[caption id="attachment_327051" align="aligncenter" width="640" caption="Stupa pada bagian atas Candi Sari (dok. pribadi)"][/caption]
Siang yang terik tak menyurutkan rencana penjelajahanku menelusuri jejak kebudayaan masa lalu Nusantara yang ada di sekitar Yogyakarta. Telah menjadi catatan sejarah bahwa di jaman dahulu pernah berkuasa sebuah dinasti yang meninggalkan berbagai macam kepingan kejayaannya di sini, di daerah yang dulunya dikenal dengan nama Mataram.
Laju kendaraan yang kunaiki melambat ketika memasuki area Kalasan, Sleman. Sebuah papan penunjuk mengisyaratkan bahwa tak jauh dari jalan raya Jogja-Solo ada sebuah peninggalan sejarah Kerajaan Mataram Kuno.
Candi Sari namanya, terletak di Desa Bendan, Kalasan, Sleman. Candi budhis ini berjarak 3,2 km sebelah barat dari Candi Prambanan (sekitar 5 menit menggunakan kendaraan bermotor), atau 5,2 km dari Bandara Adi Sucipto (6 menit menggunakan kendaraan bermotor).
[caption id="attachment_327048" align="aligncenter" width="620" caption="Peta menuju Candi Sari dari Candi Prambanan (google maps)"]
Kekaguman saya langsung terluapkan saat pertama kali melihat Candi Sari, karena bentuk bangunan Candi Sari yang sejenis kuil bertingkat, tak seperti punden berundak. Dari depan, candi ini sudah terlihat bahwa bangunannya memiliki ruangan atas dan ruangan bawah.
Mengapa Candi Sari dibuat bertingkat? Adakah tujuan yang melatarbelakangi pembangunannya?
[caption id="attachment_327052" align="aligncenter" width="640" caption="Bentuk arsitektur Candi Sari (papan informasi Candi Sari)"]
Cerita mengenai proses pembangunan Candi Sari terdokumentasikan melalui Prasasti Kalasan (700 Saka/778 M). Konon pada abad ke-8 Masehi tersebut Maharaja Tejapurnama Panangkarana (Rakai Panangkaran) diberi nasihat oleh penasihat keagamaan agar mendirikan biara untuk para pendeta. Candi Sari kemudian dibangun oleh Rakai Panangkaran untuk melaksanakan nasihat tersebut. Candi dengan kumpulan stupa kecil di bagian atasnya ini kemudian menjadi asrama bagi para biksu. Di tempat inilah, para biksu belajar, berdiskusi, melaksanakan kegiatan keagamaan, dan ditempa untuk kemudian mengajarkan ilmunya kepada masyarakat Mataram Kuno.
Dalam Prasasti Kalasan juga disebutkan bahwa selain membangun biara bagi para biksu, Rakai Panangkaran juga dianjurkan untuk membangun kuil sebagai tempat untuk memuja Dewi Tara. Maka dibangunlah Candi Kalasan, tak jauh dari Candi Sari. Pembangunan Candi Sari diduga berbarengan dengan masa pembangunan Candi Kalasan, maka tak heran jika banyak dijumpai kemiripan di antara kedua candi tersebut dari sisi reliefnya.
Kekaguman saya lainnya pada Candi Sari adalah pada keindahan relief yang terpahat di sekeliling Candi Sari baik pada dinding maupun arcanya. Candi Sari memiliki 36 buah arca yang ukurannya hampir sama dengan manusia secara umum; 8 arca di dinding timur, 8 arca pada dinding selatan, 8 arca di dinding utara, dan 12 arca di dinding barat.
Selain arca, pahatan dengan berbagai bentuk juga memenuhi dinding Candi Sari. Relief kinara-kinari, suluran, kumuda, dan kalamakara yang sangat dekoratif sehingga tidak tampak seram menghias indah. Candi Sari juga memiliki keistimewaan seperti Candi Kalasan, yaitu pada dindingnya yang terlapisi Vajralepa. Lapisan inilah yang memberi warna cerah dan mengawetkan bebatuan Candi Sari.