Mohon tunggu...
Arif L Hakim
Arif L Hakim Mohon Tunggu... Konsultan - digital media dan manusia

digital media dan manusia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Suryadi Si Penyelamat Naskah Klasik

12 Juli 2013   12:53 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:39 576
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Festival Kesenian Yogyakarta (FKY) telah selesai dihelat 25 Juni-5 Juli 2013 kemarin. Ada yang berbeda yang membuat FKY kali ini tidak seperti biasanya. Dengan mengusung tema “rekreasi”,  FKY digelar di Pasar Ngasem, tidak seperti tahun-tahun sebelumnya di Benteng Vredeburg. Pasar Ngasem yang dulunya adalah pasar hewan, kini disulap oleh Pemerintah Kota Yogyakarta menjadi plasa pameran dan pertunjukan. Beginilah salah satu potret kota yang penuh kreatifitas dan inovasi untuk menghidupkan wilayahnya. Tanpa mengurangi esensi FKY yang biasanya digelar selama satu bulan penuh, acara yang disunat menjadi 11 hari ini tetap menawan. Ketika pengunjung datang, gerbang bertuliskan FKY 25 Rekreasi sudah terpampang. Berikutnya, lampion yang bergelantung dari deretan pohon bambu seolah menyambut dengan keramahan khas Jogja. Saya sangat kagum dengan energi kreatifitas Pemkot, panitia, seniman, dan masyarakat Jogja yang menyiapkan acara ini. Pasar Ngasem dulu identik dengan bau-bau kotoran hewan yang dijual di dalamnya, namun sekarang tampil elegan dan artistik! [caption id="attachment_254267" align="alignnone" width="640" caption="Gerbang FKY 25 "]

13735973261199456969
13735973261199456969
[/caption] [caption id="attachment_254268" align="aligncenter" width="640" caption="Lampion bergelantungan di bawah pohon bambu"]
13735973961528152227
13735973961528152227
[/caption] Apa yang istimewa dari FKY? Saya mencoba merefleksikan beberapa gelaran FKY dari tahun ke tahun. Yang pasti muncul saat FKY adalah orang-orang kreatif yang memamerkan karya-karya nyentrik, baik berupa kerajinan tangan, lukisan, tarian, musik, dan segala macam varian seni lainnya. Tahun ini FKY juga menampilkan hal-hal serupa meskipun diisi oleh beberapa orang yang berbeda. Dari berbagai pengisi los pasar yang disulap menjadi stand pameran, saya menyambangi sebuah stand yang menyediakan buku-buku klasik. “Loak Book Shop”, begitu tulisan di depan stand ini. Pak Suryadi, adalah pemilik stand ini. Pria 37 tahun tersebut hampir setiap tahun tak pernah absen dari FKY. Sambil memilih-milih buku klasik yang jarang dijumpai di toko-toko buku, saya berbincang dengan bapak dua anak ini. Kecintaan Pak Suryadi terhadap buku bermula dari hobi membacanya yang kemudian dilampiaskan dengan membuka rental komik di dekat rumah. Usahanya terus berkembang hingga beliau memutuskan untuk membuka kios di shopping center (belakang taman pintar Jogja) tahun 2000 silam. Dari bisnis bukunya tersebut, Pak Suryadi kerap menemukan buku-buku klasik bertema sastra, filsafat, seni lukis, kerajinan tangan, dan lainnya. Koleksinya kian banyak, dan mulai menumpuk. Akhirnya, Pak Suryadi mulai membuka lapak khusus buku klasik pada acara FKY sampai sekarang. Dalam perjalanannya, Pak Suryadi sempat hunting ke beberapa kota untuk mencari buku-buku klasik. Namun sekarang, sudah banyak orang yang “nyetor” buku-buku klasik ke beliau. Yang menarik adalah, Pak Suryadi hanya mengeluarkan koleksi buku-buku klasiknya tersebut hanya di acara FKY setiap tahunnya. Pak Suryadi bahkan sering menyewa 2-3 stand FKY untuk memasarkan koleksinya. Apa yang membuatnya tertarik mengumpulkan buku-buku klasik? “Hunting buku-buku klasik cukup susah, Mas. Bagi saya ini menantang. Saya justru menikmati proses seperti ini.”, begitu katanya. “Tahun 2006 lalu, Jogja diguncang gempa. Koleksi buku saya alhamdulillah selamat meskipun rumah retak-retak. Saya ungsikan buku-buku saya ke rumah saudara. Nah, waktu itu timbul pertanyaan, FKY mau dilaksanakan atau tidak? Setelah rapat dengan seluruh panitia, alhamdulillah FKY tetap digelar. Alasannya adalah agar memotivasi masyarakat agar cepat bangkit pasca gempa.”, seru Pak Suryadi saat ditanya tentang masa-masa terberat dalam melakoni bisnis buku. [caption id="attachment_254269" align="aligncenter" width="640" caption="Koleksi Loak Book Shop"]
1373597459141790109
1373597459141790109
[/caption] [caption id="attachment_254270" align="aligncenter" width="640" caption="Pak Suryadi, pemilik Loak Book Shop"]
1373597484895362717
1373597484895362717
[/caption] Pak Suryadi kerap diundang untuk menghadiri pameran buku, bukan hanya di Jogja tetapi di berbagai kota lainnya. Namun untuk menjaga jumlah stok bukunya, undangan-undangan tersebut urung dihadiri. Sosok unik ini kemudian bertutur, “Saya senang bisnis seperti ini. Karena dari buku bisa didapatkan berbagai ilmu. Dari satu buku biasanya muncul inspirasi untuk membuat karya-karya baru”.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun