Pemerintahan mahasiswa Unand atau yang lebih popuper dengan nama BEM KM Unand, sekarang ibarat abu dalam sekam, tak tentu arah dan penghayatan dalam ribuan ketidakpercayaan. Terkadang saya tak enak juga untuk menulis masalah ini, karena saya orang yang kalah pada Pemira 27 Februari 2014, nanti ada bahasa ini adalah kesediahan hati saya karena saya adalah orang-orang yang kalah, tentu hal ini tidak seperti itu dan tidak tepat sebagai dalih dan alasan.
Sebenarnya saya ingin menjawab beberapa pertanyaan besar mahasiswa? Kok universitas sebesar Universitas Andaalas, politik mahasiswa terkesan hambar tak greget dalam dinamika organisasi. Sehingga, keberadaan KM Unand tak begitu menggigit bagi putra-putra terbaik Universitas Andalas sebagai jenjang karir organisasi dalam mengabdi dan berkarya
Saya ingin mejawab sebenarnya, siapa yang berkuasa dan partai apa yang yang sedang mengendalaikan KM Unand bertahun-tahun, saya akan menjawab secara ilmiah mudahan-mudahan dijawab oleh buku saya dengan tegas dalam proses penyempurnaan, tunggu saja pemirsa Unand.akan dirampungkan.
Sistem Pemerintahan Unand
Selama ini “pemira”, istilah yang sama juga digunakan oleh salah satu partai. Entah apa nama partainya, pemirsa bisa cari sendiri. Istilah ini juga digunakan dalam bursa demokrasi di Unversitas Andalas. Bagi orang awam ini biasa, tetapi dalam persoalan strategi bahasa ini penyusupan sistem.
Menariknya pemira yang ada di Unand, sering muncul sebagai presiden adalah tokoh-tokoh yang tak populer dalam kalangan mahasiswa, tetapi saat pemira ia langsung menang, entah suara mana yang berbicara bahwa ketokohannya betul-betul diakui.Pertanyaan besar ini sebenarnya sudah ada jawaban bagi saya sendiri, tetapi saya ingin penguasa KM Unand jujur dan terbuka akan kekuatan itu. Bagi saya, menangnya penguasa KM Unand karena kemurnian suara dan sponsor, maka wajar-wajar saja ini adalah masalah biasa dalam dinamika mahasiswa, tetapi ada kritik besar yang bisa saya jawab satu persatu yang sangat membingungkan, kenapa Pemira ini tetap ada, dan dimenangkan oleh orang yang tak diduga-duga tanpa media massa ibratnya Jokowi yang memeliki angkatan udara pada Pilpres Indonesia pada 9 Juli 2014—tetapi pemimpin KM Unand muncul ibarat hantu disiang bolong—hal yang menakutkan bukan siapa presma Unand, tetapi penyusupan idologis salah satu partai dalam pemerintahan mahasiswa.
Senat
Memang aneh, di Universitas Andalas jabaatan gubernur dan Presma sekedar biasa saja, tak semenarik beberpa universitas yang masih banyak dinamika organisasi yang bertarung dalam Pemilihan Umum Universitas. Sebab, jabatan itu tak mewakili banyak kalangan di Universitas Andalas. Berkuasa tanpa diakui itu adalah percuma, ibarat seremonial tanpa esensi. Maka melawan BEM KM Unand dengan ketidakpedulian alias Apatis.
Dari data pemira yang ada, pemilihan hanya berada pada kisaraan yang tak menyenangkan untuk suara seorang presiden mahasiswa Unand. Maka, tak aneh jika saya mengatakan bahwa Senat akan lebih baik diterapakan dengan beberapa alasan yang ingin saya kemukakan.
Pertama, Data pemira tak menunjukan kepedulian mahasiswa dalam berkontribusi dalam membangun BEM KM Unand, jadi diyakini pemberian suara tak menjawab bahwa itu adalah pilihan murni. Atau ini hanya mengandalkan kekuatan massa, bukan kekuatan pilihan rasional.
Kedua, Senat menjadi jawaban karena suara itu datang karena harapan dan permintaan UKM/F, BEM Fakultas dan Hima Jurusan. Maka, bem KM akan bergerak dari partisipasi semua lembaga di Unand, yang refrsentatif warga KM Unand.
Ketiga, dengan menggunakan sistem senat maka peluang setiap lembaga masuk kabinet KM Unand lebih besar, ini bukan soal bagi-bagi kue, tetapi bagaimana dinamika di MPM, DPM dan BEM saling mengawasi,bukan taat simbolisasi bahwa DPM dan MPM adalah alat memuluskan seseorang menjadi presiden saja. Tetapi ada dinamika bahwa “togo tunggu sajaranagan “ ini berjalan.
Keempaat, dalam konstitusi ataupun depenisi bahasa “demokrasi” bukanya hanya melalui Pemira. Jika Pemira hanya menjadi simbol saja, maka pertanyaan besar apakah sistem ini layak untuk dilanjutkan atau dihapuskan.
Organisasi mahasiswa adalah wadah belajar bernegara dan dilaektika, bukan otoriter dalam ranah “ Pemira” yang berkedok demokrasi. Jika kita ingin warga Unand Peduli maka wujudkanlah “demokrasi” dengan sistem Senat bukan BEM
Jangan hawatir bagi teman-teman yang telah membentuk oligarki kekuasan di BEM KM Unand, saya tak tak akan mencalonkan lagi, karena nyatanya menjadi penulis lebih perpengaruh dari pada Presiden BEM KM Unand. Karena penulis adalah milik semua bukan milik mayoritas dan minoritas, jika presiden bem KM Unand ingin merangkul kalangan yang tak peduli selama ini, maka alasan senat adalah tepat sesuai dengan apa yang saya jelaskan diatas. Tulisan ini baru pengantar masih ada isi an kesimpulan yang akan saya tuliskan.Tulisan ini masih subuh, nanti ada Zuhur, Ashar, Magrib dan waktu Isya akan meledak. Tunggu saja!
Oleh: Arifki Chaniago(Bung AC)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H