Mohon tunggu...
the arifinman
the arifinman Mohon Tunggu... -

i'm the man !

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sebuah Rejeki di Waktu Fajar

4 Oktober 2013   19:51 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:59 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada suatu ketika ada seorang meletakkan sebongkah batu di jalan kecil yang berada di belah selatan Pasar Pamenang menuju arah taman kota (Ringin Budho), kemudian ia bersembunyi sambil menunggu untuk melihat apakah ada orang yang menggeser batu yang merintangi keleluasaan  jalan kecil itu sampai waktu menginjak shubuh. Beberapa orang yang lewat ketika berhadapan dengan batu yang diletakkan itu lantas membelokkan langkah mengitarinya agar bisa lewat “Peh.. watu iki ngrusuh-ngrusuhi dalam thok ae, ngene kok gak enek sing minggirne tho.. ( batu ini mengotori jalan aja , gini kok tidak ada yg menyingkirkan ya..) kata mereka. Banyak yang dengan lantang mengumpat seorang yang meletakkan batu itu, tapi tak seorang pun berbuat sesuatu untuk menyingkirkan batu itu. Tak berapa lama kemudian lewatlah seorang bapak pedagang pagi membawa sayur-mayurnya, ketika langkahnya terhambat sampai diperintang jalan itu, ia menaruh sepeda dan dagangannya ke pinggir jalan lalu berusaha menggeser batu itu ke pinggir sambil bergumam “Ngene iki lak’ yo nganggu wong liwat tho….( wah.. ini bisa mengganggu orang lewat..) Dengan susah payah akhirnya batu tersebut berhasil dipinggirkan, sehingga jalan kembali leluasa.

Ketika pedagang itu hendak mengangkat lagi sayur-mayur bawaannya tadi, dilihatnya ada sebuah bungkusan tergeletak ditengah jalan bekas batu tadi diletakkan. Setelah menghampiri bungkusan kertas, bapak pedagang itu lalu membuka bungkusan kertas itu, ternyata setelah dibuka bungkusan itu berisi beberapa  uang kertas dan uang receh yang yah…lumayanlah, serta sepucuk kertas dari orang yang meletakkan batu itu, isi tulisannya kira-kira begini kalau dibaca.

“Inggih…matursuwun kagem sampean sing sampun purun minggir’ne watu meniko…, yotro ingkang wonten kertas niki kagem sampean, rejekine sampean…monggo ‘mesem rumiyin sak dereng’e ngucap puji syukur dumateng Gusti Allah.. ( ya..terima kasih buat anda yg sudah mau menyingkirkan batu ini, uang di dalam kertas ini buat anda..rejeki anda , mari senyum dulu sebelum mengucap terima kasih kepada Tuhan YME )”. Tulisan itu menyatakan bahwa uang tersebut diperuntukkan bagi orang yang telah menyingkirkan batu ditengah jalan itu.

Mungkin dari kejadian diwaktu fajar itu, si pedagang pagi merenung kembali sambil menarik pelajaran yang mungkin takkan pernah dimengerti oleh semua orang, bahwa disetiap rintangan (karena sudah berusaha menyingkirkan batu tersebut) merupakan peluang untuk memperbaiki keadaan.

“Mmm….Paling’o sing ndhekek ‘watu iki oleh rejeki turah, trus yo pingin bagi-bagi rejeki…wee. Yo ditompo ae.( mmm.. mungkin yg naruh batu ini dapat rejeki berlebih, terus juga ingin bagi2 rejkeki… ya sudah..diterima aja ) Sambil mengayuh sepeda dan dagangannya, si pedagang pagi melanjutkan menuju ke Pasar Pamenang untuk berdagang, sambil mengucap syukur kepada Gusti Allah Pangeran Jagat yang telah memberi ‘Sebuah rejeki’ di waktu fajar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun