[caption id="attachment_372115" align="aligncenter" width="621" caption="Masjid peneleh Bagian dalam. dok.pri"][/caption]
Sekitar pukul 03.30 pagi saya meninggalkan rumah menuju Masjid Peneleh. Sebuah masjid yang bersejarah peninggalan Sunan Ampel sebelum membangun Masjid Ampel Denta. Saya ingin investigasi jamaah sholat shubuh di sana untuk kepentingan majalah pesantren kami. Setelah sholat berjamaah saya mengikuti pengajian Kitab Ihya’ Ulumuddin yang diasuh oleh Kiai setempat.
Kemudian saya teringat bahwa di dekat masjid itu ada rumah HOS. Tjokroaminoto yang juga pernah dihuni oleh beberapa bapak pendiri bangsa seperti Bung Karno dan kawan-kawannya yang berada di jalan Peneleh 29-31 Surabaya. Musso, Kartosoewiryo, Semaoen, Alimin dan para tokoh nasional menjadikan rumah sederhana ini untuk berdiskusi walaupun akhirnya semua berbeda haluan.
[caption id="attachment_372116" align="aligncenter" width="621" caption="Rumah HOS. Tjokroaminoto. dok:pri"]
Dalam hati kecil saya berkata, ternyata mendirikan bangsa sebesar Indonesia ini berawal dari diskusi kecil di sebuah rumah yang kecil pula. Namun pemikiran mereka besar dan seluas samudera akibat ditopang dengan membaca baik secara teks maupun konteks. Sebuah toko buku di depan rumah itu masih berdiri dan terawat dengan baik. Toko buku yang menjadi tempat favorit bagi mereka yang tinggal di rumah itu. Pemkot Surabaya rumah beliau ini sebagai bangunan cagar budaya.
[caption id="attachment_372119" align="aligncenter" width="621" caption="Toko Buku Peneleh"]
Selepas itu saya memutuskan untuk pulang, namun di tengah jalan teringat bahwa di jalanan perjalanan pulang ada pula rumah WR. Soepratman seorang komposer dan pecipta lagu Indonesia serta lagu Ibu Kita Kartini.
[caption id="attachment_372117" align="aligncenter" width="466" caption="Rumah tempat Wafat WR. Soepratman"]
Benar saja, saya kemudian berbelok ke arah Tambak Sari dan di depannya ada sebuah Gang kecil bernama Gg. Mangga No 21. Terlihat di sana sebuah rumah yang terawat rapi dengan taman di depannya serta patung WR. Soepratman. Rumah tersebut oleh pemkot juga ditetapkan menjadi bangunan cagar budaya, sehingga perawatannya sangat baik. Di dalamnya ada pula museum.
Lalu saya memutuskan untuk pulang namun hati berkata lain. Ternyata hati saya mengajak ke makam beliau di Kawasan Rangkah tepatnya jalan Kenjeran. Baru setelah itu kemudian saya pulang dan merebahkan badan sambil melihat beberapa berita dari berbagai macam media.
Dari sebuah stasiun TV, tersebutlah bahwa hari ini tanggal 9 Maret adalah hari kelahiran WR. Supratman, tepatnya 9 maret 1903. Saya sempat tidak percaya namun saya cek di Wikipedia ternyata benar walaupun ada pula yang berpendapat lain yakni 19 Maret.
[caption id="attachment_372118" align="aligncenter" width="621" caption="Makam WR. Soepratman"]
Namun tanggal bagi saya tidak masalah. Yang terpenting bagi saya adalah spirit kebangsaan yang diperoleh saat mengunjungi rumah-rumah mereka yang sederhana dari para pendahulu kita. Ternyata kesederhanaan tempat tidaklah menghalangi seseorang berjuang dan berkarya untuk bangsanya.
Salam Cinta Indonesia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H