokumentasi menarik ini, nanti malam Cerita Indonesia akan tayang pukul 22.00 di Kompas TV.
Stay tune dan tetaplah menulis!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H