Mohon tunggu...
ARIF KURNIAWAN, SST
ARIF KURNIAWAN, SST Mohon Tunggu... -

Seksi Neraca Wilayah dan Analisis Statistik Badan Pusat Statistik

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Aceh Menyambut Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015

22 November 2014   00:21 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:11 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hanya dalam hitungan hari Indonesia akan memasuki era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 yang telah lama digagas oleh para pemimpin negara Asean sejak dulu. Pada era tersebut aliran barang, jasa dan modal dengan mudahnya keluar masuk suatu negara di kawasan ASEAN. Barrier atau hambatan baik fiskal maupun non fiskal dikondisikan supaya terjadi integrasi ekonomi dan peningkatan pertumbuhan ekonomi di ASEAN yang ujungnya diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup penduduk di kawasan ini.

Sebagaimana tertuang dalam AEC blueprint yang mencakup empat pilar utama yaitu: (1) ASEAN sebagai pasar tunggal dan berbasis produksi tunggal yang didukung dengan elemen aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terdidik dan aliran modal yang lebih bebas; (2) ASEAN sebagai kawasan dengan daya saing ekonomi tinggi, dengan elemen peraturan kompetisi, perlindungan konsumen, hak atas kekayaan intelektual, pengembangan infrastruktur, perpajakan, dan e-commerce; (3) ASEAN sebagai kawasan dengan pengembangan ekonomi yang merata dengan elemen pengembangan usaha kecil dan menengah, dan prakarsa integrasi ASEAN untuk negara-negara Kamboja, Myanmar, Laos, dan Vietnam; dan (4) ASEAN sebagai kawasan yang terintegrasi secara penuh dengan perekonomian global dengan elemen pendekatan yang koheren dalam hubungan ekonomi di luar kawasan, dan meningkatkan peran serta dalam jejaring produksi global.

Bisa dibayangkan di masa depan berbagai macam barang dengan label asing akan membanjiri pasar lokal seperti produk mesin, peralatan, kendaraan, makanan, minuman dan bahan kebutuhan sehari-hari.  Demikian juga dengan penyedia jasa seperti halnya dokter, guru, koki dan tenaga-tenaga ahli lainnya bersaing secara terbuka memperebutkan kesempatan kerja di negeri ini. Barang dari luar negeri dipasarkan dengan tingkat kualitas yang telah terstandarisasi serta harga yang murah cukup percaya diri bertarung dengan produk lokal. Tenaga-tenaga ahli asing datang dengan kualifikasi serta kompetensi yang siap mengisi formasi di perusahaan-perusahan dalam negeri. Lantas bagaimana dengan produk lokal dan tenaga kerja kita?

Sebenarnya sudah sejak lama Pemerintah memberikan perhatian khusus terhadap daya saing produk lokal antara lain dengan menekankan setiap produk harus lulus sertifikasi Standar Nasional Indonesia (SNI). Selain itu produk yang orisinal diharapkan mendaftarkan patennya untuk mencegah terjadinya peniruan yang akan merugikan. Dalam hal daya saing tenaga kerja, kompetensi sangat diperlukan di era persaingan terbuka. Tenaga kerja yang walaupun bertitel sarjana apabila tidak memiliki keterampilan khusus bukan tidak mungkin dengan terpaksa harus rela tidak mendapatkan jenis pekerjaan yang diinginkan. Sudah saatnya semua pihak baik Pemerintah sebagai regulator maupun masyarakat luas yang menjadi subyek sekaligus obyek bersiap menghadapi tantangan di era MEA 2015.

Faktor yang bisa menarik investor ialah adanya berbagai policy yang bersahabat terhadap dunia usaha. Penyelenggaraan perijinan serta birokrasi yang efisien dan efektif tentunya sangat dibutuhkan para pelaku usaha dalam menjalankan aktivitasnya. Kondisi keamanan dan kestabilan politik sudah barang tentu menjadi hal yang wajib demi keberlangsungan proses bisnis di Provinsi Aceh.

Saat ini arus barang masuk ke dalam Provinsi Aceh baik dengan jalur darat (melalui Sumatera Utara), jalur udara (melalui bandara) maupun jalur laut (melalui pelabuhan). Selama kurun waktu tahun 2008 sampai dengan 2013, neraca perdagangan Provinsi Aceh paling tinggi terjadi di tahun 2008 yang mencapai 1.849,89 juta USD dan paling rendah terjadi di tahun 2013 yaitu 951,84 juta USD. Dari total ekspor 962,97 juta USD pada tahun 2013, ekpor komoditas migas sebesar 929,80 juta USD dan hanya 33,17 juta USD komoditas non migas. Pada tahun 2013 ekspor komoditas non migas terbesar ditujukan ke negara Vietnam yang mencapai 13,49 juta USD dan paling kecil ditujukan ke Hongkong yang hanya 0,08 juta USD. Impor tahun 2013 sebesar 11,13 juta USD dimana 6 juta USD berupa komoditas migas dan 5,13 juta USD komoditas non migas.

Dari data perkembangan ekspor dan impor sebenarnya Provinsi Aceh cukup bersaing di pasar global. Namun yang menjadi perhatian sebagian besar ekspor dari Provinsi Aceh berupa komoditas migas yang berarti ketergantungan terhadap sumber daya alam khususnya migas masih sangat tinggi. Yang menjadi pekerjaan rumah bagi segenap pemangku kebijakan ialah bagaimana caranya agar daya saing produk terutama non migas di pasar global dapat tumbuh sehingga lebih berperan terhadap neraca perdagangan Provinsi Aceh di masa yang akan datang.

Dari paparan di atas dapat dilihat potensi Provinsi Aceh untuk turut aktif berpartisipasi didalam MEA 2015.  Setidaknya kita dapat berharap iklim investasi akan semakin kondusif sehingga para investor mau menanamkan modalnya di bumi nanggroe. Pada akhirnya masyarakat Aceh yang makmur dan sejahtera lahir maupun batin dapat terwujud.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun