Mohon tunggu...
Arif L Hakim
Arif L Hakim Mohon Tunggu... Konsultan - digital media dan manusia

digital media dan manusia

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Fakfak, The Gates of Papua (1): Arguni Expedition

5 September 2011   01:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:14 532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Akhirnya kami menutup Ramadhan dan membuka Syawal di Fakfak, potongan kota karibia yang terdampar di Indonesia. Awal bulan ini kami akan berkumpul seperti yang diagendakan, bertemu sebulan sekali di pusat kota untuk koordinasi dan melepas liburan.

Urusan kali ini cukup bervariasi. Hal utama yang akan kami kerjakan adalah memenuhi undangan bupati untuk bersilaturahim dan berencana menawarkan ide untuk kegiatan selama kami mengabdi di kota pala ini.

Setelah disambut ramah di “rumah negara”, kesimpulan akhir adalah kami tersenyum! Terjadi sinkronisasi yang mengejutkan antara kegiatan yang akan kami lakukan dengan apa yang direncanakan bupati. Mission completed!

Misi selanjutnya adalah liburan lebaran. Kami berencana mengunjungi Arguni, salah satu pulau tempat pengajar muda mengabdi. Sore itu, ditengah liukan jalan menuju Distrik Kokas, kami duduk sekitar 1,5 jam di atas bus menuju ke pelabuhan, tempat yang ditentukan oleh tuan rumah yang akan menjemput kami.

Angin pelabuhan telah menelisik rambutku. Air garam, istilah untuk air laut, telah membentang di depan. Oke, inilah yang aku tunggu, ingin merasakan ombak menuju Pulau Arguni, apakah sama dengan ombak menuju pulauku di Distrik Karas?

[caption id="" align="alignleft" width="280" caption="Cek ombak di atas longboat"][/caption] Ooo, ombak di sini jauh lebih tenang daripada di kampungku. Sore itu laut benar-benar teduh, ibarat kolam. Kuputuskan untuk menangkap landscape kepulauan yang melingkar di ujung-ujung air laut di atas longboat yang aku tumpangi. Ah, Papua memang cantik! Gundukan kepulauan di sini bervariasi, layaknya kontur kepulauan Papua pada umumnya. Tetapi sebelum sampai di Arguni, kita akan melewati tebing-tebing pulau yang penuh pesona. Ada sebuah tebing yang menjadi daya tarik bagi orang yang baru melintas. Tebing itu tertempel bekas cap tangan peninggalan nenek moyang yang umurnya mungkin sudah ratusan tahun.

[caption id="" align="aligncenter" width="504" caption="pulau-pulau kecil yang kami lewati"][/caption]

Dan sore itu kami juga disuguhi sunset yang ranum selain ramahnya senyum masyarakat Arguni.

[caption id="" align="aligncenter" width="504" caption="Sunset di Kepulauan Arguni, Fakfak"][/caption]

Maria Jeanindya, bisa dipanggil MJ atau Ucup, hidup di keluarga sederhana. Bapak angkatnya adalah tukang, dan ibunya adalah ibu rumah tangga, mereka berdua sama-sama pelaut, layaknya masyarakat kepulauan lainnya. MJ juga hidup bersama 3 adik angkatnya. Sambutan hangat kami temui di rumah sederhana ini. MJ mengajar di SDN Arguni, melengkapi 3 guru yang ada di sini.

Arguni adalah kampung muslim. Di sini masih ada raja yang berkuasa selain sistem pemerintahan yang dijalankan seperti kampung pada umumnya. Karunia yang diturunkan Tuhan untuk warga Papua kurasakan di sini; alam yang mempesona dan masyarakat yang ramah. Surga ikan juga layak disematkan untuk Arguni. Tak perlu keahlian khusus untuk memancing di sini. Ikan yang akan didapat adalah sejumlah mata kail tanpa umpan yang kita lempar ke air laut. Saat aku di sana mendapatkan 7 ikan sekali tarik.

Di sekitar Arguni, tak terhitung jumlah pulau-pulau kecil yang mengelilingi. Salah satunya adalah Pulau Kambing, pulau berpasir putih tanpa penduduk yang kami singgahi selama berkunjung ke Arguni.

[caption id="" align="aligncenter" width="504" caption="Foto-foto dulu di Pulau Kambing"][/caption]

Kepulauan di sini cukup bagus pemandangan bawah airnya, itu terlihat saat aku mencoba snorkeling di perairan dangkal di sekitar pulau. Sayang, belum ada dive center yang bisa menjawab rasa penasaran tentang kandungan biodiversity di daerah kepulauan ini.

[caption id="" align="aligncenter" width="504" caption="bermain dayung di atas air jernih dan karang di bawahnya"][/caption]

Alami, karena belum terjamah sama sekali, itulah potret alam secara umum yang ada di Fakfak. Kami beruntung ditempatkan di sini, menjamah belahan bumi yang menjadi gerbang pulau besar bernama Papua. Kehidupan masyarakat yang sederhana dan penuh keharmonisan semakin memperkuat langkah kami, berusaha sekuat tenaga membantu situasi keterdidikan di garis-garis penjuru negeri ibu pertiwi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun