Saya baru bekerja sebagai Tourist Guide sejak 2015, setelah lulus ujian di dinas pariwisata DKI JAKARTA. Â Pelan pelan membawa mulai berkenalan dengan banyak pihak Travel dan mulai membawa tamu tamu asing yang kebanyakan datang dari Tiongkok. Kebanyakan tamu yang datang ke Jakarta hanyalah tamu yang akan transit ke Bali atau Manado, atau tamu yang ikut pameran di JIEXPO. Dari banyaknya tamu yang kami temui, mereka sering bercerita kisah pengalaman mereka di Bali maupun di Manado, ditambah banyak juga para senior yang menceritakan kondisi di lapangan. Bali walaupun sangat menarik, tetapi kebanyakan tamu tidak pulang dengan puas dikarenakan banyak faktor.
Faktor utama yang paling sering diceritakan adalah kurang cocoknya mereka dengan makanan lokal. Tamu dari Tiongkok biasanya tidak suka makan makanan yang di goreng dan juga tidak suka makan yang terlalu pedas, sehingga kadang kala agak sulit mencocokkan diri dengan makanan  Indonesia. Kedua, banyak dari tamu yang suka berbelanja tetapi mereka tidak suka dipaksa berbelanja. Banyak Perusahaan Travel di luar negeri yang menjual paket wisata dengan harga di bawah pasaran sehingga travel lokal mengantisipasi dengan berbagai cara. Pertama, mereka tidak membayar gaji seorang guide, malah sebagai guide kami harus membeli kepala.Â
Artinya apabila Travel memiliki tamu 20 orang, maka guide malah harus membayar 20 dikalikan harga yang disetujui, biasanya 5 dolar per kepala. Dikarenakan tidak di gaji dan malah harus membayar per kepala, maka Guide harus mencari cara agar bisa balik modal, karena ini sudah menjadi bisnis , bukan lagi sebagai pekerja. Ujung ujungnya tamu akan di ajak belanja ke tempat tempat yang memberikan diskon fantastis, kadang kadang sampai setiap hari ke tempat yang berbeda. Memang tidak semua seperti itu, tetapi fenomena ini masih sering terjadi di Bali. Guide juga sering menjual paket paket optional agar mendapat penghasilan ekstra.Â
Berbeda dengan di manado, dimana semua tamu merasakan alam manado yang sangat indah, namun makanan tidak cocok untuk mereka, dan tidak banyak kegiatan yang bisa dilakukan disana sehingga terkesan sangat membosankan.Â
Jakarta sendiri disukai karena banyaknya kuliner yang bisa disesuaikan selera mereka, namun monas dan taman mini tidak cukup menjadi andalan. Monas harus berjalan kaki agak jauh ke dalam , walau ada kereta gratis tetapi lebih sering penuh. Kebanyakan guide tidak akan mengajak tamu naik ke atas, karena lift hanya cukup untuk 11 orang, dan seringkali di umumkan antrian mencapai 3-4 jam untuk naik ke atas. Taman Mini juga tidak bisa maksimal karena kondisi lapangan yang sangat panas pada siang hari.Â
Yang paling di sukai hanyalah museum Hakka karena ber AC dan berhubungan dengan nenek moyang mereka. Pulau seribu mempunyai potensi yang sangat baik, namun tidak dikelola dengan baik. Yang pertama adalah ongkos naik kapal ke pulau seribu ditambah dengan hotel hotel yang sangat mahal, membuat Pulau seribu kalah bersaing dengan Bali. Dengan harga yang sama , mungkin di Bali bisa mendapatkan fasilitas yang jauh lebih baik dan juga lebih menarik. Seandainya Pemda DKI menyerahkan pulau pulau kosong kepada para pemodal dan menggunakan sistem bagi hasil, maka kemungkinan suatu hari baru bisa bersaing dengan Bali. Salam Pariwisata dari anggota DPD HPI JAKARTA.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H