[caption id="attachment_320858" align="aligncenter" width="512" caption="Salah satu kesenian yang tampil di Festival Lima Gunung ke-13 (dok. pribadi)"][/caption]
Minggu siang (24/08/2014) kemarin saya bergegas menuju lereng Gunung Merbabu. Jalan yang berkelok dan penuh lubang tak menyurutkan semangat untuk segera sampai di Dusun Warangan, Desa Muneng Warangan, Kecamatan Pakis, Kabupaten Magelang. Kedatangan saya di dusun yang sejuk tersebut disambut dengan instalasi dari bermacam bahan alam dan beragam karya seni rupa yang terpajang di kanan dan kiri jalan. Dengan antusias saya mulai memasuki kawasan penyelenggaraan Festival Lima Gunung.
[caption id="attachment_320860" align="aligncenter" width="512" caption="Bermacam karya seni rupa di Festival Lima Gunung (dok. pribadi)"]
Festival Lima Gunung adalah agenda tahunan yang diadakan oleh Komunitas Lima Gunung (Merapi, Merbabu, Andong, Sumbing, dan Menoreh). Pada gelaran festival ke-13 tahun ini FLG mengangkat tema "Tapa ing Rame" (bertapa dalam keramaian) sebagai wujud kegembiraan kebudayaan masyarakat pegunungan sekaligus momentum refleksi para seniman dan masyarakat di lima gunung terhadap nilai luhur budaya dan harapan kehidupan masa depan yang lebih bermanfaat.
FLG yang tetap idealis dengan tidak meminta sponsor dan tak memperbincangkan uang tahun ini juga diisi dengan peluncuran buku 'Sanak Kadang' yang merupakan rekaman sejarah perjalanan dan interaksi Komunitas Lima Gunung karya Hari Atmoko, seorang wartawan di Kantor Berita Antara.
Di hari kedua festival yang masuk daftar event nasional di www.indonesia.travel ini acara dimulai dengan kirab budaya dengan rute mengelilingi Dusun Warangan. Iring-iringan kirab kemudian berkumpul di arena utama FLG.
[caption id="attachment_320861" align="aligncenter" width="512" caption="Kirab sebagai awalan Festival Lima Gunung ke-13 (dok. pribadi)"]
Panggung beralas tanah di bawah rindang pepohonan cengkeh, dengan hiasan instalasi seni rupa dari dedaunan dan damen (batang padi) yang menggantung dan mengelilingi arena menjadi panggung utama FLG. Bagi saya, inilah salah satu praktek penerjemahan akar kesenian rakyat yang sesungguhnya. Festival hadir, diurus, dan dinikmati oleh masyarakat tanpa sekat.
Doa bersama kemudian dihelat di tengah arena FLG. Berikutnya sekelompok Pelukis dari sekitar Candi Borobudur menunjukkan kreativitasnya melalui aksi melukis dan atraksi teatrikal sambil menaiki tali.
[caption id="attachment_320862" align="aligncenter" width="512" caption="Aksi para pelukis dari Borobudur di Festival Lima Gunung (dok. pribadi)"]
Selanjutnya Topeng Ireng Warangan sebagai kelompok seni yang mewakili tuan rumah FLG mendapat giliran memeriahkan arena festival. Tarian rancak dengan iringan lagu-lagu yang berisi pesan islami muncul. Suara gemerincing dan gemulai gerakan penari seolah menyemangati penonton untuk secara aktif bersama-sama melestarikan kebudayaan masyarakat desa.