Bila kita mencermati hukum yang ada di Indonesia saat ini sangatlah dilematis. Hal tersebutterlihat dari wajah hukum yang merupakan implikasi dari kondisi penegakan hukum (law enforcement) yang lemah. Kalau kita melihat teori laurin friedsmen bahwa jika ingin menegakkan hukum itu harus melihat tiga aspek, yaitu substantion of law atau instrumen hukum atau bisadisebut legalitas hukum, struktur of law atau penegak hukum dan cultur of law atau budaya hukum,kalau kita lihat dari substansi hukum yang ada di indonesia ini semua sudah ada dalam legalitas di indonsia baik yang mengatur tentang ham sampai yang mengatur tentang pertanahan dll., Akan tetapi yang lemah di indonesia dan menjadi permasalahanya adalah terkait dengan struktur of law atau aparat penegak hukum, penegakan hukum yang tidak tegas, korup, dan praktik-praktik penyelewengan dalam proses penegakan hukum seperti, mafia peradilan, proses peradilan yang diskriminatif dll.
Sangat dilematis ketika melihat kondisi yang seperti ini terjadi di indonesia, aparat penegak hukum yang seharusnya mengayomi masyarakat malah ribut sendiri, contohya saling pukul antar anggota dewan beberapa waktu lalu, kasus cicak buaya jilid 1, 2 dan 3 yang secara tidak langsung terjadi konflik antara POLRI dan KPK, Polisi dan TNI yang saling serang di Batam pada tahun 2014 lalu semakin menunjukkan arogansi penegak hukum kita yang cenderung mengajarkan pada anarkisme.
Banyak kasus di negeri ini, Bila ada yang lantang didalam sistem melakukan koreksi dan mengungkap kebenaran maka yang lain akan mulai menasehati dengan berbagai cara agar tutup mulut dan tidak membongkar aib yang telah komunal atau kelompok dilakukan, bahkan kita mengetahui beberapa orang telah menjadi korban karena pengakuannya di sidang hukum dengan alasan yang salah tetap salah dan yang belum ketauan tetap gelap dan tentunya tanpa bukti yang memadai.
Hukum bisa dipermainkan untuk membela orang berduit (cenderung menjadi senjata dan menjadi perisai dalam menjalankan aksinya ) dan menghajar orang miskin, bila sudah menyangkut pembesar negara dan partai politik hukum itu menjadi mandul, padahal dalam UUD 1945 pasal 27 ayat 1 disebutkan bahwa “ Segala warga negara bersamaan kedudukanya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya” dari pasal tersebut sudah jelas bahwa kesamaan didepan hukum atau biasa disebut equality before the law sangat di junjung tinggi dalam hukum kita, akan tetapi sangat disayangkan ketika hukum yang di gembar gemborkan dinegeri ini agar menjadi panglima tertinggi atau supremasi hukum, hasilnya menjadi alat untuk menyerang dan perisai bagi yang bersalah dan hasilnya para pelaku kejahatan kaum elit akan selalu selamat dan lolos dari jerat hukum.
Selanjutnya adalah Cultur of law, atau budaya hukum itu sendiri, budaya hukum sangat mempengaruhi baik buruknya suatu hukum, ketika suatu masyarakat tinggi kesadaran hukumnya maka akan adanya Balance atau keseimbangan antara law in book dan law in action, jadi ketika sudah adanya Balance maka law enforcement atau penegkan hukum itu sendiri bisa terlaksana., contohnya adalah semakin dijauhinya sikap Eigenrichting atau main hakim sendiri oleh masyarakat karena semakin percayanya masyarakat terhadap hukum, namun yang terjadi didalam masyarakat malah sebaliknya sikap Eigenrichting atau main hakim sendiri oleh masyarakat semakin tak terkendali, contohnya pembakaran begal motor di Jakarta dll, hal ini menunjukkan masih rendahnya kesadaran hukum di masyarakat.
Yang menjadi pertanyaan mendasar adalah bagaimana untuk mencapai tujuan hukum itu sendiri? Untuk menjawab pertanyaan tersebut sebenarnya ada teori machveli yang menekankan bahwa untuk mencapai tujuan hukum itu bisa dilakukan denan cara apa saja, akan tetapi dalam hal ini menurut saya harus dilakukan dengan cara cara yang baik, dan juga menjunjung tinggi hak asasi manusia, sesuai dengan jiwa pancasila yang ada di indunesia, dan sejalan dengan Konstitusi di Indonesia, dan untuk mencapai tujuan hukum tersebut, Pertama, harus membuat dan memperbaiki regulasi hukum yang sesuai dan sejalan dengan nilai-nilai yang hidup di masyarakat, Kedua, Adanya penegak hukum yang bermoral dan berintegritas tinggi, Ketiga, meningkatkan kesadaran hukum dalam masyarakat, dalam hal ini perlu peran dari akademisi, tokoh masyarakat, bahkan praktisi hukum untuk memberikan pencerahan hukum bagi masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H