Mohon tunggu...
Arif L Hakim
Arif L Hakim Mohon Tunggu... Konsultan - digital media dan manusia

digital media dan manusia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kado Hari Anak; Berburu Mainan Tradisional di Jogja

23 Juli 2014   15:50 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:29 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_316462" align="aligncenter" width="601" caption="Tampilan google edisi 23 Juli 2014 (google.co.id)"][/caption]


"Traditional games have scientific and educational values, and moral messages which to this day have been recognized by European people. But how sad that in the past 10 years one plaything has been lost every year.", Rudi Corens: Putting the traditional back in games, 2008.

Pagi ini ada yang membuatku terkagum-kagum saat bersiap berselancar di dunia maya. Alih-alih mencari berita seputar penetapan presiden Republik Indonesia yang ramai dibicarakan, saya justru tertarik dengan tampilan www.google.co.id yang memunculkan gambar mainan anak-anak. Ketika cursor diarahkan ke tampilan tersebut, maka kalimat “Indonesia Children’s Day” akan muncul. Ya, di Indonesia memang 23 Juli adalah peringatan Hari Anak Nasional, tepat hari ini.

Jika bercerita tentang anak-anak, ingatan saya langsung mengarah pada masa kecil yang bahagia. Kebahagiaan tak terperi akan memuncak saat berkumpul bersama teman-teman di lapangan, di halaman, atau di berbagai sudut kampung untuk bermain. Saya merasa beruntung karena masa kecil saya dihabiskan di kampung, karena kebahagiaan dalam bermain dengan permainan dan mainan tradisional lebih berkesan, bahkan masih terekam dengan baik hingga sekarang.

Di masa kecil kami, gobak sodor, petak umpet, bentengan, jlong-jling adalah permainan yang sangat sering kami mainkan. Sedangkan congklak/dhakon, gasing, benthik, adalah mainan yang familiar dimainkan untuk mengisi waktu luang.

Lalu, apa kabarnya permainan dan mainan tradisional di era teknologis seperti sekarang ini?

Beberapa waktu yang lalu saat berjalan-jalan di Pasar Bringharjo, Jogja, saya melihat beberapa mainan klasik dijual di salah satu sudut pasar. Beragam mainan tradisional terhampar di pasar kebanggaan warga Jogja ini. Setelah berkali-kali kagum karena teringat masa kecil, akhirnya tek-tek dan gasing dari bambu menjadi dua mainan yang meluluhkan dompet saya agar bisa memiliki dua mainan tersebut.

[caption id="attachment_316464" align="aligncenter" width="640" caption="Tek-tek dan gasing bambu dari Pasar Bringharjo (dok. pri)"]

1406079040554032193
1406079040554032193
[/caption]

Bersebelahan dengan Pasar Bringharjo, tepatnya di Taman Budaya Yogyakarta (TBY), kita juga bisa menjumpai koleksi mainan anak-anak di Museum Anak Kolong Tangga. Museum mainan anak pertama di Indonesia tersebut didirikan oleh Rudi Corens—seniman asal Belgia, bersama Diyan Anggraeni dan Anggi Minarni atas kegelisahan terhadap anak-anak dan remaja yang cenderung melupakanbudayadan tradisi dengan lebih memilih untuk menghabiskan waktu untuk menonton televisi atau bermain gadget elektronik. Di dalam museum yang memiliki sekitar 9.000-an koleksi tersebut, mainan anak dari era Majapahit hingga berbagai mainan anak tradisional dari berbagai daerah di nusantara maupun mancanegara disajikan.

[caption id="attachment_316461" align="aligncenter" width="648" caption="Museum Anak Kolong Tangga (fb.com/kolong.tangga)"]

14060779022042268105
14060779022042268105
[/caption]

Selain di Kota Yogyakarta, di Dusun Pandes, Sewon, Bantul juga bisa dijumpai aneka mainan tradisional untuk anak-anak. Bahkan Dusun Pandes sudah sering disebut sebagai ‘kampung dolanan’ karena selain memproduksi mainan tradisional, warga Dusun Pandes juga gencar mengkampanyekan dolanan anak-anak.

Sementara itu, saat saya berselancar di dunia maya, saya juga menemukan sebuah account twitter dari Jogja yang juga mempromosikan mainan anak-anak.  Dengan tagline Because playing is the happiest moment in our life! account @Yododolanan menyediakan dolanan (mainan) anak tradisional dengan harga terjangkau dan pelayanan yang asik. Dari tweet-nya disebutkan bahwa untuk membeli koleksi mainan tradisionalnya, kita tinggal mention atau menghubungi contact personnya.

[caption id="attachment_316468" align="aligncenter" width="640" caption="Koleksi yang dipromosikan @Yododolanan (www.twitter.com/yododolanan)"]

14060797161126007673
14060797161126007673
[/caption]

Melihat masih tersedianya sumber-sumber referensi mainan tradisional di Jogja membuat saya sedikit lega. Setidaknya masih ada yang menjawab atas kegalauan saya tentang nasib nilai-nilai kearifan yang terkandung dalam mainan dan permainan tradisional yang sangat bermanfaat dalam interaksi sosial saat anak-anak telah masuk usia dewasa.

Dari sebuah sumber, disebutkan bahwa permainan dan mainan tradisional memiliki berbagai manfaat, di antaranya dapat memicu kreatifitas anak karena seorang anak tidak akan kehabisan ide untuk membuat apapun sebagai bahan mainan dan menjadi aktivitas permainan, lebih menyehatkan karena banyak permainan yang melatih fisik, ketangkasan serta menggerakkan tubuh dan mengeluarkan keringat. Permainan tradisional juga membuat anak memiliki banyak teman karena biasanya permainan yang dimainkan akan lebih seru jika dilakukan lebih dari dua orang. Kemudian permainan tradisional juga membuat seorang anak lebih pandai bergaul dan bersosialisasi di lingkungannya. Permainan tradisional juga melatih anak menjadi lebih sportif, misalnya ia bersedia mengakui kesalahan atau pelanggaran yang dilakukan. Karena biasanya anak yang curang akan terkena sanksi dari teman-temannya, bahkan bisa jadi teman-temannya tak akan mau lagi mengajak si anak curang tersebut untuk bermain. Terakhir, permainan tradisional dianggap membuat seorang anak lebih percaya diri.

Namun, eksistensi mainan dan permainan tradisional kian hari semakin mendapat tekanan dari berbagai sisi. Selain perkembangan gadget modern yang sangat massive di pasaran, unsur gengsi dan faktor pemahaman orang tua yang kurang tentang manfaat mainan dan permainan tradisional juga cukup menantang untuk dikaji ulang.

Terkadang saya juga sepakat dengan pendapat JJ Rizal—ahli sejarah—yang mengatakan bahwa orangtua perlu menyandingkan permainan modern dengan permainan tradisional. Untuk itu orangtua perlu belajar lagi mengenai permainan tradisional yang semakin jarang dimainkan anak-anak masa kini.

Selamat hari anak nasional bagi para calon pemimpin masa depan!

Klik tulisan lainnya:
Strategi Menjaga Kestabilan Harga di Bulan Puasa
Suguhan Sunset Saat Ngabuburit di Candi Ijo
Menjaga Warisan Leluhur Melalui Batik Borobudur

Referensi:

https://www.facebook.com/kolong.tangga

http://nationalgeographic.co.id/berita/2012/05/kampung-dolanan-yogyakarta-lestarikan-permainan-anak-tradisional

http://www.lintas.me/woman/other/editor/5-manfaat-jika-anak-bermain-permainan-tradisional

https://twitter.com/YoDodolanan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun