Media massa menjadi bagian modern dari salah satu instrumen demokrasi bangsa sekarang ini. Tak jenuhnya stasiun televisi sebagai media massa paling banyak mempropagandakan kepentingan kekuasaan, selalu mampu untuk menggiring opini publik masyarakat kita karena kemudahan mengakses informasinya. Sejak dibukanya kekuasaan orde reformasi, Pak Amien Rais yang sebagian banyak menyebut sebagai bapak reformasi, karena andilnya dalam menciptakan sistem pemerintahan baru yang terbuka selain juga sebab terdapat pihak yang mendukungnya. Beliau mengatakan dalam bukunya yang berjudul 'Agenda mendesak bangsa: selamatkan Indonesia!' menyebut bahwa keran demokrasi yaitu menyuarakan aspirasi secara bebas menggunakan media massa.Â
Mungkin bagi mereka yang apatis tentang politik nasional cuek bebek saja. Toh, apa keuntungannya bagi mereka yang tidak terlalu ber-impact secara signifikan. Kalau boleh saya berpendapat dengan sudut pandang saya, pola pikir masyarakat umum tahunya hanya ingin hidup makmur saja seperti pernyataan mereka yang hidup di zamannya Pak Harto dulu. Contoh nyatanya masyarakat akar rumput berdiskusi santai/kongko dengan obrolan dengan topik presiden yang jelas sekali hanya ada dua opsi, entah untuk meramaikan saja mungkin. Spekulasinya, kalau tidak ikut-ikutan soal topik presiden maka akan dianggap 'kurang cerdas', sebagian memang enggan mengakuinya.Â
Karena pembicaraan umum yang tak pernah surut, selaluuuu saja, masalah pemilihan presiden. Yang para panelis di layar kaca rutin beretorika di suasana prime time yang bahasan antara jokowi dan prabowo terus menerus. Lihat saja, acara TVOne yang menyuguhkan acara debat ILC selalu bahasannya itu itu saja, entah debat kusir memuaskan hasrat pandangan masing-masing atau memang debat kritikan yang solutif.
Saya satu pendapat pada tembang syair Cak Nun, pada acara 'Kenduri Cinta' Cak Nun dan Kiai Kanjeng pada tahun 2000/2001, yang saat itu bertempat di Tenis Indoor Senayan. Dengan iringan tembang jawa akan sarat religius beliau bersyair '..aku mintakan perlindungan bagi keamananMu, ditengah negeri yang kian tak menentu~', dilanjutkan dengan takzimnya do'a yang sekaligus i indah. Memang benar, dari dulu pun masalah politik tidak pernah tahu arahnya alias selalu dinamis.Â
Namun dari arus politik yang kian tak menentu juga ada moment yang pas terjadi di acara perhelatan ASIAN GAMES bertempat langsung di Jakarta dan Palembang. Tepatnya saat Presiden Joko Widodo yang tahun depan mencalonkan kembali dengan lawan setianya Prabowo. Fenomena yang langka, sebab kedua-keduanya saat sedang duduk menyaksikan pertandingan final cabor Pencak Silat, kemudian berangkul berpelukan mesra layaknya dua kawan yang saling kangen. Moment ini berkat dari Juara Sang, Hanifan Yudani Kusuma memeluk kedua elit ini. Apalagi yang membuat banyak terkesima adalah seakan-akan Prabowo dan Jokowi memeluk Sang Saka merah putih yang sebenarnya sedang dikalungkan dipunggung Hanifan.
Taglinenya 'Mari saling bersanding, saling bertanding' memang terasa akan suasana kompetitif yang fair dengan rakyat yang bersuka ria.
Semoga tetap seperti ini demokrasi kita.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H