[caption id="" align="alignnone" width="500" caption="Ikon Sumenep"][/caption] Saya bukan bermaksud meremehkan kabupaten di Madura selain Sumenep atau daerah lain di Indonesia, tetapi saya hanya ingin berbagi mengapa banyak sekali penulis subur dan produktif yang datang dari daerah pucuk Timur pulau Madura tersebut. Anda tentu kenal baik dengan Sang Celurit Emas D. Zawawi Imron, Abdul Hadi WM, Budi Munawar Rahman, Abd A'la, Zuhairi Misrawi dan masih banyak lagi yang tidak bisa saya sebutkan. Rata-rata tulisan mereka berbau sastra yang melembutkan hati. Di kompasiana ini, kolom-kolom sastra tidak sedikit yang diisi oleh para pelajar dari Sumenep. Bahkan yang saya tahu, ada satu di antara mereka terpilih untuk mengikuti pertemuan sastawan Indonesia. Pada suatu kesempatan, saya bertanya kepada D. Zawawi Imron tentang fenomena yang bagi saya menarik tersebut. Menurut beliau, hal ini karena kebanyakan penduduk Sumenep dulunya berasal dari keraton Mataram. Mereka berbudaya tinggi, suka membaca, penuh dedikasi serta lemah lembut. Maka, sampai saat ini Anda bisa bandingkan bahasa orang Sumenep dengan daerah lain di Madura. Begitu pula bangunan-bangunan cagar budaya yang bersejarah. Banyak sekali. Saya ingin menguji kebenarannya. Suatu saat di pesantren ada seorang santri baru dari sebuah desa terpencil di Sumenep. Pendidikannya hanya sampai SMP atau sederajat. Dia sedih termenung sendiri karena terkendala bahasa. Kami semua dari Jawa tidak bisa Bahasa Madura. Dia sebaliknya pula. Kemudian untuk mengeluarkan apa yang dia pikirkan, dia saya fasilitasi satu komputer untuk menuliskannya. Hasilnya sungguh luar biasa. Menurut saya, tulisannya berupa cerpen dan puisi jauh mengungguli para mahasiswa jurusan sastra. Hal ini kembali lagi menyadarkan kepada saya, orang tua yang berbudaya dan berdedikasi akan melahirkan anak-anak yang berbudaya tinggi pula...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H